Siang itu, Syahlana menghubungi Zivara melalui panggilan video. Terlihat, sang adik sudah di rumah. Di Jakarta sudah malam. "Gak lama lagi ulang tahun San."
"Iya, Kak. Sekitar dua minggu lagi sih, ini," kata Zizi, sambil melihat kalender. "Mau dirayain gak, Kak? David bilang, banyak temennya San yang ngerayain ulang tahun di sekolah."
"Ya, gitu juga boleh. Biar anaknya juga seneng, Zi." Syahlana menyetujuinya. "Soalnya di sini, Kakak cuma sekali ngerayain ulang tahunnya pas usia setahun."
"Ya udah. Nanti aku dan David yang atur, Kak."
Di rumah keluarga Sudiro, keesokan harinya.
Rosana bicara kepada Adrian. "Ian, ini hampir ulang tahun Aurora yang kelima loh. Mau dirayain, gak?"
"Waktu begitu cepat berlalu. Dalam sekejap mata, tahu-tahu sudah lima tahun berlalu. Lima tahun, Lana dan Hassan ninggalin kita." Tampak raut sedih di wajah Adrian.
Rosana menepuk-nepuk pelan pundak putranya. "Mama tahu, Ian... Mama ngerti perasaa
Hassan sangat bahagia bertemu ibunya di hari yang begitu spesial, yaitu ulang tahunnya yang kelima tahun. Sepanjang perjalanan pulang, pelukannya tidak dilepaskannya sekali pun."Maman, kali ini sampai kapan di Jakarta?" tanya San."Maman bisa agak lama di sini, karena Oncle Amy membantu jaga toko kita," jawab Syahlana. Ia membuat sang putra tersenyum bahagia. "Baiklah. Sekarang, San tidur." Ia mencium kening San. "Sekali lagi, Maman ucapkan selamat ulang tahun."Setelah menidurkan San, barulah Syahlana keluar dari kamar.Zivara dan David sudah menunggu."Gimana bisa, San begitu akrab dengan keluarga itu?" tanya Syahlana."Memangnya kenapa, Kak Lana?" David balik bertanya. "Mereka keluarga yang baik. Kedua anak berteman sangat baik. Mereka sangat akrab."Zivara ikut emosi. "Emangnya kamu gak tahu siapa mereka?""Emang siapa?" David benar-benar tidak tahu."Mereka itu..." Zivara ingin menjelaskan.Sya
Seminggu telah berlalu, semenjak meninggalnya Jamal Latief. Seminggu itu pula, San tidak pergi ke sekolah. Sudah izin pada pihak sekolah, karena masih dalam keadaan berduka.Dan, selama seminggu itu juga, Aurora tidak pernah melihat San lagi. Ia sedih dan merindukan sang sahabat. Pada akhir pekan itu, si anak perempuan tampak murung di depan televisi ruang tengah. Padahal, acara televisi menampilkan film kartun kesukaannya.Rosana melihat itu. "Cucu cantik Oma, kenapa murung aja sih, dari tadi?" Ia menghampiri Aurora. Duduk di sampingnya."Oma, San gak pernah sekolah lagi," jawab Aurora."Oh, jadi ceritanya, Rara kangen sama San?" tanya Rosana lagi.Aurora mengangguk. "Biasanya di sekolah, kami main dan belajar bareng.""Oma denger, ada keluarganya yang meninggal dunia, Sayang. Iya. Oma dikasih tahu sama Bu Zoya saat jemput kamu di sekolah kemarin." Rosana mulai menjelaskan."Oma, bukannya kalau ada orang yang meninggal kita biasanya
Masih di Bandung. Walau telah lewat seminggu semenjak Jamal meninggal dunia, suasana duka tidak bisa hilang begitu saja. Bagi Akasma sebagai istri, juga Syahlana dan Zivara, anak-anak mereka. Sementara itu, San. Mungkin karena masih kecil, dirinya belum mengerti dengan semua yang terjadi. Ketika maman-nya, beserta tante dan grand-mere-nya sibuk dengan pengajian yang rencananya akan digelar sampai empat puluh hari itu, San lebih banyak bersama David. Syahlana terpaksa meliburkan restorannya. Lia, Juki, dan Gala diminta membantu untuk pengajian ini. "Oncle, kenapa manusia bisa meninggal?" tanya San. "Itu sudah ketentuan dari Tuhan, sih. Setiap makhluk yang bernapas, suatu saat pasti akan mati." David menjawab, seperti yang pernah ia dengar di ceramah-ceramah. "Kalau dikubur, grand-pere gak bisa napas dong ya?" San masih saja bertanya. David tersenyum. "Yang dikubur hanya jasadnya, badannya. Roh grand-pere sudah sama Tuhan. Bahagia di sisi-Nya."
Syahlana terkejut menerima kabar tentang Rosana yang begitu parah. Ia menelepon Susan. "Gimana kejadiannya, Susan?"Susah menjawab, "Denger-denger sih, jatuh dari tangga. Besok baru akan menjalani operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Karena bagian dalam dada itu retak. Mungkin kena hantam lantai apa gimana."Mendengar kabar itu, Syahlana terkejut. Juga ikut merasa sedih.Seusai pengajian, Syahlana memberitahu Akasma, Zivara, dan David."Ma, menurut Mama, Lana harus gimana?" tanya Syahlana, meminta pendapat semua orang."Gimana, ya..." Zivara ikut bingung. "Kalau Kakak ke sana, si Aisha itu pasti gak suka. Takutnya menimbulkan masalah baru.""Tetapi, bagaimana pun Lana, Mbak Ros masih mertua kamu. Kamu juga secara negara, masih istri sah Adrian. Mama tidak bisa memberikan saran yang pasti. Semua keputusan ada di tanganmu."Semakin tidak menentulah perasaan Syahlana."Kalau Kakak butuh ditemenin untuk menj
Adrian sudah dikuasai emosi yang membuncah. Ia tengah memikirkan kondisi ibunya, sekarang ditambah dengan kenyataan perbuatan istri yang pernah sangat disayanginya. "Mulai sekarang, kamu jangan tinggal di rumah ini. Aku sudah siapin apartemen buat kamu."Apa maksud Adrian? "Kamu mau menceraikan aku?" tanya Aisha."Bukan. Aku hanya tidak ingin kamu tinggal dekat dengan Aurora. Anakku masih kecil. Entah nanti akan ada perbuatan keji apa lagi yang akan kamu lakukan. Sekalian. Dengan begini, aku benar-benar bisa berbuat adil terhadap kamu dan Lana, bukan?""Engga, gak begini, Mas! Aku yakin, Rara itu salah lihat. Kamu kenal aku. Aku gak mungkin mendorong Mama. Meski Mama gak suka sama aku, tapi aku gak pernah punya sedikit pun niat menyakiti Mama. Gak ada, Ma...""Aku juga heran. Aku pikir, memang mengenal kamu lebih baik dari siapapun. Tapi, setelah kamu membuat Lana pergi, rasanya, aku belum cukup mengenal kamu. Aku gak nyangka, perempuan yang pernah aku sa
Ada restoran khusus masakan Indonesia, tidak jauh dari rumah sakit. Susan yang mengajaknya ke sana. Restorannya terasa tenang. Tidak banyak pengunjung. Mereka memilih tempat yang dekat dengan jendela, agar terkena terpaan udara malam yang sejuk."Gue sering makan di sini," kata Susan. "Masakannya enak, kok. Biar gue yang pesenin buat lo, yah."Syahlana menurut saja. Kemudian, ponselnya berbunyi. Ada panggilan video dari Zivara. Tapi yang muncul di layar, malah San. "Maman!!""San!" sapanya kepada sang anak."Kapan Maman pulang?" tanya San."Setelah urusan Maman selesai di sini, pasti pulang," jawab San."San tidak boleh nakal, ya. Harus nurut apa kata Tante, Oncle, dan Oma."San mengagguk. "Beres, Maman! Oh ya, tadi San bantuin Oncle David menusuk sate.""Oh ya? Wah San pintar!" puji Syahlana pada San. "Ya udah, San sekarang sudah malam, waktunya bobo ya, Nak.""Iya, Maman. Bonne nuit, Maman..""Nuit, Mon gar&cced
Meski pun diusir keluar dari rumah keluarga Sudiro, dan hanya tinggal di apartemen sendirian, tidak lantas membuat Aisha berhenti memperjuangkan kembali cinta suaminya. ia tetap memantau kondisi terkini ibu mertuanya, Rosana. Ia tahu, hari ini mertua yang tidak pernah menyayanginya itu dijadwalkan operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Tetapi ia tidak berani datang langsung ke rumah sakit. Karena ia tahu, Adrian masih emosi soal apa yang telah terjadi. Namun, mengetahui kabar kalau operasinya berjalan lancar, Aisha berniat memperbaiki pendapat Adrian mengenai dirinya. Sekali lagi ingin menjelaskan, bahwa dirinya tidak pernah ingin mencelakai Rosana. Namun, apa yang dilihatnya?Syahlana ada di samping Adrian. Bersikap seolah menjadi satu-satunya istri. Apalagi mendengar Adrian ingin mempertemukan Aurora dengan ibu kandungnya itu. Sungguh tidak dapat diterima oleh Aisha."Kamu gak punya hak melarang Syahlana bertemu dengan Aurora, apalagi mengakui hubungan darah antara
Aisha membawa Aurora ke apartemen barunya, rupanya ia sudah membelikan pakaian baru untuk baju ganti sang anak. Apakah ia sudah merencanakan ini?"Ra, mandi dan ganti baju dulu ya, Sayang. Setelah itu kita bisa pergi jalan-jalan, seperti yang tadi mama bilang." Begitu kata Aisha."Iya, Ma."Aisha mematikan ponsel. Ia tidak mau dengar kemarahan Adrian, karena sudah lancang membawa pergi anaknya tanpa izin.Sementara itu, Adrian sudah menebak, pasti Aisha yang bawa pergi Aurora. Ia terus menelepon Aisha, tapi tidak dijawab-jawab. Maka, Adrian segera mendatangi apartemen Aisha. Lokasinya memang tidak jauh dari rumah keluarga Sudiro. Namun, sesampainya di sana, Adrian tidak menemukan siapa-siapa. Jangankan orangnya, mobil Aisha juga sudah tidak ada. Lantas, Adrian menemui security."Loh, bukannya penghuni apartemen nomer 17 itu sudah pamitan mau pindah ke luar kota, ya?" Begitulah informasi yang didapatkan Adrian dari petugas keamanan apa