Masih di Bandung.
Walau telah lewat seminggu semenjak Jamal meninggal dunia, suasana duka tidak bisa hilang begitu saja. Bagi Akasma sebagai istri, juga Syahlana dan Zivara, anak-anak mereka. Sementara itu, San. Mungkin karena masih kecil, dirinya belum mengerti dengan semua yang terjadi. Ketika maman-nya, beserta tante dan grand-mere-nya sibuk dengan pengajian yang rencananya akan digelar sampai empat puluh hari itu, San lebih banyak bersama David. Syahlana terpaksa meliburkan restorannya. Lia, Juki, dan Gala diminta membantu untuk pengajian ini.
"Oncle, kenapa manusia bisa meninggal?" tanya San.
"Itu sudah ketentuan dari Tuhan, sih. Setiap makhluk yang bernapas, suatu saat pasti akan mati." David menjawab, seperti yang pernah ia dengar di ceramah-ceramah.
"Kalau dikubur, grand-pere gak bisa napas dong ya?" San masih saja bertanya.
David tersenyum. "Yang dikubur hanya jasadnya, badannya. Roh grand-pere sudah sama Tuhan. Bahagia di sisi-Nya."<
Syahlana terkejut menerima kabar tentang Rosana yang begitu parah. Ia menelepon Susan. "Gimana kejadiannya, Susan?"Susah menjawab, "Denger-denger sih, jatuh dari tangga. Besok baru akan menjalani operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Karena bagian dalam dada itu retak. Mungkin kena hantam lantai apa gimana."Mendengar kabar itu, Syahlana terkejut. Juga ikut merasa sedih.Seusai pengajian, Syahlana memberitahu Akasma, Zivara, dan David."Ma, menurut Mama, Lana harus gimana?" tanya Syahlana, meminta pendapat semua orang."Gimana, ya..." Zivara ikut bingung. "Kalau Kakak ke sana, si Aisha itu pasti gak suka. Takutnya menimbulkan masalah baru.""Tetapi, bagaimana pun Lana, Mbak Ros masih mertua kamu. Kamu juga secara negara, masih istri sah Adrian. Mama tidak bisa memberikan saran yang pasti. Semua keputusan ada di tanganmu."Semakin tidak menentulah perasaan Syahlana."Kalau Kakak butuh ditemenin untuk menj
Adrian sudah dikuasai emosi yang membuncah. Ia tengah memikirkan kondisi ibunya, sekarang ditambah dengan kenyataan perbuatan istri yang pernah sangat disayanginya. "Mulai sekarang, kamu jangan tinggal di rumah ini. Aku sudah siapin apartemen buat kamu."Apa maksud Adrian? "Kamu mau menceraikan aku?" tanya Aisha."Bukan. Aku hanya tidak ingin kamu tinggal dekat dengan Aurora. Anakku masih kecil. Entah nanti akan ada perbuatan keji apa lagi yang akan kamu lakukan. Sekalian. Dengan begini, aku benar-benar bisa berbuat adil terhadap kamu dan Lana, bukan?""Engga, gak begini, Mas! Aku yakin, Rara itu salah lihat. Kamu kenal aku. Aku gak mungkin mendorong Mama. Meski Mama gak suka sama aku, tapi aku gak pernah punya sedikit pun niat menyakiti Mama. Gak ada, Ma...""Aku juga heran. Aku pikir, memang mengenal kamu lebih baik dari siapapun. Tapi, setelah kamu membuat Lana pergi, rasanya, aku belum cukup mengenal kamu. Aku gak nyangka, perempuan yang pernah aku sa
Ada restoran khusus masakan Indonesia, tidak jauh dari rumah sakit. Susan yang mengajaknya ke sana. Restorannya terasa tenang. Tidak banyak pengunjung. Mereka memilih tempat yang dekat dengan jendela, agar terkena terpaan udara malam yang sejuk."Gue sering makan di sini," kata Susan. "Masakannya enak, kok. Biar gue yang pesenin buat lo, yah."Syahlana menurut saja. Kemudian, ponselnya berbunyi. Ada panggilan video dari Zivara. Tapi yang muncul di layar, malah San. "Maman!!""San!" sapanya kepada sang anak."Kapan Maman pulang?" tanya San."Setelah urusan Maman selesai di sini, pasti pulang," jawab San."San tidak boleh nakal, ya. Harus nurut apa kata Tante, Oncle, dan Oma."San mengagguk. "Beres, Maman! Oh ya, tadi San bantuin Oncle David menusuk sate.""Oh ya? Wah San pintar!" puji Syahlana pada San. "Ya udah, San sekarang sudah malam, waktunya bobo ya, Nak.""Iya, Maman. Bonne nuit, Maman..""Nuit, Mon gar&cced
Meski pun diusir keluar dari rumah keluarga Sudiro, dan hanya tinggal di apartemen sendirian, tidak lantas membuat Aisha berhenti memperjuangkan kembali cinta suaminya. ia tetap memantau kondisi terkini ibu mertuanya, Rosana. Ia tahu, hari ini mertua yang tidak pernah menyayanginya itu dijadwalkan operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Tetapi ia tidak berani datang langsung ke rumah sakit. Karena ia tahu, Adrian masih emosi soal apa yang telah terjadi. Namun, mengetahui kabar kalau operasinya berjalan lancar, Aisha berniat memperbaiki pendapat Adrian mengenai dirinya. Sekali lagi ingin menjelaskan, bahwa dirinya tidak pernah ingin mencelakai Rosana. Namun, apa yang dilihatnya?Syahlana ada di samping Adrian. Bersikap seolah menjadi satu-satunya istri. Apalagi mendengar Adrian ingin mempertemukan Aurora dengan ibu kandungnya itu. Sungguh tidak dapat diterima oleh Aisha."Kamu gak punya hak melarang Syahlana bertemu dengan Aurora, apalagi mengakui hubungan darah antara
Aisha membawa Aurora ke apartemen barunya, rupanya ia sudah membelikan pakaian baru untuk baju ganti sang anak. Apakah ia sudah merencanakan ini?"Ra, mandi dan ganti baju dulu ya, Sayang. Setelah itu kita bisa pergi jalan-jalan, seperti yang tadi mama bilang." Begitu kata Aisha."Iya, Ma."Aisha mematikan ponsel. Ia tidak mau dengar kemarahan Adrian, karena sudah lancang membawa pergi anaknya tanpa izin.Sementara itu, Adrian sudah menebak, pasti Aisha yang bawa pergi Aurora. Ia terus menelepon Aisha, tapi tidak dijawab-jawab. Maka, Adrian segera mendatangi apartemen Aisha. Lokasinya memang tidak jauh dari rumah keluarga Sudiro. Namun, sesampainya di sana, Adrian tidak menemukan siapa-siapa. Jangankan orangnya, mobil Aisha juga sudah tidak ada. Lantas, Adrian menemui security."Loh, bukannya penghuni apartemen nomer 17 itu sudah pamitan mau pindah ke luar kota, ya?" Begitulah informasi yang didapatkan Adrian dari petugas keamanan apa
Syahlana meninggalkan Adrian yang masih berkutat dengan pikirannya di ruang tamu. Ia menangis sendirian di dalam kamar. Memang sikap ini yang harus ia tunjukkan, agar Adrian segera melupakannya. Biarlah dianggap ibu yang tiada berperasaan.San tidak betah berlama-lama di dapur. Ia masih ingin main. Sehingga, ketika lepas dari pengawasan David, anak itu menyelinap masuk ke dalam rumah. Ia melihat Adrian di ruang tamu. "Oncle Ian?"Sejenak, Adrian bisa menyingkirkan perasaan sedihnya dengan melihat San. "San?""Kenapa Oncle sedih?" tanya San. Rupanya anak itu sempat melihat tatapan sendu."Gak sedih, kok," jawab Adrian. "Hanya lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung ini."San manggut-manggut, mengerti. "San rindu Rara," kata San.Sungguh miris mendengar kalimat itu meluncur dari mulut kecil San.Lalu Adrian berkata, "Rara juga kangen sama San."Kemudian, Zivara datang. "San, ayo mandi! Udah so
Adrian mendapatkan lokasi, di mana Aisha membawa Aurora."Aku akan jemput Aurora dari sana."Syahlana mengangguk. "Iya, Mas. Mudah-mudahan, Aurora dalam keadaan baik."Hari itu, juga, Adrian berangkat ke Serang. Ternyata, Aisha membawa Aurora ke sana. Sungguh tidak disangka memang.Polisi yang ditugaskan mencari keberadaan Aisha dan Aurora, melacak ponsel Aisha dengan GPS. Bekerja sama dengan polisi siber. Nomor itu akan terlacak, apabila pemiliknya melakukan aktivitas internet.Polisi bernama Yahya, yang masih rekan baik keluarga Sudiro, memberikan kabar baik ini pada Rosana. "Kami akan segera menemukan cucu Mbak Ros, dan menangkap pelakunya.""Iya, Mas Yahya! Tangkap aja pelakunya! Hukum seberat-beratnya!" Rosana sangat jengkel, karena tahu, pelakunya adalah Aisha. Hal ini menjadi kesempatan baginya untuk menyingkirkan sang menantu yang tak diinginkan."Tenang saja, Mbak Ros. Kami akan pastikan cucu Mbak
Adrian belum bisa menerima keputusan Syahlana. Ketika wanita itu hendak beranjak dari duduknya, ia mencegahnya melangkah lebih jauh. "Tunggu dulu, Lana. Kalau persyaratan Mama seperti itu, dan kamu menolak. Lantas, bagaimana nasib Aisha?" Benarkah pertanyaan ini menandakan Adrian masih peduli pada Aisha? Atau hanyalah cara untuk membuat Syahlana berubah pikiran."Aku akan minya Zivara menangani masalah hukum untuk Aisha. Aku yakin, sesama wanita, Mama juga akan mengerti tentang keputusanku." Begitu jawab Syahlana."Kenapa sih? Apa yang membuat kamu gak mau kembali sama kami? Apakah kamu gak ingin dengar Aurora manggil kamu ibu?""Apa gunanya panggilan ibu untukku, kalau cuma aku yang bahagia, sementara ada orang lain yang menangis pilu meratapi nasib kehidupannya? Allah kasih aku dua anak sekaligus, kurasa bukan untuk menjadikan aku wanita yang tamak. Sudah benar, aku menyerahkan Aurora pada Aisha." Penjelasan macam apa yang keluar dari wanita seperti Syahlana i