Share

Bab 4

Author: Yonata
“Ferry, kamu sudah menikah dengan Vania. Sekarang, kalian juga punya anak sendiri. Berpikirlah dengan jernih.”

“Bawa Vania kembali dan minta maaflah dengan tulus. Ibu yang akan mengurus adikmu di sini. Semua yang dikatakan Anggi, cuma omongan orang yang sedang nggak waras.” Ibu mertualah yang memberikan keputusan terakhir.

“Bagaimanapun, Vania itu istrimu. Dia nggak tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Kamu nggak boleh tinggal di sini. Pergi dan suruh Vania kembali.” Ibu mertua menatap mereka berdua dengan raut wajah kesal.

Hatiku terasa dingin tak tertahankan. Ternyata, hanya aku saja yang dibohongi dan tidak tahu apa-apa. Tanpa diduga, hanya aku saja yang tidak mengetahui hubungan hina antara Ferry dan Anggi.

Selain itu, tanpa diduga mereka malah masih berusaha menyembunyikannya dariku. Aku menatap orang-orang yang tampak familier, tetapi sebenarnya asing bagiku ini. Aku merasa begitu muak.

Jika aku tidak mengalami kecelakaan itu, apakah aku akan tertipu seumur hidup?

“Ibu, aku akan minta maaf pada Vania. Tapi, sekarang kesehatan Anggi sangat penting. Vania sudah ditemukan dan dia baik-baik saja. Aku akan menjemputnya, saat kondisi Anggi sudah stabil. Sekarang ini, Vania sudah kembali ke rumah ibunya. Dia juga nggak ingin bertemu denganku.”

“Ferry, sikapmu ini benar-benar buruk. Cepat cari Vania sekarang juga.”

Ibu mertuaku jelas tidak tahu jika aku sudah meninggal. Mereka semua mengira aku masih hidup. Padahal, nyatanya aku sudah mati.

“Ibu, sudah kubilang. Sekarang ini aku mencemaskan Anggi. Kalau Ibu khawatir, aku akan menelepon Vania sekarang. Untuk saat ini, aku benar-benar nggak bisa meninggalkan Anggi.”

Ferry melakukan panggilan video padaku dengan ekspresi tidak sabar di wajahnya.

Selama tujuh tahun menikah, jarang sekali Ferry melakukan panggilan video padaku.

Seingatku, akulah yang selalu meneleponnya atau melakukan panggilan video padanya. Namun, tiap kali Ferry tidak akan menjawabnya atau buru-buru menutup teleponnya.

Aku tidak menyangka setelah aku mati, aku akan melihat Ferry berinisiatif meneleponku.

Ibu mertua mengerutkan kening dan berkata dengan cemas, “Dia sedang hamil. Apa sesuatu terjadi padanya ketika gempa bumi?”

Panggilan itu pun terhubung. Wanita yang muncul di layar memang diriku, setidaknya wajahnya sama persis denganku.

Aku menatap wanita dalam video itu dengan mata terbelalak. Butuh waktu lama bagiku untuk menyadari jika wanita itu bukanlah aku. Wanita ini terlihat sangat mirip denganku, tetapi bukan aku.

“Vania, ibu sangat mengkhawatirkanmu. Membuat ulah juga harus ada batasnya. Cepat kembali. Aku anggap, kamu nggak pernah mengatakan apa-apa.”

Ferry dengan tidak sabar menunjukkan layar ponselnya kepada ibu mertua. Kemudian, dia langsung menutup telepon tanpa menunggu wanita dalam video itu angkat bicara.

“Dia begitu beruntung dalam hidup ini dan nggak terjadi apa-apa padanya. Cuma penyakit lamanya saja yang kambuh. Biarkan saja selama beberapa hari. Nanti dia juga akan sadar sendiri.”

Hatiku terasa begitu sakit dan bergetar saat mendengar kata-kata yang teramat dingin dan hampir tidak manusiawi, yang terucap dari mulut suamiku.

Pria yang berbagi ranjang denganku itu bahkan tidak tahu apakah orang yang ada di layar itu benar-benar diriku atau bukan.

Ferry tanpa malu-malu menunjukkan jika dirinya lebih menyukai Anggi, tetapi enggan menunjukkan sedikit saja kepeduliannya kepadaku.

Meski Anggi hanya mengerutkan kening atau terbatuk-batuk saja, Ferry akan langsung merasa sangat cemas.

Suatu hari, saat hujan deras disertai guntur di malam hari, Anggi menelepon Ferry sambil menangis dan mengatakan jika dia takut. Tanpa ragu, Ferry meninggalkanku meskipun aku sedang demam tinggi dan menemani Anggi semalaman.

Keesokan harinya, demamku agak mereda. Aku sempat bertengkar hebat dengan Ferry. Akan tetapi, Ferry hanya berkata dengan wajah dingin jika aku sengaja mencari masalah tanpa alasan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ipat Susilowati
katany nikh karna d hamili tp ini sdh nikh 7 tahun lg hamil bingung...artiny hamil dr 7 thun
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 11

    Pada hari pemakamanku, Ferry berdandan rapi dan menghadiri pemakamanku sambil mengenakan setelan hitam kesukaanku.Ricky awalnya tidak mengizinkannya untuk hadir di pemakamanku. Akan tetapi, pada akhirnya, dia dibujuk oleh ibuku. Ibu mengatakan jika Ferry, bagaimanapun adalah pasangan sah dan suamiku.Pemakamanku akan dihadiri oleh keluarga dan sahabat. Aku memang sudah meninggal, tetapi aku tidak ingin setelah mati sekalipun masih jadi bahan gunjingan.Ibu mertuaku juga datang. Ibu mertua yang sudah kurus dan kecil, bahkan terlihat lebih tua beberapa puluh tahun.Ferry terus berlutut di depan batu nisanku. Dia pikir dia bisa menebus dosanya. Namun, melihat dia sekarang membuatku jadi muak.Setelah pemakamanku, Ferry kembali ke apartemen kecil itu.Anggi sudah kelaparan selama tiga hari dan sekarang sedang sekarat. Saat melihat Ferry, secara naluriah Anggi mulai merasa takut."Kak, aku tahu aku salah. Seharusnya aku nggak berpura-pura menjadi Kak Vania. Seharusnya aku nggak kembali. Se

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 10

    Aku tidak menyangka jika keesokan harinya, Ricky akan kembali datang ke rumah sakit. Dia berjalan memasuki ruang perawatan tanpa mengatakan apa pun. Kemudian, Ricky mencengkeram kerah baju Ferry dan menyeretnya keluar ruang perawatan.“Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?” Ferry sangat marah karena diseret keluar dari ruang perawatan."Kamu nggak percaya kalau kakakku sudah meninggal, ‘kan? Hari ini, aku akan membiarkanmu pergi dan melihat apakah kakakku benar-benar sudah meninggal." Ricky menyeret Ferry keluar dari rumah sakit dengan wajah muram.“Apa yang membuatmu jadi gila? Aku nggak akan pergi.” Tiba-tiba saja, Ferry bersikeras untuk menolaknya.“Bukankah kamu nggak percaya? Lalu, kenapa kamu menolak? Pergi dan lihatlah, kamu akan mengetahuinya. Dasar binatang!”Meskipun Ferry benar-benar menolak dan enggan, Ricky tetap menyeretnya ke rumah duka.Ricky menyeret Ferry ke lemari pembeku, menekan Ferry ke lemari pembeku dan memaksanya untuk melihatku yang membeku.Ferry tanpa

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 9

    Menyaksikan adegan kasih sayang yang manis antara pria dan wanita ini, hatiku pun terasa seperti diiris-iris pisau.Jika aku masih hidup, aku pasti akan menjadi penghalang di antara mereka berdua.Ternyata, hanya butuh waktu sekejap untuk berhenti mencintai seseorang. Cinta obsesifku pada Ferry langsung lenyap sepenuhnya saat ini.Aku menyaksikan Ferry menghibur Anggi dengan suaranya yang lembut dan mendengarkan mereka merencanakan kehidupan masa depan yang bahagia sebagai keluarga yang beranggotakan tiga orang.Jelas-jelas aku sudah tidak lagi mencintai Ferry. Namun, kenapa hatiku masih terasa begitu pedih?Kupikir aku bisa meninggalkan Ferry jika sudah tidak lagi mencintainya. Akan tetapi, tetap saja aku hanya bisa terus berada di sisinya.Aku menyaksikan Ferry membujuk Anggi untuk tidur. Kemudian, Ferry pergi meninggalkan rumah sakit. Aku pun terus mengikutinya sepanjang jalan.Ferry pergi ke toko perlengkapan ibu dan bayi, lalu membeli beberapa perlengkapan bayi.Aku masih merasa a

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 8

    Aku membelalakkan mataku dan tidak percaya dengan apa yang kudengar. Apa yang dikatakan Ferry ini?“Bajingan! Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Vania itu kakakku. Meski bukan kakak kandung, dia sudah merawatku sejak kecil. Apa yang kamu bicarakan?” Mata Ricky tampak merah karena marah.“Ferry, putriku nggak melakukan kesalahan apa pun padamu. Meski dia dan Ricky bukan saudara kandung, kamu nggak bisa menghinanya seperti ini.”Ibu juga menatap Ferry dengan terkejut. Seakan-akan baru pertama kali ini ibu mengenal menantunya.“Apakah yang kukatakan ini omong kosong atau bukan, mereka tahu betul di dalam hati. Aku melihat dengan jelas Ricky tengah malam keluar dari kamar Vania. Kalau mereka nggak melakukan hal yang memalukan, kenapa tengah malam dia pergi ke kamar kakaknya? Sebulan kemudian, Vania hamil. Sebenarnya, itu anak siapa?” Ferry juga menatap Ricky dengan dingin.Aku menatap Ferry. Aku tidak menyangka, jika aku adalah orang yang tidak tahu malu di matanya. Malam itu, aku menga

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 7

    Ketika mereka tiba di rumah sakit, Ferry sedang memegang semangkuk bubur ayam dan menyuapi Anggi.Aku melihat keduanya seperti sepasang kekasih yang saling mencintai. Hatiku masih terasa agak pedih, tetapi tidak sesakit sebelumnya.Mungkin karena aku sudah mati, sehingga aku tidak memedulikannya lagi. Mati, ya mati. Kedua orang ini tidak akan lagi bisa membuatku muak, seperti saat aku masih hidup.Orang pertama yang amarahnya meledak adalah Ricky. Dia menatap Ferry dengan mata memerah. Saat melihat Ferry menyuapi Anggi dengan penuh kasih sayang, Ricky pun menjadi marah. Ricky meninju Ferry, menjatuhkannya ke lantai, lalu mulai memukuli dan menendangnya.“Dasar binatang! Kakakku pasti buta sampai jatuh cinta pada binatang sepertimu. Jasadnya saja masih hangat, tapi kamu di sini bersama wanita murahan nggak tahu malu ini. Kamu membuat kakakku mati nggak tenang.”Ricky yang matanya sudah memerah, tidak sabar untuk menghajar Ferry sampai mati. Namun, Ferry juga bukan orang yang hanya diam

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 6

    Jasadku baru ditemukan dua hari kemudian. Saat jasadku ditemukan, di sekujur tubuh dan wajahku terdapat luka-luka dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Namun, tanganku masih melindungi perutku dengan erat.Setelah jasadku ditemukan, tim penyelamat terlebih dahulu mencoba menghubungi suamiku, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, mereka menghubungi ibu dan ibu mertuaku.Ibu bergegas pergi ke tempat kejadian. Melihat jasadku, ibu langsung menangis hingga jatuh pingsan. Ibu mertua juga pingsan di tempat.Setelah kembali sadar, ibu dan ibu mertua mengurus surat kematianku, lalu membawa jasadku ke rumah duka.Ibu mertua dan ibuku menghubungi Ferry. Akan tetapi, telepon dari mereka langsung ditutup oleh Ferry.Ketika Ricky melihatku terbaring dalam lemari pendingin rumah duka, pria bertubuh besar setinggi 180 sentimeter itu langsung menangis tersedu-sedu.“Kak Vania, harusnya waktu itu aku melarangmu menikah dengan bajingan itu.”“Harusnya, aku membujukmu agar segera bercerai, sehingga kaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status