Share

Bab 3

Author: Yonata
Secara kebetulan, Ferry menyaksikan semua itu dengan mata kepalanya sendiri.

“Vania, kalau sampai terjadi sesuatu pada Anggi, aku nggak akan pernah memaafkanmu seumur hidupku.”

Sejak saat itu, Ferry menjadi makin muak padaku dan bahkan ingin menceraikanku.

Pada saat itu, aku terus mengejar cinta Ferry dan apa pun yang terjadi, menolak untuk bercerai dengan Ferry. Akan tetapi, pernikahanku dengan Ferry tetap saja mengalami krisis dan di ambang kehancuran.

Anggi selalu menjadi duri antara aku dan Ferry, tidak bisa dicabut, juga tidak bisa dihilangkan.

Aku menatap Ferry. Jika Ferry tahu aku sudah meninggal, apakah dia akan merasa senang karena akhirnya bisa menyingkirkanku?

Ponsel Ferry berdering dan Ferry pun menjawabnya.

Ferry tidak menyalakan pengeras di ponselnya. Oleh karena itu, aku tidak tahu siapa yang meneleponnya. Berhubung merasa penasaran, aku pun melayang ke arah Ferry. Apakah itu petugas penyelamat yang menelepon untuk memberitahukan kematianku?

Aku menatap Ferry dengan rasa ingin tahu. Aku bertanya-tanya bagaimana reaksinya saat mengetahui kematianku.

Namun, nama si penelepon adalah namaku. Aku pun menjadi tertegun untuk sesaat.

“Ferry, nggak kusangka demi Anggi, kamu nggak mau menyelamatkanku. Aku ingin cerai denganmu.”

Suara yang keluar dari ponsel, benar-benar suaraku. Wajah Ferry terlihat begitu muram.

“Vania, karena kamu baik-baik saja, kembalilah.”

“Kalau kamu ingin aku kembali, kamu harus mengusir Anggi.”

“Kalau begitu, kamu nggak usah kembali. Lebih baik mati saja di luar sana.”

Setelah berkata seperti itu, amarah Ferry langsung meledak sehingga dia langsung menutup teleponnya. Hatiku terasa begitu sakit ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Ferry.

Aku mati di luar sana seperti yang dia inginkan dan tidak akan pernah kembali.

Aku merasa sangat penasaran dengan siapa yang menelepon barusan. Bagaimanapun, tidak mungkin itu aku.

“Kak, sebaiknya Kakak pergi dan temui Kak Vania dulu. Lagi pula, dia sedang mengandung anak Kakak.”

“Anak? Siapa yang tahu ayah dari anak haram itu?” kata Ferry dengan dingin.

“Meski itu anakku, Vania dan anak itu nggak lebih penting dari seujung kukumu.”

Kenapa orang yang sudah mati masih merasakan sakit hati? Aku memegangi dadaku yang terasa sakit.

Ferry membenciku. Begitu membenciku, hingga sama sekali tidak tergerak ketika ayahku meninggal secara tiba-tiba.

“Kak, bagaimana kalau kamu dan dia bercerai saja. Kamu nggak mencintainya. Aku ingin bersamamu.”

“Anggi, kita ini kakak beradik.”

“Ferry, apa kamu benar-benar menganggapku sebagai adikmu sendiri? Jangan lupa, aku ini bukanlah anak kandung keluarga Ardian.”

“Anggi, bagaimana kamu bisa bersikap seperti ini? Meski kamu dan Ferry bukan saudara kandung, kalian tumbuh besar bersama. Dengan melakukan ini, kalian sama saja dengan membunuhku.” Ibu mertua menatap mereka dengan wajah cemberut.

“Ibu, Ibu menyayangiku sejak aku masih kecil. Siapa pun yang dinikahi kakak, bukankah dia tetap saja menikah? Tapi, kenapa dia nggak bisa menikah denganku? Apa sebenarnya kekuranganku dibanding Vania?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 11

    Pada hari pemakamanku, Ferry berdandan rapi dan menghadiri pemakamanku sambil mengenakan setelan hitam kesukaanku.Ricky awalnya tidak mengizinkannya untuk hadir di pemakamanku. Akan tetapi, pada akhirnya, dia dibujuk oleh ibuku. Ibu mengatakan jika Ferry, bagaimanapun adalah pasangan sah dan suamiku.Pemakamanku akan dihadiri oleh keluarga dan sahabat. Aku memang sudah meninggal, tetapi aku tidak ingin setelah mati sekalipun masih jadi bahan gunjingan.Ibu mertuaku juga datang. Ibu mertua yang sudah kurus dan kecil, bahkan terlihat lebih tua beberapa puluh tahun.Ferry terus berlutut di depan batu nisanku. Dia pikir dia bisa menebus dosanya. Namun, melihat dia sekarang membuatku jadi muak.Setelah pemakamanku, Ferry kembali ke apartemen kecil itu.Anggi sudah kelaparan selama tiga hari dan sekarang sedang sekarat. Saat melihat Ferry, secara naluriah Anggi mulai merasa takut."Kak, aku tahu aku salah. Seharusnya aku nggak berpura-pura menjadi Kak Vania. Seharusnya aku nggak kembali. Se

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 10

    Aku tidak menyangka jika keesokan harinya, Ricky akan kembali datang ke rumah sakit. Dia berjalan memasuki ruang perawatan tanpa mengatakan apa pun. Kemudian, Ricky mencengkeram kerah baju Ferry dan menyeretnya keluar ruang perawatan.“Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?” Ferry sangat marah karena diseret keluar dari ruang perawatan."Kamu nggak percaya kalau kakakku sudah meninggal, ‘kan? Hari ini, aku akan membiarkanmu pergi dan melihat apakah kakakku benar-benar sudah meninggal." Ricky menyeret Ferry keluar dari rumah sakit dengan wajah muram.“Apa yang membuatmu jadi gila? Aku nggak akan pergi.” Tiba-tiba saja, Ferry bersikeras untuk menolaknya.“Bukankah kamu nggak percaya? Lalu, kenapa kamu menolak? Pergi dan lihatlah, kamu akan mengetahuinya. Dasar binatang!”Meskipun Ferry benar-benar menolak dan enggan, Ricky tetap menyeretnya ke rumah duka.Ricky menyeret Ferry ke lemari pembeku, menekan Ferry ke lemari pembeku dan memaksanya untuk melihatku yang membeku.Ferry tanpa

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 9

    Menyaksikan adegan kasih sayang yang manis antara pria dan wanita ini, hatiku pun terasa seperti diiris-iris pisau.Jika aku masih hidup, aku pasti akan menjadi penghalang di antara mereka berdua.Ternyata, hanya butuh waktu sekejap untuk berhenti mencintai seseorang. Cinta obsesifku pada Ferry langsung lenyap sepenuhnya saat ini.Aku menyaksikan Ferry menghibur Anggi dengan suaranya yang lembut dan mendengarkan mereka merencanakan kehidupan masa depan yang bahagia sebagai keluarga yang beranggotakan tiga orang.Jelas-jelas aku sudah tidak lagi mencintai Ferry. Namun, kenapa hatiku masih terasa begitu pedih?Kupikir aku bisa meninggalkan Ferry jika sudah tidak lagi mencintainya. Akan tetapi, tetap saja aku hanya bisa terus berada di sisinya.Aku menyaksikan Ferry membujuk Anggi untuk tidur. Kemudian, Ferry pergi meninggalkan rumah sakit. Aku pun terus mengikutinya sepanjang jalan.Ferry pergi ke toko perlengkapan ibu dan bayi, lalu membeli beberapa perlengkapan bayi.Aku masih merasa a

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 8

    Aku membelalakkan mataku dan tidak percaya dengan apa yang kudengar. Apa yang dikatakan Ferry ini?“Bajingan! Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Vania itu kakakku. Meski bukan kakak kandung, dia sudah merawatku sejak kecil. Apa yang kamu bicarakan?” Mata Ricky tampak merah karena marah.“Ferry, putriku nggak melakukan kesalahan apa pun padamu. Meski dia dan Ricky bukan saudara kandung, kamu nggak bisa menghinanya seperti ini.”Ibu juga menatap Ferry dengan terkejut. Seakan-akan baru pertama kali ini ibu mengenal menantunya.“Apakah yang kukatakan ini omong kosong atau bukan, mereka tahu betul di dalam hati. Aku melihat dengan jelas Ricky tengah malam keluar dari kamar Vania. Kalau mereka nggak melakukan hal yang memalukan, kenapa tengah malam dia pergi ke kamar kakaknya? Sebulan kemudian, Vania hamil. Sebenarnya, itu anak siapa?” Ferry juga menatap Ricky dengan dingin.Aku menatap Ferry. Aku tidak menyangka, jika aku adalah orang yang tidak tahu malu di matanya. Malam itu, aku menga

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 7

    Ketika mereka tiba di rumah sakit, Ferry sedang memegang semangkuk bubur ayam dan menyuapi Anggi.Aku melihat keduanya seperti sepasang kekasih yang saling mencintai. Hatiku masih terasa agak pedih, tetapi tidak sesakit sebelumnya.Mungkin karena aku sudah mati, sehingga aku tidak memedulikannya lagi. Mati, ya mati. Kedua orang ini tidak akan lagi bisa membuatku muak, seperti saat aku masih hidup.Orang pertama yang amarahnya meledak adalah Ricky. Dia menatap Ferry dengan mata memerah. Saat melihat Ferry menyuapi Anggi dengan penuh kasih sayang, Ricky pun menjadi marah. Ricky meninju Ferry, menjatuhkannya ke lantai, lalu mulai memukuli dan menendangnya.“Dasar binatang! Kakakku pasti buta sampai jatuh cinta pada binatang sepertimu. Jasadnya saja masih hangat, tapi kamu di sini bersama wanita murahan nggak tahu malu ini. Kamu membuat kakakku mati nggak tenang.”Ricky yang matanya sudah memerah, tidak sabar untuk menghajar Ferry sampai mati. Namun, Ferry juga bukan orang yang hanya diam

  • Cinta Kita Sudah Punah   Bab 6

    Jasadku baru ditemukan dua hari kemudian. Saat jasadku ditemukan, di sekujur tubuh dan wajahku terdapat luka-luka dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Namun, tanganku masih melindungi perutku dengan erat.Setelah jasadku ditemukan, tim penyelamat terlebih dahulu mencoba menghubungi suamiku, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, mereka menghubungi ibu dan ibu mertuaku.Ibu bergegas pergi ke tempat kejadian. Melihat jasadku, ibu langsung menangis hingga jatuh pingsan. Ibu mertua juga pingsan di tempat.Setelah kembali sadar, ibu dan ibu mertua mengurus surat kematianku, lalu membawa jasadku ke rumah duka.Ibu mertua dan ibuku menghubungi Ferry. Akan tetapi, telepon dari mereka langsung ditutup oleh Ferry.Ketika Ricky melihatku terbaring dalam lemari pendingin rumah duka, pria bertubuh besar setinggi 180 sentimeter itu langsung menangis tersedu-sedu.“Kak Vania, harusnya waktu itu aku melarangmu menikah dengan bajingan itu.”“Harusnya, aku membujukmu agar segera bercerai, sehingga kaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status