Noel terkejut, dia bertanya, "Maksudmu ….""Orang itu hanyalah kambing hitam," ujar Steven. Dia melanjutkan dengan wajah muram, "Pelaku yang sebenarnya adalah orang lain.""Jadi, ini semua diatur oleh Felix?" tanya Noel dengan ragu. Dia akhirnya menyadari sesuatu dan berkata, "Aku mengerti sekarang. Alasan Felix melakukan semua ini adalah untuk melindungi pelaku sesungguhnya."Steven mengatupkan bibirnya rapat-rapat, pandangannya muram. Dia berkata, "Di mana Hanna sekarang?"Noel tertegun, lalu bertanya, "Kamu mencurigai Nona Hanna?""Kalau dugaanku benar, dia sudah nggak di dalam negeri lagi," ujar Steven.Noel langsung melakukan panggilan telepon.Ternyata benar dugaan Steven, Hanna memang telah meninggalkan negeri ini tepat pada hari Vanesa mengalami kecelakaan.Jawabannya sudah jelas.Tatapan Steven berubah tajam, dia berkata, "Ajukan izin terbang. Malam ini juga aku akan terbang ke Negara Kartan.""Baik, akan segera kuatur!" sahut Noel tanpa ragu."Kamu ke Negara Kartan mau cari s
Di kediaman Felix di ibu Kota Negara Kartan.Hanna sudah di rumah Felix selama tiga hari. Namun, Felix belum muncul sekali pun.Hanna sempat bertanya pada Edi.Edi menjawab bahwa Felix sedang ada urusan penting beberapa hari ini, tetapi soal apa urusannya, Edi tidak menjelaskan lebih lanjut.Hanna merasa ada yang tidak beres.Dia ingin menghubungi Felix, tetapi saat dia mengeluarkan ponselnya, dia baru sadar bahwa di sana tidak ada sinyal.Lebih tepatnya, sinyal di tempat itu diblokir.Hanna bertanya pada Edi, "Apa maksud Felix ini?"Edi menjawab dengan ekspresi datar, "Maaf, Nona Hanna. Aku hanya menjalankan perintah Pak Felix. Pasti ada alasan kenapa dia melakukan itu. Mohon kamu bersabar."Hanna menatap Edi, hatinya terasa makin sedih.Edi adalah tangan kanan Felix. Jika dia yang ditugaskan di sini, maka Felix pasti tidak berniat kembali dalam waktu dekat dan tidak berniat membiarkannya pergi.Hanna menatapnya erat-erat.Akan tetapi, ekspresi Edi tetap tenang dan datar.Hanna meras
Alex dan Jake berjalan bersama menuju ruang perawatan bayi.Di tengah perjalanan, Jake bertanya pada Alex, "Ingatan Bu Stella masih belum kembali?"Alex menggeleng pelan, lalu menjawab, "Belum." Dia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Tapi tadi malam dia bermimpi buruk. Katanya dia melihat seseorang berlumuran darah, wajahnya nggak jelas. Dia terbangun ketakutan dan terus berkata bahwa dadanya nyeri."Jake mengerutkan kening saat mendengar itu, lalu berkata, "Dia dan Vanesa seperti saudari. Meski ingatannya hilang, tapi di dalam alam bawah sadarnya, dia masih peduli pada Vanesa.""Sepertinya memang begitu," gumam Alex dengan napas berat. "Ini salahku. Aku terlalu menyepelekan mimpinya, mengira itu hanya trauma biasa. Kalau aku tahu itu berkaitan dengan Vanesa, mungkin nggak akan terjadi seperti ini," lanjut Alex."Hidup selalu penuh kejutan," ujar Jake dengan lirih. "Aku pun menyesal. Kalau aku tahu Vanesa akan mengalami semua ini selama aku pergi ke luar negeri, apa pun yang terja
Dokter Riley menoleh ke arah Steven, lalu bertanya, "Kamu suami dari pasien?"Steven mengerutkan kening, lalu menjawab dengan suara rendah, "Ya."Dokter Riley bertanya, "Apa kamu mau lihat anak laki-laki itu?"Tenggorokan Steven bergerak kaku saat menelan ludah. Beberapa saat kemudian, dia baru menjawab, "Ya."...Seorang perawat membimbing Steven menuju ruang tempat bayi itu berada.Bayi dengan berat 1,5 kilogram itu tampak sangat kecil.Dia terbaring diam tanpa suara di sana. Tubuhnya mungil, bahkan lebih kecil dari telapak tangan Steven sendiri.Andai dia bisa bernapas, dada kecilnya pasti akan menunjukkan detak jantungnya.Namun, bayi itu tidak bernapas dan tidak ada detak jantung. Dia hanya terbaring dingin di sana, dia bahkan belum sempat melihat dunia ini satu kali pun.Steven memejamkan mata, menahan rasa pahit yang mendadak naik ke tenggorokan."Ini formulir yang harus ditandatangani. Silakan diperiksa dulu," ujar perawat sambil menyerahkan beberapa lembar formulir pada Stev
Mendengar penjelasan perawat, Amanda tidak sanggup lagi menahan dirinya. Dia menangis keras dalam pelukan Marlon.Steven menerima surat pernyataan kondisi kritis itu. Dia menggenggam pena dengan tangan gemetar, lalu menuliskan tanda tangannya.Perawat itu mengambil surat tersebut, lalu berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat.Steven menatap pintu itu dalam diam, tatapannya gelap.Detik demi detik berlalu.Tak lama, Noel kembali setelah menyelesaikan urusannya. Dia berjalan ke sisi Steven dan berkata dengan suara rendah, "Pak Steven, darah tambahan sedang dalam perjalanan. Kira-kira akan tiba dalam 20 menit."Steven hanya menjawab singkat.Noel pun mundur ke samping tanpa suara.Marlon mendengar percakapan mereka, lalu melirik ke arah Steven. Amanda merasa makin marah. Dia mendorong Marlon dan berjalan ke depan Steven sambil bertanya, "Apa yang kamu lakukan pada Vanesa?"Steven mengerutkan kening, dia menjawab, "Aku nggak pernah menghubunginya selama ini.""Lalu kenapa Vanesa
"Baik," jawab Andi.Suasana di ruang operasi sangat tegang.Ahli anestesi memberikan bius total pada Vanesa.Sebelum kesadaran Vanesa menghilang sepenuhnya, dia menggenggam tangan perawat dan terisak memohon, "Tolong selamatkan anakku. Kumohon selamatkan anakku."Perawat itu berusaha menenangkan Vanesa.Tak lama kemudian, efek bius mulai bekerja. Vanesa pun terlelap.Dokter Anggi datang. Setelah selesai sterilisasi, dia segera memasuki ruang operasi."Persalinan prematur kembar?" gumam Anggi saat melihat jumlah pendarahan itu. Ekspresinya seketika berubah serius, dia bertanya, "Bagaimana kondisi kedua janin?""Satu detak jantungnya nggak stabil," jawab Dokter Riley."Ini rumit, apalagi dia memiliki golongan darah yang langka. Tunggu …" kata Dokter Anggi. Dia membuka kembali catatan medis Vanesa, tetapi tangannya tiba-tiba berhenti, kemudian bertanya, "Sebelumnya dia sempat dua kali mengalami tanda-tanda keguguran?"Dokter Riley menjawab, "Benar. Aku sudah memeriksa kondisinya. Di awal