Dua puluh delapan tahun yang lalu, kepala Keluarga Dallas, Balin Dallas, tewas dalam kecelakaan pesawat, jasadnya tidak ditemukan.Kecelakaan itu begitu mengejutkan. Kepergian Balin juga sangat mendadak, meninggalkan istri, Giny, dan anak lelakinya yang baru berusia tujuh tahun, Steven.Giny tidak mengerti bisnis dan Steven masih kecil. Dalam sekejap, Keluarga Dallas kehilangan penopang utamanya dan saham perusahaan pun bergejolak!Para pemegang saham besar mulai bersikap ambisius dan anggota Keluarga Dallas lainnya pun menunjukkan niat buruk, berhasrat merebut kendali.Pada masa itu, Giny, seorang wanita yang harus membesarkan putranya sendirian, merasa sangat terisolasi dan tanpa dukungan. Seluruh masyarakat Kota Amari mengira Grup Dallas akan dipecah-pecah dan diambil alih.Namun, yang mengejutkan, hanya dalam hitungan bulan, gejolak di Grup Dallas mereda. Giny bersama Steven berhasil bertahan di Keluarga Dallas.Lama-kelamaan, beredar kabar di Kota Amari bahwa Giny memakai cara-ca
"Aku baik-baik saja, Dokter Jerry, nggak perlu khawatir tentang aku.""Kapan kamu berencana kembali ke Kota Guwan?"Vanesa terdiam sebentar, lalu berkata, "Aku berencana menetap di Kota Amari.""Kamu mau menetap?" Jerry jelas terkejut, nada suaranya juga terdengar sedikit bingung. "Kenapa tiba-tiba ingin menetap?"Vanesa menganggap Jerry sebagai teman, jadi tentang masalah Alfredo, dia menceritakan semuanya kepadanya tanpa ada yang ditutupi.Setelah mendengar ceritanya, Jerry terdiam.Beberapa saat kemudian, Jerry bertanya, "Jadi, keputusanmu untuk tinggal di Kota Amari ini demi Alfredo?""Ya," jawab Vanesa. "Sekarang nama Alfredo sudah tercatat di Keluarga Dallas. Steven dan tunangannya memperlakukan dia dengan baik. Aku juga sudah menanyakan pendapat Alfredo dan dia menyukai kehidupan sekarang. Selain itu, Steven nggak membatasi aku bertemu Alfredo. Jadi, bisa dibilang sekarang kami mengasuh anak itu bersama-sama."Pesta pertunangan Steven dan Risa sangat mewah, seluruh Kota Amari me
Setelah berpikir panjang, Vanesa akhirnya memutuskan untuk menetap di Kota Amari.Dia merasa bahwa suatu hari nanti Jake akan menikah dan memiliki anak, sehingga tidak pantas baginya untuk terus tinggal di Bumantara.Meskipun hubungan mereka seperti kakak-adik, karena tidak memiliki ikatan darah, orang luar mudah salah paham dan berprasangka.Agar tidak memengaruhi pilihan pasangan Jake di masa depan, Vanesa merasa perlu memiliki tempat tinggal sendiri.Vila tepi sungai di Sungai Andan yang dibelinya empat tahun lalu hingga kini masih kosong.Lokasinya dekat studio dan TK-nya Bella, sehingga nanti mengantar-jemput anak saat berangkat dan pulang kerja akan lebih mudah.Vanesa mulai mengurus renovasinya. Sekarang bulan Juni, jika dikebut, renovasi bisa selesai dalam enam bulan dan dia bisa pindah pada September tahun depan.Jake yang mengetahui rencananya merasa sedikit kecewa.Namun, dia memahami kekhawatiran Vanesa. Jake tidak berkata apa-apa, malah secara sukarela menolong mencari des
Vanesa tidak menyangka Risa tiba-tiba menanyakan hal itu.Dia berpikir sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kami baru mulai berkencan."Risa mengerutkan kening. "Benarkah?""Apa Nona Risa khawatir aku masih punya perasaan pada Pak Steven?"Risa menjawab, "Nggak tuh."Dia menanyakan ini atas nama Steven, tentu saja, juga untuk dirinya sendiri.Menurutnya, Jake memang punya perasaan pada Vanesa, tetapi Vanesa ... dia belum bisa menebaknya untuk saat ini."Nona Risa nggak perlu khawatir. Hubunganku dan Pak Steven sudah benar-benar berakhir. Aku tulus mendoakan kebahagiaan untukmu dan Pak Steven."Risa berkata, "Terima kasih."'Kamu memang tulus, tapi orang lain bisa saja merasa terluka hatinya.'Risa menggendong Alfredo, berpamitan pada Vanesa, lalu berbalik dan masuk ke dalam mobil....Sesampainya di Mansion Resta, Zaina mengajak Alfredo mandi dan tidur.Risa mengetuk pintu ruang kerja."Masuk."Risa membuka pintu, melangkah masuk, lalu menutupnya kembali.Steven duduk di depan meja kerjanya
Begitu keluar dari ruang pesta, Jake segera menarik tangannya kembali.Dia mencopot dasi kupu-kupunya sambil menghela napas. "Duh, aku nggak terbiasa pakai baju formal. Dasi ini rasanya nyangkut di leherku, tahu nggak!"Vanesa memandangnya, seperti melihat adik sendiri."Kamu tadi tanggap banget," katanya. Tadi dia spontan berinisiatif karena tatapan Bryan padanya terlalu mengganggu. Dalam situasi seperti itu, dia hanya bisa menjadikan Jake sebagai pacar pura-puranya."Bryan itu jelas bukan orang baik!" Jake mendengus dingin. "Waktu aku balik dari ambil jus, aku langsung lihat dia. Tampangnya rapi, tapi bejat. Dia kira aku nggak bisa lihat sisi bejatnya cuma karena pakai kacamata!""Pokoknya, orang yang bermarga Brandson itu bukanlah orang baik!" Jake menambahkan dengan kesal.Vanesa sangat setuju dengan perkataan Jake."Dia dan Julian ternyata saling kenal," ujar Vanesa dengan serius. "Aku akan cari kesempatan buat bertanya ke Julian bagaimana mereka bisa kenal.""Betul, ini harus dit
Dia dan Julian berdiri di atas panggung, bergantian berbicara, mengucapkan kata-kata resmi dan sopan.Sepanjang proses itu, senyum tipis selalu mengembang di bibir Vanesa dan sesekali matanya yang indah menyapu ke arah penonton. Tanpa maksud memandang siapa pun, tetapi setiap orang merasa seakan-akan tatapannya tertuju pada diri mereka.Steven dan Risa tiba tepat saat itu.Melihat wanita itu berbicara dengan percaya diri di atas panggung, Steven seketika terhenti. Risa menoleh, menatap Steven, bibir merahnya tersenyum tipis. Risa mendekat sambil merendahkan suaranya, menggoda, "Setelah bercerai, mantan istrimu ini tampak begitu bersinar. Memang ya, pernikahan yang buruk itu menguras energi!"Steven menyipitkan mata, menatapnya dengan dingin.Risa bersiul. "Lihat itu, ada cowok tampan yang datang langsung menolongnya turun dari panggung! Wah, kakinya panjang, tipe yang aku suka banget."Steven mengejek dengan dingin, "Dia gay.""Sensi nih?" Risa tertawa. "Aku pernah melihatnya di Buman