Share

Bab 4

Penulis: Anindya
Dia menatapku dan tiba-tiba memelukku erat-erat. "Lina, aku suka padamu. Apakah kamu bersedia membiarkanku melindungimu selamanya?"

Aku bersandar di pelukannya, mengingat kembali momen ketika dia mengatakan bahwa aku masih punya dirinya. Tanpa sadar, aku mengangguk.

Setelah lulus kuliah, aku dan Bagas menikah.

Pada tahun pertama pernikahan kami, kami menghadapi wabah virus besar.

Saat itu, dia sedang dalam perjalanan dinas, sementara aku terkurung sendirian di rumah. Aku tidak bisa mendapatkan obat dan sangat ketakutan setiap melihat laporan kematian yang kian hari kian meningkat.

Tengah malam, aku mendengar suara ketukan di pintu. Aku pun melihat melalui lubang pintu dengan tegang dan ternyata itu adalah Bagas.

Dia berdiri di depan pintu dengan napas terengah-engah, seolah-olah baru saja jatuh dari langit.

"Kenapa kamu sudah pulang?" Aku ingat bahwa siangnya dia masih berada di kota yang berjarak ratusan kilometer dariku.

"Aku nyetir pulang," katanya sambil terengah-engah di balik masker tebal. "Jangan keluar."

Dia mengeluarkan sekotak obat dari dalam jaket dan meletakkannya di depan pintu. "Setelah aku pergi, ingatlah untuk mengambil obat ini."

"Kamu mau ke mana?" Aku merasa bingung.

Padahal dia sudah pulang, kenapa tidak tinggal di rumah?

"Aku masih ada sedikit urusan," jawabnya, lalu langsung pergi dengan tergesa-gesa.

Kemudian aku baru tahu bahwa hari itu dia demam tinggi. Dia menyetir selama lima jam tanpa henti hanya untuk membawakan aku sekotak obat.

Dia bisa saja meminta orang lain untuk mengirimkan obat padaku, tapi dia khawatir obat itu akan hilang dalam perjalanan sehingga aku tidak punya obat ketika sakit dan butuh.

Aku tidak pernah meragukan cinta Bagas padaku.

Namun, orang yang sedemikian mencintaiku ini malah tiba-tiba jatuh cinta pada gadis baru di perusahaannya.

Dia bilang gadis itu polos dan lugu, membuat dia ingin melindunginya dengan segala cara.

Aku telah menyelidiki gadis itu. Memang benar, dia memiliki penampilan yang tampak polos. Dia juga memiliki nasib tragis yakni ditinggalkan orang tuanya. Hal-hal ini cukup membangkitkan naluri melindungi dari seorang pria.

Faktanya, gadis itu pernah memanfaatkan latar belakangnya itu untuk menarik perhatian banyak pria.

Ketika aku menghadapkan semua bukti ini di depan Bagas, dia sama sekali tidak percaya.

"Lina, kamu terbiasa dengan permainan licik di dunia bisnis sehingga selalu berpikir buruk tentang orang lain," ujarnya.

Dia merasa aku tidak sepolos dan sebaik Sari.

Dia lupa dirinya juga pernah berjanji untuk melindungiku selamanya.

Saat pertama kali menemukan dirinya mulai berbagi kehidupan sehari-harinya dengan Sari, rasa waspada langsung muncul dalam diriku.

Ketika seorang pria berbagi momen sehari-hari dengan seorang wanita, artinya dia tertarik pada wanita tersebut.

Namun, saat itu aku hanya memberikan peringatan secara tentatif padanya.

Dia meyakinkanku tidak ada hubungan apa pun antara dirinya dan Sari.

Beberapa waktu kemudian, aku memeriksa riwayat obrolan mereka. Mereka berbagi tentang sarapan, makan siang, dan makan malam yang mereka nikmati, berbagi tentang bunga, burung, ikan, dan serangga yang mereka lihat, serta lagu yang mereka dengarkan.

Pada saat itu, kotak obrolan yang disematkan di bagian atas itu menampilkan pesan terakhir dari sebulan yang lalu.

Hingga pada hari ulang tahunku, dia menerima pesan dari Sari lagi. "Pak Bagas, manajer memintaku untuk menemani Pak Diko minum. Aku takut ...."

Satu kalimat itu saja membuat Bagas langsung meninggalkanku yang baru saja menyalakan lilin di atas kue, bergegas menuju hotel.

Malam itu, dia tidak kembali bahkan setelah lilin padam dan leleh memenuhi seluruh kue.

Keesokan harinya, dia pulang dengan kondisi kerah bajunya penuh jejak lipstik. Ada pula tanda cakaran yang mencolok di lehernya.

Dia berlutut di depanku untuk meminta maaf.

"Dia diracuni oleh bajingan itu, aku nggak punya cara lain lagi ...."

Aku tidak mengerti kenapa dia terus mengaku tidak berdaya. Akal sehatku juga memberitahuku bahwa pria ini sudah tidak layak untuk dipertahankan lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Luh Ade
keren ceritanya
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
palingan dimaafkan, gak percaya aku dg wanita sampah bucin
goodnovel comment avatar
finza ridho diamonds
ceritanya bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 11

    Dia adalah kakak tingkat yang menyelamatkanku di depan gerbang kampus.Tak disangka, hari ini dia menyelamatkanku lagi.Aku pun mentraktirnya makan dan mengetahui namanya, Darwin Vandasia.Kami saling bertukar kontak dan menjadi semakin akrab.Aku menyadari bahwa pandangan hidup kami sejalan, minat kami juga mirip. Lucunya, sebulan kemudian tetangga sebelah menghubungi ayahku untuk memperkenalkanku seorang calon pasangan, kebetulan dia yang diperkenalkan padaku.Enam bulan kemudian, kami menikah.Pada hari pernikahan, Darwin khawatir aku akan kelelahan mengenakan sepatu hak tinggi, jadi dia membiarkanku beristirahat di ruang rias sementara dia menyambut para tamu.Tiba-tiba, Bagas menerobos masuk.Dia tampak kumuh dengan mata kemerahan karena lelah.Saat melihatku mengenakan gaun pengantin, kilatan rasa takjub dan sakit hati bercampur dalam matanya."Lina."Dia melangkah mendekat, suaranya serak. "Aku baru saja bermimpi. Dalam mimpi itu, kita menikah. Tapi, aku mengkhianatimu dan jatuh

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 10

    "Baik, saya akan lebih teliti lagi!" ujar satpam.Usai itu, aku berbalik untuk mengucapkan terima kasih kepada pria yang baru saja membantuku, tetapi entah kapan dia sudah pergi tanpa jejak.Selama beberapa waktu setelah kejadian itu, aku tidak melihat Bagas lagi.Kemudian, aku mendengar dari satpam bahwa dia pernah datang beberapa kali, tetapi selalu diusir. Pihak kampus telah menghubungi orangtuanya dan meminta mereka untuk membawanya kembali ke kampus. Kalau tidak, dia akan menghadapi kemungkinan dikeluarkan.Orang tua Bagas terpaksa pergi ke luar kota untuk mengawasinya secara langsung.Meskipun begitu, dia tetap bolos banyak mata kuliah. Hingga aku lulus, aku baru tahu ketika menghadiri reuni bahwa Bagas masih harus mengulang beberapa mata kuliah.Setelah lulus, aku mengumpulkan kembali koneksi yang dulu aku bangun untuk Bagas dan mengundang mereka satu per satu ke perusahaan ayahku.Berkat kerja sama yang baik antara aku dan ayah, perusahaan kami berkembang pesat dan berkemungkin

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 9

    "Aku hanya bilang bahwa urusan pas kuliah dibicarakan ketika kuliah saja," ucapku dengan datar. "Aku nggak pernah bilang ingin pacaran denganmu."Bagas terhuyung, kedua tangannya mengepal dengan kuat.Dia mungkin sudah yakin betul bahwa aku akan bersamanya.Dia tidak pernah mengambil aksi tanpa kepastian. Dulu begitu, sekarang pun sama.Dia berani berselingkuh dengan Sari secara terang-terangan juga karena dia tahu betul bahwa aku sangat mencintainya hingga tidak bisa hidup tanpanya.Akan tetapi, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak bisa hidup tanpa seseorang. Aku tidak akan bergantung pada siapa pun lagi, baik diriku yang sekarang maupun diriku yang akan datang.Aku tidak menoleh lagi, berbalik dan masuk ke dalam rumah.Namun, Bagas tidak menyerah. Sepanjang liburan, dia datang ke depan rumahku setiap hari dan terus-menerus meneleponku. Akhirnya, bahkan ayahku pun mulai curiga dan bertanya tentang hubungan kami.Dia tahu bahwa aku pernah menyukai Bagas, tetapi dia juga menyad

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 8

    Apakah mungkin bukan tipe kesukaannya yang berubah, tapi hanya perasaannya padaku yang sudah sirna.Meskipun tidak ada Sari, tetap akan ada wanita lain yang menggantikan posisiku di hatinya."Lina!" Begitu melihatku, Bagas bersikap seolah menemukan penyelamat. Dia langsung berteriak.Namun, aku berjalan melewati mereka tanpa menoleh. Aku bisa melihat wajah Bagas yang tiba-tiba menjadi kaku.Selama beberapa hari ke depan, aku terus mengabaikan Bagas.Mungkin kecuekanku akhirnya membuatnya tidak tahan. Suatu hari sepulang sekolah, dia menghentikanku di tengah jalan."Lina, kenapa kamu tiba-tiba jadi dingin padaku?" Bagas menatapku dengan serius. Ketika aku melihatnya, matanya tampak merah dan ada lingkaran hitam di bawahnya. Jelas sekali dia tidak tidur dengan baik akhir-akhir ini."Apakah gara-gara kemarin adik kelas itu mengaku perasaannya padaku?" tebak Bagas, lalu melangkah lebih dekat ke arahku. "Aku nggak terima dia! Aku ....""Aku hanya ingin fokus belajar." Aku memotong ucapan Ba

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 7

    Aku berjalan ke ruang tamu dan kebetulan melihat ayahku keluar dari dapur. Ayah terbatuk-batuk akibat asap yang tebal."Uhuk ... uhuk!"Tangan ayah terus mengibas di depan hidung. Ketika melihatku, wajahnya menunjukkan rasa segan. "Kamu sudah pulang sekolah, ya? Masakannya gosong, tunggu sebentar, ya."Sebelum ayah selesai bicara, aku sudah melompat ke pelukannya.Aku memeluknya erat-erat, menyembunyikan wajahku di bahunya yang lebar."Ada apa?" Ayah terdiam sejenak, lalu menepuk punggungku untuk menghibur. "Itu hanya gosong, bukan masalah besar. Ayah bisa masak lagi. Atau, kita makan di luar saja?"Aku tidak jawab, hanya menangis terus menerus.Setelah ibu meninggal, aku terjebak dalam kesedihan tanpa menyadari bahwa itu juga masa tersulit bagi ayahku. Selanjutnya untuk mendukungku dalam ujian akhir, ayah mengesampingkan pekerjaannya yang sibuk. Dia mulai belajar memasak dan mengurus semua pekerjaan rumah.Aku malah menganggap semua itu sebagai hal yang wajar dan bahkan pernah berteng

  • Cinta Lima Belas Tahun   Bab 6

    "Lina, apakah kamu bisa mengerjakan soal ini?"Suara familiar di telinga membuatku langsung membuka mata.Di depanku ada teman-teman sekelas yang mengenakan seragam sedang bercanda tawa. Ada pula papan tulis yang dipenuhi soal-soal matematika.Ini adalah pemandangan yang sering muncul dalam mimpiku sejak Bagas memaksaku untuk bercerai.Aku selalu ingin kembali ke masa SMA, masa-masa Bagas paling mencintaiku.Jadi, apakah aku bermimpi lagi?"Lina, aku bertanya padamu. Kenapa kamu melamun?" Sebuah tangan yang indah dan panjang melambai di depan mataku.Aku berbalik dan langsung bertemu dengan senyuman Bagas yang lebar.Bibirnya membentuk lengkungan yang indah, mata hitamnya menunjukkan kilauan lembut yang bersinar. Dia menatapku tanpa berkedip.Aku seketika tertegun.Sudah berapa lama aku tidak melihat Bagas menunjukkan senyuman seperti ini?Mungkin setahun, dua tahun, atau bahkan lebih lama lagi.Aku sudah tidak ingat.Reaksi pertamaku adalah merasa mimpi ini sangat nyata, tapi ada inst

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status