Share

ADU DOMBA

Author: Widia
last update Last Updated: 2024-07-31 10:07:29

Kalian tahu??

Apa rasanya setelah dilecehkan oleh sepupu sendiri? Sedangkan, yang seharusnya sebagai korban malah disudutkan? Kecewa, Marah, trauma, campur aduk deh, pokoknya. Apalagi gak ada satu orang pun yang percaya sama kamu dalam posisi traumamu sekarang.

Parahnya, selain harus menangani segala rasa itu, aku juga harus memulihkan trauma itu sendiri, semuanya, dan pastinya, aku harus tetap bersikap baik-baik aja didepan mereka. Karena percuma, sekuat apapun aku membela diri pada mereka. Aku tetap gak akan pernah benar.

Aku mengelap bibirku, kesal. Jijik! Jika tiba-tiba ingat lagi kejadian kemarin. Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?

Apa aku sekuat itu? hingga Tuhan memberiku berbagai masalah yang gak kunjung habisnya. Aku menghela nafasku, menatap langit yang biru dengan awan putih yang indah siang itu.

"Dor!" Nia mengagetiku, ia baru saja keluar dari kelasnya.

Aku tersentak "Ampun deh na, bisa gak sih loe gak ngangetin gue begitu."

Aku memang selalu menunggu nia di dekat pintu kelasnya, jika kelasku, bubar lebih dulu.

"Ngelamun mulu! Ada apa sih dinda? Loe ada masalah? Cerita dong sama gue, mungkin gue bisa bantu" Tanya nia padaku.

Nia, sebenarnya aku...

Aku mengurungkan niatku "Gak ada kok, emang gue bengong ya?" Tanyaku mengalihkan.

Sebenarnya, aku ingin menceritakan semua tingkah bejat sepupuku pada nia, tapi nia mudah tersulut emosi dan aku lebih memikirkan dampak buruk jika menyebarkan aib ini.

Jadi, untuk masalah ini, aku harus merahasiakannya.

"Hmm..." jawabnya sambil mengangguk-anggukkan kepala.

"Ayo pulang!" Ajakku mengalihkan kecurigaan nia.

"Serius, ada masalah apa?" Tanya nia penasaran.

"Gak ada masalah!" Jawabku bohong.

"Masa sih?" Nia gak percaya.

"Tar kalo gue ada masalah pasti cerita. Lagian, loe pengen banget gue punya masalah!" Tatapku jengkel.

Nia terbahak "Ya bukan gitu juga maksud gue. Syukur-syukur loe gak punya masalah malahan"

"Udah ah, ayo balik tar orang rumah cuap-cuap!"

Nia menggaruk kepalanya yang mungkin gak gatal, dia malah seperti orang kebingungan mendengar ajakanku "Duh gimana ya, hari ini gue mau nugas dulu di rumah aini, kita gak bisa balik bareng"

Aku menghela nafas cepat "Ya udah gue balik duluan deh! Bye!"

"Bentar!" Cegah nia menarik tanganku. "Tunggu sini, sabar!" Katanya menahanku, sementara ia berlari menuruni anak tangga depan kelasnya.

"Zendraaa!!!" Teriak nia menghentikan sebuah motor yang melaju pelan, keluar dari parkiran sekolah.

Motor itu langsung berhenti. Lalu, sang pengendara motor tersebut melepas helm yang dikenakananya. Wajah putih, yang tirus itu tampil dari balik helmnya.

Siapa zendra? Teman sekelas nia? Selama ini aku sering bolak-balik ke kelasnya, tapi sama sekali belum pernah melihat wajah asingnya. Apa dia anak pindahan dari sekolah lain?

"Kenapa na?" Sahutnya cepat.

"Loe mau langsung balik kan?" Masih dengan berteriak, nia kembali bertanya pada temannya.

"Iya. Emang kenapa?" Sahutnya lagi dengan suara yang gak kalah kencang dari nia. Emangnya anak administrasi sering teriak-teriak begitu ya?

Mendengar jawaban temannya, nia langsung kegirangan. Ia melirikku yang masih terpaku ditempat yang sama. Nia berlari ke arahku, secepat angin, lalu menarikku untuk mendekat ke temannya.

"Sekalian anterin temen gue balik ya" pintanya setelah kami berdekatan.

Alisku naik sebelah begitu mendengar, nada bicara nia yang jadi genit, gak berhenti sampai disitu, nia juga menyolek-nyolek genit temannya itu, agar mau mengantarku pulang, dan zendra hanya menatap bingung tingkah konyol nia padanya.

Aku menyenggol lengan nia "na... apaan sih loe!" Aku yang merasa canggung menyela tingkah nia.

Tak mempedulikanku, nia masih bersikeras merayu zendra "Mau kan zen anter teman nia? Jalan ke rumah kalian searah kok" pinta nia lagi, wajahnya tersipu-sipu.

Ah! Astaga... kenapa sih dia bikin aku malu aja!

Mataku memicing, "Na!" Aku mencegah nia, ingin menghentikan tingkah konyolnya.

Nia belum berhenti, ia malah mencubit kecil lenganku, dengan sedikit memonyongkan bibirnya yang terdengar seperti kata syuuth! yang di mute, di mulutnya, untuk memintaku diam.

Zendra, masih nampak kebingungan di atas jok motornya.

"Bisa kan zen?" Tanya nia lagi, dengan tekanan nada yang memaksa.

"I..iya bisa sih..." jawab zendra ragu.

Nia memelototiku "Udah cepet naik" katanya, ia mendorongku untuk lebih mendekat ke motor temannya itu dengan semangat 45.

"Nggak usah deh, gue bisa kok balik sendiri!" Tolakku cepat, karna yang ku perhatikan, zendra seperti risih dengan tingkah nia yang memintanya untuk mengantarku.

"Ayo gak apa, zen antar nda pulang!" Katanya, kali ini suaranya terdengar mantap tanpa ragu.

Nia tersenyum lebar, selebar-lebarnya, sampai sedikit berjingkrak dan memukul pelan lenganku "Udah buruan naik!" Paksa nia padaku. Ia bahkan membantuku untuk naik ke motor temannya.

Iya nia...

Aku tahu apa maksudmu ini, aku tahu...

Supaya aku gak kesepiankan punya kenalan baru, jadi kamu menjebakku dengan temanmu yang lugu ini, agar aku baik-baik saja,

Iyakan?

"Tapi serius gak ngerepotin nih?" Tanyaku memastikan lagi, memastikan agar bisa menghindar sih sebenarnya.

Zendra menoleh, ia tersenyum dengan bibir tipisnya "Iya dinda!" Katanya membuat senyum nia makin mengembang selebar-lebarnya.

"Byeee!" Teriak nia kegirangan melihatku dibawa pergi oleh temannya, ia sampai melompat-lompat kegirangan.

***

"Disini?" Tanya zendra memastikan saat hendak mengerem motornya.

"Iya, sampai sini aja!" dengan perlahan aku turun dari motornya.

Zendra melihat sekeliling yang hanya ada pepohonan, "yakin gak apa-apa zen turunin nda disini?" Tanyanya cemas setelah melihat gak ada satu orang pun yang melintas.

"Iya gak apa, tinggal jalan sedikit kesana" Tunjukku pada jalan setapak diantara pepohonan itu.

"Ya udah zen lihatin dari sini" Zendra mematikan mesin motornya.

"Kenapa dilihatin?" jawabku polos.

"Kan kalau ada apa-apa zen bisa langsung nolongin!" katanya lagi.

"Ooh.. tapi gue udah biasa lewat sini kok! Loe pulang aja gak perlu lihatin gue"

"Zen udah janji ke nia buat anter nda pulang tadi, kalau misal terjadi sesuatu sama dinda, bisa-bisa zen dihabisin sama nia besok!" Katanya sambil bergidik, mungkin zendra membayangkan nia melayangkan bogeman dengan tangan besarnya.

Aku mengatup bibirku, menahan tawa. Ingin melepas tawa, takut nanti zendra tersinggung. Kok bisa-bisanya cowok takut sama teman ceweknya?

"Gue gak bakal ngaduin apa-apa tentang loe ke nia. Loe gak usah takut!" kataku menenangkannya.

"Bener ya?"

Aku mengangguk, "Btw makasih ya buat tebengannya."

"Sama-sama dinda" Ekspresi zendra terlihat sumringah.

"Oh iya, hampir lupa. Gue mau nanya"

"Nanya apa nda?" Tanya zendra penasaran. Ekspresinya mulai berubah, serius.

"Kok loe bisa tau nama gue?"

"O..emm.. itu" zendra memutar bola matanya, seperti mencari jawaban.

Kenapa dia terlihat panik?

"Itu kenapa?" Tanyaku jadi penasaran.

"I..itu karna zendra kenal sama desha. Desha mantan dinda kan?"

Zendra kenal desha? Sejak kapan? Bagaimana juga cara mereka berkenalan?  Masalahnya, desha selalu cerita tentang teman-teman dan orang-orang yang dia kenal padaku, tapi ada nama zendra di sekolah aja, aku baru tahu dari nia tadi. Ini aku lagi gak dibohongi kan ya?

"Oh gitu ya?"

"Ya udah zen pulang dulu ya dinda, bye dinda!" Zendra melambaikan sebelah tangannya, lalu membawa motornya berlalu dari hadapanku.

"Pacaran terus!" Ucap tante diah mengagetkanku.

Entah sejak kapan dia berdiri di sana, dibelakangku, tepatnya dihadapanku saat aku berbalik setelah membalas lambaian zendra.

"Pantesan ya pulang telat terus, gak mau ngasuh galang, ternyata begini kelakuan kamu" Tante diah memasang wajah sinisnya.

"Dinda gak pacaran tante!" Bantahku cepat.

"Kamu tuh kerjaannya bohongin tante terus ya! Tante aduin kamu ke nenek!" Tante diah mengancamku seperti anak tk.

Setengah berlari, tante diah melintasi jalan setapak itu untuk menghindari jawabanku, hingga aku harus mengejarnya.

"Tante, dinda beneran gak pacaran!" Ucapku sambil tergesa-gesa menyusulnya.

Tante diah menghentikan langkahnya, ia terbungkuk menahan letih "Nek, nih cucunya pacaran terus!" Teriak tante diah setelahnya.

Astaga!!!

Kenapa sih aku harus hidup berdampingan dengan tante yang kekanak-kanakan seperti tante diah?

Nenek yang mendengar teriakan tante diah itu langsung keluar dari dalam rumah. Beliau berdiri di depan pintu dengan melemparkan tatapan membunuhnya padaku.

"Nggak nek, dinda gak pacaran kok, tadi temen nia yang antar dinda pulang" aku berusaha membela diri dengan berkata sejujurnya.

Tahu gak apa reaksi nenek?

Beliau cuma diam lho masih dengan tatapan yang sama, artinya nenek gak percaya dong sama aku? Padahal aku udah bicara yang sebenar-benarnya.

"Kalau gak pacaran kenapa pulang telat terus?" Cerca tante diah masih bersikeras menuduhku.

Aku?... Pulang telat terus?... sejak kapan?...

Aku mendelik tak percaya, lagi-lagi tuduhan itu dilayangkan tante diah padaku "Dinda gak pernah pulang telat kok, dinda selalu langsung pulang" aku masih terus membela diri.

Karna memang kenyataannya begitu, aku selalu pulang tepat waktu. Tapi kenapa sih? Tante diah selalu ingin membuatku jadi orang yang terlihat salah?

"Ita udah pulang dari jam 12. Ini lihat kamu, jam berapa kamu pulang sekarang?" Tante diah menyentakku seolah-olah dirinya sudah benar.

Alisku mengerut cepat, "ita?"

"Iya, tadi tante ketemu dia di warung. waktu tante tanya, ita bilang kalau kelas udah bubar dari jam 12"

Ita!!! Sialan!!!

Anak itu, dia kan si ahlinya pingsan, emang sering dipulangin lebih cepat dibanding yang lain, kenapa harus bawa-bawa kelas? Toh yang dipulangin jam 12 cuma dia doang!

"Jam 12 kami baru istirahat tante, si ita pulang jam segitu karna pingsan tadi di sekolah. Kalau tante gak percaya tanya aja sama nia!"

"Kamu sama nia sih sama aja! Paling kalian bersekongkol!" Tante diah terus menyerangku.

"Ih, ngapain juga dinda sekongkolan sama nia. Ya udah tante ke sekolah aja tanya guru dinda. Biar tante percaya!"

Tante diah langsung melengos mendengar jawabanku.

"Dinda! Masuk!" Bentak nenek, alih-alih membelaku.

Aku tersenyum sinis.

Percuma! Pokoknya percuma menjelaskan sama mereka, mau sefakta apapun aku dengan posisi benarku, bagi mereka, aku tetap harus salah.

Aku mendecak kesal sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarku dengan membanting pintu.

Aku gak tahan lagi!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Manis Masa Sekolah   EPILOG

    Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke

  • Cinta Manis Masa Sekolah   63

    Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m

  • Cinta Manis Masa Sekolah   62

    "Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata

  • Cinta Manis Masa Sekolah   61

    Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang

  • Cinta Manis Masa Sekolah   60

    Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn

  • Cinta Manis Masa Sekolah   59

    Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status