Home / Rumah Tangga / Cinta Memabukkan MR. CEO / 5. Tersadar dalam Kebodohan

Share

5. Tersadar dalam Kebodohan

Author: Keluh
last update Last Updated: 2023-04-30 14:30:24

"Untuk tadi malam, aku minta maaf." Aku mencari kebohongan dari matanya, namun ia terlihat begitu tulus.

Padahal aku hanya bisa melihat keangkuhan dengan wajah dingin dari paras tampannya tadi malam. Kali ini berbeda, dia merasa bersalah.

"Ini bukan salahmu," kupikir, sebaiknya segalanya harus diakhiri. Aku masih bisa melihat tatapan yang tidak bisa kumengerti itu. Mungkin dia hanya kasihan padaku.

"Aku akan bertanggung jawab."

Aku cukup kaget dengan kalimat itu, ia mengikat mataku. Tatapan lelaki itu tidak terbaca. Aku ragu dengan kalimat yang keluar dari mulutnya. Aku tidak mengerti maksud kalimat itu.

Tanggungjawab macam apa yang lelaki itu maksud? Apa sesederhana ketika ia meminjamkan tuxedonya ketika mengotori bajuku? Aku bukanlah gaun yang bisa dibersihkan begitu saja. Aku manusia yang baru kehilangan hal paling berharga.

"Tidak perlu," aku tidak ingin menaruh harapan. "Kita sama-sama salah, tidak ada yang perlu bertanggungjawab di sini." Itulah kenyataannya, aku juga ikut andil dalam Kebodohan ini.

"Maksudmu?" Ia bingung pada setiap kalimat yang kulontarkan, aku mengerti. Mungkin baginya aku terlalu menganggap enteng masalah ini.

"Anggap saja semuanya tidak pernah terjadi," aku menarik selimut tebal yang menutupi kami, lalu memberinya bantal agar tubuh bagian bawahnya tidak terpapar begitu saja, setelah itu aku melilitkan kain berwarna abu-abu itu pada tubuhku. "kita tidak saling kenal, anggap saja semuanya sebagai nasib buruk. Ini semua salah 2 gelas wine yang aku minum. Jadi, kita hanya tidak perlu bertemu lagi setelah ini."

"kamu serius?" Setiap pertanyaan itu, hanya ada satu jawaban. Apa lagi yang bisa kulakukan? Nyatanya hanya itu pilihan yang paling benar untuk kami. 

Aku bangun dari kasur, memungut pakaian dalam dan gaun yang dipenuhi noda anggur. Aku tak lagi menggubris pada wajah cengo dan kebingungannya.

Sebelum masuk kamar mandi, aku kembali berbalik melihatnya. "Kita hanya dua orang asing yang tidak sengaja melakukan kesalahan." Ucapku memberi tahu. Alex tak mengucapkan sepatah kata pun untuk menjawab, ia hanya menatap tak tau mau berbuat apa.

Setelahnya, aku segera meninggalkan dia, masuk kedalam sana membasuh wajahku di depan cermin wastafel. Segalanya terjadi begitu saja, dan aku hanya bisa menerima. Meski masih belum bisa mempercayai perbuatanku sendiri, aku tak lagi bisa melakukan apapun.

"Sadarlah Na, anggap saja ini semua mimpi!" Tekanku pada diri sendiri.

Pada akhirnya aku tidak tau siapa lelaki bernama Alex itu. Apa mau lelaki itu? Apakah dia berkata jujur, tentang patah hatinya? Akupun tidak tau bagaimana karakternya aslinya, aku tidak ingin mengambil resiko. 

Aku keluar dari kamar mandi menggunakan gaun kotor semalam, tak ada yang bisa digunakan. Tadi malam Alex memang memberiku baju ganti. Namun aku cukup pintar untuk tidak menggunakan kaos tipis dan celana pendek darinya. Otakku masih bekerja dengan baik semalam.

Sayangnya, setelah tersiram minuman beralkohol tinggi, aku kehilangan kendali. Bahkan dengan gaun kotor itupun, Alex berhasil meniduriku.

"Kamu akan pergi menggunakan gaun itu." Kini Alex telah memakai kaos dan celana kain yang ia gunakan tadi malam, duduk di atas sofa sambil menatapku yang baru keluar dari kamar mandi.

"Iya, aku pamit." Aku berucap tanpa meliriknya, menyambar tas selempang di atas meja.

Langkahku terburu, aku mencari pintu keluar seolah kehilangan hari esok. Alex yang sadar akan hal itu langsung bangun dari duduknya, menahan lenganku segera. Mata kami bertemu, saling menatap dalam keheningan. Hingga suara helaan nafas panjang Alex terdengar.

"Siapa namamu?" Sedari semalam, Alex belum sempat menanyakan namaku.

"Kamu tidak perlu tau." Jawabku tegas.

Alex mengerutkan kening, aku hanya meliriknya sekilas, tak mau menatapnya. "Kamu takut padaku?" Tanya lelaki itu akhirnya.

"Iya." Jawabku langsung, aku tidak ingin mengelak atas tuduhan Alex.

"Maaf," lelaki itu berucap, "ini pertama kalinya kan, untukmu?"

Tubuhku bergetar hebat, mendengar kata itu membuatku semakin merutuki semua yang telah terjadi. Aku tidak ingin menjawab, aku hanya bisa kembali menunduk menjauhi tatapan matanya.

"Kamu marah?" Aku bisa merasakan rasa bersalah dari nada suara lelaki itu.

"Menurutmu?" Pertanyaan itu terasa tidak bermutu.

"Biar aku antar kamu pulang," pinta lelaki itu.

"Tak usah."

Aku berusaha menarik diri dari cengkraman tangan besar Alex. Perasaanku tak enak. Semakin dipikirkan, semakin ingin lari dari keadaan ini. Yang ada di kepalaku sekarang adalah, bagaimana caranya agar bisa secepatnya sampai di rumah.

"Aku memaksa!" Tekan lelaki itu, kembali menahanku.

"BISAKAH...," Aku meninggikan suaranya frustasi, menatapnya memohon. Situasi ini membuatku lelah, "biarkan aku pulang, tidak usah pedulikan apapun tentangku. Aku tidak mengenalmu, begitupun sebaliknya. Mungkin setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi, semua akan kembali seperti semula, kita hanya perlu menganggap kejadian semalam tidak pernah terjadi."

Alex terlihat cukup terkejut, tangannya yang masih memegangku, kini perlahan terlepas. Lelaki itu mengepalkan genggamannya terlihat berpikir keras.

Kurasa, akhirnya dia sadar. Kami tak seharusnya terbawa arus, dan berakhir melakukan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan mudah.

Kami dua orang asing, menyebut diri sedang patah hati, namun malah saling menghibur dengan cara yang salah.

Alex menghela nafas panjang, "Baiklah," ia menyerah. "Tapi setidaknya pakai ini." Lelaki itu mengambil tuxedo miliknya dan dilampirkan pada bahu telanjangku.

"Tidak perlu, aku tidak ingin bertemu denganmu untuk mengembalikan baju ini." Aku segera melepas baju itu, lalu kukembalikan kepadanya tidak suka.

"Kamu benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi ternyata," ia berujar lemah, dengan nada menahan marah. "Buang saja kalau begitu!"

Aku menaikkan wajah menatap Alex, rahangnya mengeras. Ia kesal. Akhirnya menerima baju itu adalah pilihan terbaik yang bisa kulakukan. Nyatanya, aku membutuhkan benda ini. Gaun kotor dengan bahu terbuka, bukanlah pemandangan bagus di pagi hari.

"Terimakasih." Ujarku memakai tuxedo Alex dengan benar.

Setelah selesai merapikan bajuku, ia mundur satu langkah, menatapku tanpa mengucap sepatah katapun.

Aku bingung, entah apa maunya.

"Kalau begitu...," Kurasa, aku harus segera pergi.

"Maaf," tiba-tiba lelaki itu berucap.

Aku menaikkan alis, tidak mengerti dengan maaf yang terlontar itu.

"Sudah kubilang, tak ada yang salah. Kita hanya...."

"Tidak perlu bertemu lalu melupakan apa yang telah terjadi?" Ia menyambung kalimatku seolah tau apa yang akan kukatakan.

Dan aku hanya bisa mengangguk, sambil mencari tau makna dari raut wajah yang terlihat tidak terima dengan keputusanku.

"Kita tidak pernah tau, apa yang akan terjadi di masa depan." Aku tidak mengerti dengan ucapannya. "Maaf, mungkin aku tidak bisa berjanji untuk tidak menemuimu lagi." Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya terdengar sangat lugas, ia seolah tidak ingin semua berkahir begitu saja.

"Kurasa bumi tidak sekecil itu, kamu tidak perlu takut. Kupastikan, kita tidak akan pernah saling berhadapan di masa depan." Akupun ingin memberitahunya dengan tegas.

"Kamu menyesal?" Ia bertanya dengan wajah datar.

"Tentu saja," entah apa yang orang ini pikirkan.

"Kurasa aku harus meminta maaf lagi," kini dia menatapku tajam.

"Sebenarnya apa maumu, untuk apa meminta maaf lagi?"

"Aku tertarik padamu."

Tiga kata itu, membuatku mematung. Entah apa makna dari kata tertarik yang ia ucap barusan. Ia penasaran? Merasa senasib? Atau lelaki ini hanya butuh pelarian?

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   50. Hubungan kita

    Hariku berjalan begitu saja, bekerja dan menggerutu karena banyaknya tugas yang harus kuselesaikan. Ditambah, kini Alex mulai bertingkah, hingga membuatku ketakutan jika sampai ketahuan. Apa yang akan karyawan lain pikirkan tentang kami? Lelaki itu kerap kali menghampiri meja kerjaku hanya untuk alasan sepele. Contohnya seperti saat ini, pinjamkan aku pulpen!Aku hampir melemparnya dengan mouse komputer, jika saja dia bukan atasanku. Ini menyebalkan, lihat saja tatapan orang-orang di sekitar. Jauh-jauh keluar dari ruangannya, lelaki itu datang sambil menadah sepotong pena dariku. Maaf pak, di dalam ruang bapak saya rasa ada pena. Geramku menggertakkan gigi.Tak ada yang berfungsi dengan baik, ujarnya enteng. Aku hanya ingin meminjamnya sebentar, nanti akan kukembalikan.Akupun menurutinya permintaanya, mengambil pulpen dalam laci, lalu kuserahkan pada lelaki itu. Ini pak.Terimakasih, dia langsung melenggang berjalan meninggalkanku begitu saja. Sedangkan karyawan lain, mereka masih

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   49. Lamaran dalam Tawa

    Lift terbuka, aku siap-siap keluar mengabaikan kekhawatiran Alex. Aku tidak ingin bertengkar meributkan tentang hati. Meski besar keinginanku untuk memastikan, aku rasa bukan saat ini. Bukan waktu yang tepat. Berjalan terburu, menunduk dalam memperhatikan langkah kakiku yang terlalu cepat, aku ingin segera pulang. "Hanna," lagi-lagi Alex mencekal lenganku. Ia menahanku untuk lebih jauh pergi darinya. "Apa yang kamu pikirkan?" Ia sadar, kegusaran memenuhi wajahku. "Tidak ada," aku berpaling, menenggelamkan perasaanku sendiri. Dia begitu peka dengan perubahan sikapku. Seharusnya, dia juga harus mengerti, kalau kini, aku telah jatuh padanya. Aku tak ingin hatiku kembali hancur karena sebuah harapan tanpa tuan. Aku tidak ingin kejadian yang sama terulang. Kenapa begitu mudahnya? Kenapa selalu hanya aku? Setidaknya, jika memang dia orangnya, buat lelaki itu jatuh begitu dalam padaku juga. Sayang, aku bisa berharap apa? Seorang Hanna, gadis dengan banyaknya kisah menyedihkan. Parasku j

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   48. Ketakutan akan Ditinggalkan

    Alex memesankan kami sarapan. Secara tiba-tiba. Aku bahkan tidak tau, sejak kapan semua hidangan tersebut tertata rapi di atas meja. Ia menyuruhku untuk duduk dekatnya, memaksa agar menghabiskan semua sayuran, daging serta buah-buahan yang telah ia potong kecil-kecil. Aku tidak tau mengapa, semua orang jadi lebih overprotektif padaku sejak bayi ini ada. Meski nyatanya, aku cukup menyukai hal tersebut. Perhatian yang sebenarnya terasa berlebihan itu, aku cukup menikmatinya.Suara dering ponsel Alex membuat aktivitas menyuap kami terhenti sesaat, lelaki itu segera mengambil benda persegi itu dari atas meja, mengangkat panggilan dari seseorang. "Halo?" Ia menyapa. Aku melihat keningnya berkerut, sambil terus mengunyah apel aku memperhatikan gerak gerik lelaki itu. Hingga dia menyodorkan ponsel berwarna hitam itu kearahku. "Apa?" Tanyaku tak mengerti. "Eva," pungkas lelaki itu ringan. Hak itu berhasil membuatku membelalakkan mata spontan. Aku segera meletakkan garpu yang digunakan

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   47. Kesempatan untuk Kita

    "Hanna," ia menyebut namaku dengan hati-hati. Aku hanya bisa menunggu, apa yang akan ia lontarkan selanjutnya. "Bolehkah aku menciummu?"Awalnya, aku sedikit terkejut, membola seketika. Bingung, berpikir keras. Seharusnya, aku tak perlu menimang bukan? Seharusnya aku hanya perlu mendorongnya menjauh, bangun dari sana, lalu mengatainya seperti biasa. Benar, seharusnya begitu. Tapi kenapa sekarang aku malah mengangguk dengan ragu? Tak mampu berpaling dari matanya yang mengikatku kuat. Aku, juga menginginkannya. Sebuah ciuman, sebuah pelukan dan perlakuan manis dari seseorang yang menyayangiku. Aku juga ingin merasakan kebahagiaan dan cinta yang selama ini ku impikan. Aku sangat menginginkannya. Perlahan namun pasti, ia mendekat. Pelukannya pada pinggangku semakin erat. Kelopak matanya, naik turun menyoroti bibir dan netraku bergantian. Aku merasakan, nafas Alex yang semakin berat. Bukan hanya dia, aku juga menunggu bibir kami bertemu. Namun, "kenapa kamu ingin menciumku." Aku mena

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   46. Perasaan dan Kemungkinan

    "Kamu punya wine?" "Apa?" Alex menaikkan alis heran, ia menarik diri duduk tegak. Meski tidak berpindah sedikitpun dari tempat semula. "Untuk apa?" "Entahlah, mungkin aku akan melupakan semua. Meski hanya untuk sesaat." Meski banyak masalah yang datang setelah 2 gelas wine malam itu. Aku rasa, cairan itu ampuh membekukan otakku. "Hanna," ia mengulurkan tangan, menyentuh pipiku dengan punggung jemarinya. Mengusap pelan nan lembut. "Apa terjadi sesuatu?" Mataku bergetar, terpesona oleh pupil hitam pekat miliknya. Perlakuannya, cara dia bicara. Ia tau cara membuat orang merasa spesial. Tapi, bolehkah aku seperti ini? Bukankah, aku sudah menolaknya dengan kasar, bahkan memberi Risa harapan, bahwa aku tidak akan mengambil lelaki itu darinya? "Alex," aku memegang tangannya, hendak menurunkan dari wajahku. Namun, ia menahan. Kini, lelaki itu membingkainya dengan kedua telapak tangan, menelusup kebelakang kepalaku. Kedua ibu jarinya, menyapu pipiku perlahan. "Jika terjadi sesuatu, kat

  • Cinta Memabukkan MR. CEO   45. Salah dan Alasan

    Aku memutuskan untuk masuk melewati gerbang. Melawan diriku sendiri yang sedari tadi menyuruh berbalik. Hati dan otakku seakan bertarung tanpa henti. Dan aku, tetap melangkah mengikuti suara lain yang terus berbisik. Kurasa, aku sudah gila. Aku seakan tau, tempat mana yang ingin kutuju. Aku berjalan lurus tanpa merasa terganggu dengan apapun. Seolah, semuanya sudah pasti. Segalanya sudah terencana sedari awal. Aku tidak tau kenapa bisa begini? Aku menginginkannya? Atau mungkin, anak ini? Yang pasti, kini aku berdiri di depan sebuah pintu. Milik seseorang yang terus-menerus membayangiku selama beberapa hari. Aku ingin melihat wajahnya."Apa yang kamu lakukan, Hanna?" Tanyaku pada diri sendiri, memandangi tempat kayu dengan kenop perak di depanku.Hanya saja, segalanya terasa tidak masuk akal. Aku benar-benar ke tempat ini. Tanpa alasan yang jelas. Aku hendak menekan bel, namun ku urungkan ketika sadar akan satu hal. Mungkin, dia belum kembali dari perjalanan bisnis. Aku tidak meli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status