"nih minum dulu minumnya." Ujar Arora sambil meletakkan 2 gelas teh kedapan pasangan Angkasa tersebut.
"Eh anak kamu yang cantik itu mana Ra? Kok gak keliatan dari tadi." Tanya Hanna sambil menyeruput pelan teh yang ada didepan matanya.
"Tadi dia letakin Bella ke kamarnya, eh itu dia datang."
"Malam om tante." Sapa Harsya dengan senyum tipis khas miliknya.
"Oh ini toh anak kamu Ra, cantik ya bahkan lebih cantik ya pa daripada di foto." Ungkap Hanna sambil melirik kearah suaminya, Dharma Angkasa yang sedang menatap tajam kearah Aldrich sang musuh dan sebentar lagi akan menjadi besannya, kalo bukan karena urusan bisnis mungkin ia tidak akan mau berbesanan denga musuh abadinya tersebut.
"Iya kamu cantik gak kayak-"
"Kayak siapa? Jelas itu anak saya jadi pasti dia cantik, bapaknya aja ganteng kayak gini." Sela Aldrich dengan muka sewot.
"Baru tau ada orang ganteng muji diri sendiri, cih." Desis Dharma tak mau mengalah.
"Sud
"Jadi apakah Dana dan putri cantik papa bersedia akan perjodohan ini?" Tanya Adlrich dengan serius kepada dua anak muda itu. "Gak usah pakai ditanya segala, Dana kamu siapa kan?" Jawab Dharma sambil memandang tajam kearah sang putra. "Harsya setuju, apapun yang papa mama inginkan dari Harsya, Harsya siap lakuin apapun asal papa dan mama menginginkan itu semua." Ujar Harsya dengan ekspresi dingin. Arora hanya melihat sendu kearah sang putri, demi tuhan ia hanya ingin yang terbaik untuk putrinya, ia hanya ingin putrinya bahagia, tidak lebih. "Kami akan menjalani om." Ujar Dana dengan pasrah karena ia juga tidak bisa menolak apalagi wanita dingin yang ada dihadapannya sudah setuju jadi tidak ada lagi alasan baginya untuk menolak, sebenarnya ia sungguh kasihan dengan wanita cantik yang ada dihadapannya, wanita itu terlihat begitu kuat namun Dana sadar wanita itu hanya sedang menutupi semua kelemahan dan ketidakberdayaan dengan bersikap cuek terhadap sekit
"Lupa nyetrika muka ya buk." Goda Fajar melihat muka Harsya yang sangat kusut itu."Bisa diem gak!" Sahut Harsya dengan sinis."Jarang galak-galak buk entar saya jadi cinta loh," nampaknya Fajar sangat senang menggoda seorang Harsya."Keluar dari ruangan saya!" Harsya jengah dengan godain sang sahabat sekaligus sekretarisnya, Harsya hanya ingin istirahat namun nampaknya tak bisa."Kalo saya keluar entar ibuk kangen loh." Fajar begitu menikmati setiap ekspresi yang Harsya keluarkan."Fajar aku lagi cape, jadi jangan bercanda deh." Akhirnya Harsya menggunakan bahasa informal juga, berarti cara Fajar memancing Harsya itu berhasil."Ada masalah apa?" Fajar langsung mengambil posisi duduk didepan mejanya Harsya."Jadi tadi malam, mama papa ngenalin aku sama cowok dan nampaknya kami akan menikah dalam waktu cepat.""Degghh..." Ulu hati Fajar seketika berdenyut sakit."Kamu serius kan?" Ucap Fajar dengan senyum getir diwajahnya
Kini waktu telah menunjukkan pukul 1 siang dan sudah waktunya untuk makan siang dan Harsya pun terbangun dari tidur lelapnya, ia kembali memasang muka datarnya seperti tidak ada yang terjadi.Ia pun melihat sekeliling ruangan sangat rapi sepertinya Fajarlah yang telah merapikan ruang tersebut, Harsya pun langsung bangkit dari tidurnya dengan kepala yang sedikit pusing karena ia banyak menangis tadi di tambah tadi malam gadis itu tidak dapat memejamkan matanya sedetik pun.Setelah merapikan dirinya dikamar mandi, kini Harsya sudah kembali Fresh dan sepertinya tidak terjadi apapun terhadap gadis itu.Harsya menghapiri Fajar yang berada di depan ruangannya, Fajar nampak begitu sibuk dengan semua file-file yang ada di tangannya kanannya dan tangan kirinya pun asik mengetik, Fajar sangat terlihat tampan bila lelaki itu sedang serius seperti saat ini."Jar kita makan siang dulu yuk," Ajak Harsya kepada bawahannya sekaligus sahabatnya itu."Dikit lagi buk
"Pelan-pelan dong Sya makannya, sampe belepotan begini." Omel Fajar kepada Harsya yang sedang menikmati bebek bakarnya, ia tidak memperdulikan bibirnya yang celemotan karena bumbu bebek bakarnya."Enak tau!" Balas Harsya tanpa memperdulikan omelan lelaki yang ada dihadapannya itu baginya makan bebek bakar itu harus dinikmati dengan seksama tanpa adanya etika yang selama ini menuntut dirinya untuk tampil secara anggun di setiap situasi, hal itu sangat melelahkan baginya.Fajar yang tak tahan melihat bibir wanita didepannya kotor itu pun langsung mengambil tisu dan membantu Harsya membersihkan bibirnya dan Harsya pun tampak begitu biasanya saja dengan perlakuan yang Fajar berikan kepadanya, mungkin bila wanita lain yang diberlakukan seperti itu ia akan meleleh namun tidak dengan Harsya si gadis kutub."Aku gak bakal ngambil kok, jadi yang pelan ya makannya." Ujar Fajar dengan lembut mengusap rambut tebal milik Harsya, "Nih aku tambahin lagi." Lanjut Fajar sambil m
Ardana Angkasa adalah namaku, nama yang indah namun tidak seperti kelihatan, keluargaku sangat berantakan apalagi dengan papa yang memiliki sikap yang ambisius dan juga merupakan lelaki yang tidak setia yang membuat aku muak berada di keluarga yang penuh kebohongan ini. Andai aku tidak menyayangi mama, mungkin aku akan membunuh lelaki itu, lelaki yang tidak pantas aku sebut sebagai papa itu namun mama dengan segala kebodohan malah mencintai lelaki seperti itu, aku tidak habis pikir dengan semua pola pikir yang mama punya, ia sudah disakitin berkali-kali namun ia rela memaafkan lelaki brengsek itu! Terkadang aku sangat iri dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga yang sangat harmonis, mereka selalu di limpahi kasih sayang oleh kedua orang tua mereka, tapi tidak dengan ku. Dari kecil aku hanya melihat mama menangis karena selalu di pukuli oleh papa, dulu aku pernah melaporkan semua kejadian itu kepada kakek dan kakek pun sangat marah kepada papa namun mama
"Aku lelah dengan semua ini, aku benci kehidupan ini namun mengapa Tuhan begitu senang menyiksaku.Hidup sebagai alat itu sangat menyedihkan bahkan untuk urusan seorang pendamping pun aku masih di atur-atur oleh keluarganku, hidupku hanya sebuah bisnis bagi papa, aku lelah tapi mengapa dengan bodohnya aku mau menuruti kata mereka kepadaku.Hari ini aku merasa sedikit bersalah terhadap gadis itu namun ini sepenuhnya bukan salah tapi kesalahan orang tua kami.Lagian buat apa gadis itu marah, bukannya hubungan kami hanya sebuah transaksi bisnis jadi buat apa dia marah, dasar gadis yang aneh.Aku tidak sepenuhnya bersalah di sini karena aku hanya mengikuti apa yang kedua orang tuaku perintahkan dan soal Maya aku tidak ingin dipisahkan dari sahabat yang selama ini bersama ku sejak aku kecil.Tapi aku pastikan ketika gadis itu serius terhadap hubungan kami, aku akan lebih serius kepadanya namun aku tidak akan menjauhi Maya karena Maya adalah segalanya ba
""Fajar kita balik sekarang!" Sahut ku dengan paksa menarik lelang kekar milik Fajar agar lelaki itu tidak menolak permintaanku."Iya-iya sabar Sya." Jawab Fajar sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan langkahku yang sedang berlari kecil seperti sedang menghindari hantu saja tapi kali ini lebih seram dari hantu karena aku harus menghindari pria brengsek seperti dirinya yang sangat senang berpura-pura baik itu padahal ia sama saja dengan lelaki brengsek di luaran sana.Kali ini aku duluan yang memasuki mobil setelah mobil yang aku tumpangi di buka kuncinya oleh Fajar, aku tidak menunggu Fajar membukakan pintu untuk ku karena aku sudah muak rasanya berada di sini, aku tidak ingin bernafas dengan oksigen yang sama dengan lelaki Bangs*t itu hirup.Fajar tentu sangat keheranan dengan semua sikapku namun aku tidak peduli, aku hanya ingin sendiri untuk saat ini."Fajar antarin aku ke rumah." Titahku dengan nada sedingin mungkin, demi tuhan aku ingin kembali
Matahari muncul dengan malu-malu, ia mulai mengambil tahta sang bulan dan menempati kembali posisinya. Harsya terbangun seperti biasanya namun kali ini ia begitu bersemangat karena perutnya sangat keroncong jadi gadis itu memutuskan untuk mandi secara kilat dan selesai ia mandi, gadis itu langsung ke ruang makan dan menyantap semua makanan yang telah pembantu rumahnya siapkan. Ia makan dengan begitu khitmat dan khusuk, makan sendiri mungkin merupakan rutinitas yang sangat biasa bagi gadis cantik itu karena sedari ia kecil, orang tuanya sudah sering meninggalkannya, entah untuk urusan bisnis atau hanya liburan semata jadi bagi seorang Harsya kesendiriannya merupakan sebuah ketenangan yang sangat ia sukai karena tidak akan ada yang menggangu dirinya. Setelah menyantap nasi goreng dan segelas teh hangatnya, Harsya pun mulai memainkan ponselnya, seperti ada ia sedang mencari sesuatu. "Ah ketemu akhirnya nomor si brengsek itu." Gumam Harsya tersenyum bahagia akhirnya menemukan apa yang