Share

Bab 108: Pengangguran

Penulis: Titi Chu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-10 11:15:47

"Mas Jeriiii, main yuk."

Sumpah, seumur hidup Shea tidak pernah berpikir akan mendengar nama suaminya diteriakkan tanpa wibawa begitu. Tapi, ketika menyingkap gorden jendela, di depan pagar sudah ada setengah lusin anak-anak yang menunggu.

"Siapa?" Mama mengerutkan alis, seakan telah salah mendengar.

"Mas Jeri."

Nah, barulah kali ini kedua alis beliau terangkat. Jerikho yang sedang menikmati soto di meja, menelengkan kepala.

"Kamu udah akrab sama anak-anak?"

"Aku yakin mereka hanya ingin uang."

Shea mendecapkan lidah, pantas saja dia betah kemarin di lapangan. Pekerjaannya dibantu anak-anak dengan upah. Menutup gorden, Shea berjalan keluar, menghampiri para bocil yang sedang berdiri siaga.

"Mas—oh, Mba, Mas Jerinya ada?" Benji yang selalu jadi jubir, memulai.

"Ngapain kalian ke sini? Main aja, Ab
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Tati S
ya othor sayang tambahin upnya kan seru abang sama shea pacaran marahan geemees deeeh
goodnovel comment avatar
Titi Chu
kak, kata siapa 2 bab lagi, enggak kokk :(
goodnovel comment avatar
Supri Yanti
serius tinggal 2 bab lagi ya Thor....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 110: Gula-Gula

    "Ketemu nggak?" Mama langsung berdiri saat dilihatnya motor Papa perlahan memasuki halaman. Setelah membantu Sidra membuka pakaiannya untuk mandi. Beliau praktis tidak memiliki aktivitas. Langit sudah mulai senja, cuaca yang awalnya cerah pun perlahan mulai meredup, tapi Shea dan Jerikho belum juga kembali. Dalam kesempatan lain mungkin Mama tidak akan cemas. Toh, namanya juga pasutri. Mungkin mereka mampir jalan-jalan. Tapi kali ini, sudah ada warga yang laporan kalau bertemu mereka di jalan dalam keadaan motor mogok. Lantas saat Papa inisatif menyusul ke lokasinya karena anak dan menantunya tidak kunjung muncul-muncul, kini Papa kembali dengan tangan hampa. "Papa sudah terlusuri semua bengkel tapi mereka nggak ada Ma, motornya juga nggak ada. Mama sudah coba telpon?" "Jerikho ninggalin hapenya di kamar. Tadi Mama dengar deringnya dari luar pintu. Kalau hape Shea dalam keadaan mati." Papa meringis kecut. "Ya sudah tunggu di dalam saja. Kalau terjadi sesuatu, pasti sudah a

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 109: Tujuh Bulan

    "Kalau pakai karung itu jangankan untuk anak-anak, ibu-ibu juga tenggelam."Jerikho mengembalikan karung goni berukuran jumbo di tangannya saat mendengar omelan Shea. Dia sebenarnya tidak masalah dikasih informasi, tapi tingkah istrinya yang selalu tidak puas dengan apapun yang Jerikho pegang membuatnya menjadi serba salah."Bukannya bisa digunting?""Rugi, harganya beda," jawab Shea, kedua alisnya bertaut. "Abang nggak berpikir pakai uang sendiri kan?"Sejujurnya niat Jerikho memang begitu, hitung-hitung sebagai sumbangan dalam memeriahkan acara, tapi dia ngeri Shea akan mengomel lagi. Jadi Jerikho menggeleng. "Aku akan minta reimbuse."Shea menarik beberapa karung yang ukurannya menurutnya pas. Lalu menghitung jumlahnya sesuai yang dibutuhkan sambil menggumam. "Pelit, gitu aja minta dikembaliin."What the fuvk—Salah lagi.Ada saja dari dirinya yang kurang menurut Shea. Tidak bisakah dia melihat sisi kelebihan

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 108: Pengangguran

    "Mas Jeriiii, main yuk." Sumpah, seumur hidup Shea tidak pernah berpikir akan mendengar nama suaminya diteriakkan tanpa wibawa begitu. Tapi, ketika menyingkap gorden jendela, di depan pagar sudah ada setengah lusin anak-anak yang menunggu. "Siapa?" Mama mengerutkan alis, seakan telah salah mendengar. "Mas Jeri." Nah, barulah kali ini kedua alis beliau terangkat. Jerikho yang sedang menikmati soto di meja, menelengkan kepala. "Kamu udah akrab sama anak-anak?" "Aku yakin mereka hanya ingin uang." Shea mendecapkan lidah, pantas saja dia betah kemarin di lapangan. Pekerjaannya dibantu anak-anak dengan upah. Menutup gorden, Shea berjalan keluar, menghampiri para bocil yang sedang berdiri siaga. "Mas—oh, Mba, Mas Jerinya ada?" Benji yang selalu jadi jubir, memulai. "Ngapain kalian ke sini? Main aja, Ab

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 107: Genderuo

    "Kamu tidur di lantai." Baru juga Jerikho selesai mandi dan sedang menyemprotkan parfum, suara Shea sudah menginterupsi. Istrinya itu duduk di atas ranjang sambil bersandar ke headbed, jemarinya yang terampil sibuk menyulam pakaian. "Terserah." Nah, Jerikho mencoba memancing, tidak ingin membuatnya kecewa atau memperpanjang drama. Shea seketika menoleh, alisnya mengerut, dia tidak menyangka kalau akan mendapatkan persetujuan secepat itu. "Kalau gitu ambil matrasnya di kamar Sidra, kamu gelar di bawah." "Nggak pa-pa, aku pakai tikar saja." Toh, sama saja bukan? Sama-sama keras? Sama-sama sendirian, tanpa pelukan? Lipatan dahi Shea semakin dalam. "Tikar juga ada di kamar Mama. Sekarang kamu pilih mau ambil matras atau berhadapan sama Mama terus dia banyak tanya?" Jerikho lebih sibuk menunduk, menatap frame yang diletakkan di atas meja belajar Shea. Selain penuh dengan gunting, be

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 106: Kerja Rodi

    "Bisa diem nggak sih, daritadi gerak-gerak mulu. Kalau mau joget di luar." Shea mendelik, tapi enggan berkomentar dengan sikap julid adiknya. Lalu memilih pindah ke kursi rotan di depan. Memang dari tempatnya berada, sayup-sayup terdengar suara musik yang mengentak-entak heboh. Shea jadi penasaran apa yang mereka lakukan di sana? Jerikho pun tidak membawa ponselnya jadi Shea tidak bisa kepo. Tapi kalau pun suaminya bawa ponsel, apa Shea sudi menghubungi duluan? "Biasanya mereka dikasih makan siang, Nduk, nggak usah khawatir. Paling-paling nanti pulangnya sebelum magrib." Bukannya membuat Shea tenang, pernyataan Mama justru membuat Shea semakin gelisah. Itu artinya Shea tidak punya alasan mengantar makan siang untuk memantau suaminya. "Nggak pa-pa, baguslah Abang ada kerjaan daripada tidur atau main game nggak jelas," sindirnya ke Sidra.

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 105: Mata Panda

    Shea terbangun dengan mata panda dan hati gelisah. Semalaman dia tidak bisa tidur, tubuhnya kaku seperti maneken, sampai terasa pegal-pegal, berusaha keras agar mereka tidak bersentuhan. Sementara Jerikho di sampingnya tidur sangat nyaman bahkan sampai mendengkur!Jadi saat mendengar ayam berkokok, Shea langsung bangkit. Memilih untuk mandi air hangat. Lalu cepat-cepat berpakaian sebelum Jerikho terjaga."Kupasin wortelnya sekalian langsung dicuci terus direbus. Ini pancinya."Mama yang tentu saja tidak peka, memberikan perintah saat dilihatnya Shea sudah melenggang ke luar kamar."Kenapa nggak beli aja sih, Ma? Kenapa harus repot-repot masak?""Ya sayang bahan-bahan yang udah dibeli kemarin. Kamu bisa beli sarapan kalau mau, tapi Mama mau masak."Jawaban yang seperti inilah, yang membuat Shea merasa segan. Dan akhirnya mau tidak mau nurut saja.Menu hari ini sayur sop dengan sambal ati kentang. Shea curiga Mam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status