Share

CHAPTER II

“Ketua kelas! Aya , Ayana Puspitarani” Teriak seseorang di ujung kelas menyadarkanku dari lamunan indah.

“Ya, iya bu” jawabku bingung karena ketahuan sedang melamun saat jam pelajaran

“Tolong bantu kumpulkan tugas teman-teman sekelas dan bawa ke ruang guru” kata bu guru Indah sambil tersenyum

“baik bu,” jawabku sambil mengangguk, Bu Indah adalah guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas kami, kelas 1-7 , meskipun sudah menjadi seorang ibu beliau masih cantik dan terlihat muda, salah satu guru yang aku kagumi.

“kamu kenapa sih ?” kata seorang cewek di depanku sambil menengok ke arahku waktu Bu Indah sudah berjalan meninggalkan kelas “sering banget ngelamun sekarang” cecarnya padaku

“dia lagi laper” jawab cowok di sampingku sambil menaruh kepalanya di meja

Mereka berdua adalah teman-teman dekatku , Sabrina cewek cantik berambut sebahu yang agak maskulin anggota klub tari dan Lendra teman sebangku ku yang juga teman ku sejak TK.

“dia lagi jatuh cinta” celetuk cewek di samping Sabrina

Yah, itu adalah Karin aku hampir melupakan cewek jutek satu ini. Dia berbicara padaku tanpa melirik sedikitpun kearahku , matanya hanya tertuju ke buku yang dibacanya.

“kamu sama siapa tadi pagi?” katanya lagi sambil benerin kacamatanya yang bertengger di hidung mancungnya itu.

“hah, tadi pagi , kamu melihatku dimana?” jawabku berputar-putar, sebenarnya mereka belum tahu tentang kak Bima yang selama sebulan ini dekat dengan ku. Aku agak takut cerita ke mereka , bukan karena mereka menyeramkan tapi entah mengapa aku masih takut bagaimana tanggapan mereka jika mereka tau aku lagi PDKT sama cowok.

“tentu saja disekolah, masa di rumah pak RT” jawabnya kali ini sambil menatap mataku secara langsung.

“eeeh , dia kakak kelas yang akhir-akhir ini dekat denganku” Jawabku, Karin yang seperti ini cukup menakutkan buatku. Matanya memang ga selebar mataku tapi tatapan matanya begitu tajam membuat siapa pun yang bicara dengannya ga berkutik kecuali akan menjawab dengan jujur, itu memang keahliannya.

“kau lagi dekat dengan seseorang?” tanya Sabrina penasaran “siapa , apa kita kenal kakak itu , hei apa kamu liat mukanya?” tanyanya lagi pada Karin sebelum aku sempat menjawab.

“Tidak , aku Cuma lihat dari jauh , mereka berdiri berhadapan di depan perpustakaan lantai bawah” jawab Karin sambil melepas lalu membersihkan kaca pada kacamata sebelum akhirnya melipat kacamatanya dan disimpan dengan rapi.

“hei , nyet , hati-hati cowok itu ga bisa dipercaya” kata Lendra , kali ini kepalanya sudah terangkat lagi.

“Lah kamu, bukan cowok ?” jawabku sambil nyengir

“kecuali aku, makanya aku ga akan pernah suka sama cowok” jawabnya

Aku pun berdiri sambil jitak kepala Lendra “Ah, aku harus anter buku ke ruangan guru dulu” kataku kemudian “kalian ke kantin dulu aja , nanti aku nyusul” aku pun melangkah pergi meninggalkan mereka setelah membawa buku tugas ku sendiri dan buku tugas mereka lalu berjalan menghampiri meja guru dan membawa buku tugas murid-murid lain yang sudah tertumpuk rapi untuk di bawa ke ruang guru.

***

           

         Seperti biasa , kalau lagi ga ada kegiatan OSIS , aku dan Karin selalu pulang bareng berdua. Bukan karena sangat akrab sih , tapi memang rumah kami sejalan dan berdekatan. Sebenarnya kami satu SD tapi kami tak sedekat itu. Ingatanku tentang nya waktu SD hanya sebatas dia adalah anak baru yang masuk waktu kelas 3 dan langsung menjadi pusat perhatian para guru karena cantik dan juga pintar. Selain itu cukup bisa dibilang kalau dia merupakan rival terberatku , karena begitu dia masuk sekolah posisi aku sebagai peringkat pertama di sekolah langsung tergeser. Kami memang tidak pernah sekelas waktu itu tapi sebenarnya orang tua kami cukup dekat , orangtua nya dan ibu ku adalah teman waktu sekolah , dan juga bagaimana mungkin aku bisa melupakannya , selama sisa-sisa tahun ku di SD aku hanya menjadi peringkat 2 atau 3 di sekolah karena dia , yah meskipun aku tetap peringkat 1 di kelas tapi rasanya tetap saja menyebalkan bagi ku. Lalu karena SMP kami sekolah di tempat yang berbeda jadi bisa dibilang kami seperti orang asing kalau bukan karena Sabrina.

          Karin seseorang yang bisa dibilang sulit untuk didekati , dikelas saja selain kami bertiga dia hampir tidak pernah ngobrol sekalipun dengan anak lain. Karin sangat cantik , dengan rambut hitam panjang dan kulitnya yang putih , dia cukup populer di kalangan anak-anak cowo meskipun pendiam dan kutu buku. Belakangan ini baru kuketahui kalau dia hanya tinggal bersama ayahnya sedangkan ibunya telah meninggal ketika dia masih kecil. Mungkin karena menjadi anak tunggal yang hanya hidup berdua dengan seorang ayah membuatnya tumbuh menjadi gadis yang tegas dan mandiri. Entah bagaimana dia dan Sabrina bisa berteman dekat , karena jika dilihat lagi sifat mereka berdua benar-benar berbeda 360 derajat. Jika Karin adalah cewek pendiam yang terkesan jutek , Sabrina adalah sebaliknya , bisa dibilang dia adalah anak yang rame. Mereka berdua sama-sama cantik tapi dengan kecantikan yang berbeda.

“Kamu, kenapa bengong sambil mandangin wajahku?” tanya Karin tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan “Apa ada yang mau kamu katakan, ngomong aja” sambungnya

“Ah, nggak” jawabku “Oh udah deket gang rumah kita , ayo pencet bell nya” kataku sambil menatap bell di dekat tempat duduknya. Dia menoleh melihat jalan terlebih dahulu sebelum akhirnya memencet bel di depannya. Sopir bus menginjak rem dengan perlahan-perlahan hingga bus berhenti dengan sempurna sebelum akhirnya kami pun turun. Entah kenapa suasana jadi sedikit canggung waktu kami berjalan berdua menuju rumah , aku mencoba memecah suasana tapi sama sekali tidak terpikirkan kata untuk memulai pembicaraan.

“Aya , boleh aku bertanya?” Tanya Karin memecah kebisuan kami

“Oh, iya tentu saja , kamu mau tanya apa?” jawabku bingung “Bukan masalah pelajaran di sekolah kan, semua orang tau kamu lebih pintar dari aku.” Kataku lagi sambil tersenyum tipis.

“Tentu saja bukan, seolah aku bisa bertanya tentang pelajaran pada mu saja” jawabnya dengan nada datar. Aku benar-benar ingin mencakar mukanya waktu itu , seringkali dia bisa begitu menyebalkan seperti ini.

“ya , ya , nona genius , apa yang mau kamu tanyakan?” Kataku sambil melirik sinis ke arahnya

“Apa kamu benar-benar menganggapku sebagai temanmu?” tanyanya sambil menatap lurus ke jalan di depan , membuat ku sedikit kebingungan untuk menentukan bagaimana sebaiknya aku merespon pertanyaan nya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status