Share

Prahara 5. Kedatangan Elsa

Author: Irhen Dirga
last update Huling Na-update: 2025-02-22 19:15:16

Jingga terus menunggu apa yang mungkin bisa Fatan lakukan sebagai suami, apakah ia akan diterkam malam ini, atau hanya angan belaka saja? Jingga harus menerima apa pun itu, jika memang suaminya belum siap, ya tidak ada salahnya untuk menunggu.

Jingga tidak merasakan gerakan Fatan, Jingga mendongak melihat suaminya yang saat ini sudah memejamkan mata seolah ia tidak ada di sini , Jingga kecewa tapi masih berpikir bahwa akan ada waktu lain, bagaimanapun sudah menjadi pasangan suami istri yang artinya akan bertemu setiap hari , waktu untuk melakukan malam pertama itu tidak pupus dia juga berusaha tenang dan tidak memaksa keadaan jingga tahu jika saat ini suaminya itu sedang kebingungan karena cinta pertamanya kembali.

Akhirnya kantuk menjemputnya.

Suara shalawat di masjid terdengar. Jingga bangun untuk shalat subuh. Ia melihat suaminya masih terlelap. Jingga menghampiri Fatan dan duduk di tepi ranjang.

“Mas, ayo bangun, kita shalat subuh,” ajak Jingga.

Jingga menyentuh lengan suaminya. “Mas, ayo bangun, shalat subuh sebentar kok mas, hanya dua rakaat subuh dan dua rakaat Qobliyah. Kalau mas mau lanjut Baadiyah boleh juga.”

“Jingga, kamu shalat saja sendiri,” kata Fatan.

“Apa mas nggak bisa usahain?” tanya Jingga.

“Sudah. Jangan ganggu saya. Saya akan shalat tanpa kamu suruh.”

Jingga mengangguk dan berkata, “Baiklah. Nanti saya tidak akan lelah mengajak mas untuk shalat berjamaah.” Jingga bangkit dari duduknya .

Hari ini ia belum berhasil mengajak suaminya untuk shalat bersama. Padahal yang paling Jingga harapkan adalah bisa berdiri dibelakang sebagai makmum.

Selesai shalat subuh, Jingga melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan telaten, hari ini cutinya berakhir, ia akan kembali bekerja di kampus. Jingga juga sudah mengeluarkan beberapa bahan makanan yang akan ia masak.

***

Jingga dan Fatan sedang sarapan sama-sama, Jingga tersenyum melihat suaminya itu lahap sekali makannya. Jingga merasa ini lah pernikahan sesungguhnya, akan lebih membahagiakan lagi jika mereka shalat berjamaah.

“Hari ini, saya akan terlambat pulang. Jadi, kamu tidak usah siapkan makanan atau pun menunggu saya. Jangan buang-buang waktumu dengan hal itu.”

“Mas, kamu hari ini mau kemana? Apa menemani Elsa lagi?”

“Ini urusan saya, Jingga. Apa pun yang terjadi pada saya dan Elsa, itu bukan urusan kamu.” Fatan melanjutkan. Baru semalam Fatan menatapnya penuh cinta, kali ini dia berubah lagi?

“Mas, sejak kapan ini bukan urusan saya? Kamu adalah suami saya, kamu imam di keluarga ini, dan saya istrimu. Saya punya hak untuk menanyakan itu.”

Fatan memukul meja makan begitu keras, membuat Jingga terkejut mendengarnya. Bahkan makanan Fatan belum habis, namun ia sudah bangkit dari duduknya.

“Jangan membuat saya semakin pusing, Jingga. Banyak hal yang tidak harus kamu ketahui. Nikmati saja waktumu menjadi Nyonya Fatan Liun Aksara. Tidak usah ikut campur urusan saya, dan tak usah bertanya.” Fatan melanjutkan.

Tak lama kemudian, suara bel pintu terdengar, Fatan membuka pintu dan terkejut melihat Elsa di depannya. Fatan menoleh melihat Jingga yang masih diam dan menoleh ke arah pintu.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” bisik Fatan.

Elsa menerobos masuk, Fatan tak bisa menghentikannya. Elsa tersenyum menatap Jingga yang saat ini masih dengan alis yang nyaris bertaut.

Elsa bersedekap didepan Jingga.

Fatan menarik Elsa dan berkata, “Ayo keluar,” ajak Fatan.

“Apa sih, Fatan, apa kamu melarangku datang ke apartemenmu? Kita kan tetanggaan,” kata Elsa.

“Elsa, apa yang berusaha kamu lakukan? Mau apa sebenarnya kamu?” tanya Fatan dengan suara samar.

“Oh jadi … nama kamu Elsa?” tanya Jingga.

“Iya. Kamu pasti istrinya Fatan,” kata Elsa mendekati Jingga.

Jingga tertawa kecil, ia menganggap semua yang terjadi di depannya seperti sebuah lelucon, Jingga langsung tahu yang datang adalah Elsa karena pernah melihat fotonya di ponsel suaminya.

“Jika saya sudah di sini, artinya sudah pasti, bukan?” taya Jingga.

“Aku mau berkenalan denganmu. Aku… Elsa, kamu pasti sudah mendengar tentangku. Fatan pasti bercerita tentangku padamu,” kata Elsa. “Aku tidak apa-apa kan berbicara santai denganmu? Kayaknya kamu lebih muda.”

“Tidak masalah. Teman suami saya, artinya teman saya juga.”

Elsa tertawa kecil. “Saya jadi tahu alasanmu menikahinya.”

“Tadi saya mendengar jika Mbak Elsa tetangga kita. Apa benar?” tanya Jingga menatap suaminya.

“Saya bisa jelaskan.”

“Wah. Kamu membawa saya di sini agar kamu lebih dekat dengan mantan kekasihmu?” Jingga menatap suaminya lagi, tatapan itu menjadi tatapan yang membutuhkan jawaban. Jingga harus mendapatkan jawabannya.

“Bukan begitu. Elsa ini–”

“Tanpa kamu jelaskan saya jadi tahu alasannya.”

“Memangnya kenapa saya kalau tinggal di sini, apa itu mengganggumu?” Elsa menautkan alis.

“Elsa, sudah lah. Ayo kita pergi,” ajak Fatan.

“Fatan, kamu membuatku kesal, kamu pulang semalam, karena–” Elsa hendak mengatakan sesuatu. Namun, di bungkam Fatan.

Jingga tertawa kecil, seolah menonton drama komedi didepannya, lucu sekali. Fatan yang lemah dan tidak bisa menolak Elsa, dan Jingga yang lemah membiarkan semua itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 22. Semakin Kesal

    Pagi menunjukkan pukul 10, Fatan baru bangun, ia merasa lebih enakan dan nyenyak tidur di kampung halaman Jingga. Seolah semua beban pekerjaan hilang begitu saja.Fatan memiliki insomnia berat, bahkan jam 3 malam sering terbangun hingga pagi hari, lalu ke kantor dengan mata lelah. Lalu, malam hari pun sulit tidur. Tak pernah merasakan benar-benar nyenyak.Fatan melihat seisi rumah, tak ada siapa pun, Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar rumah melalui pintu samping.Fatan melihat Jingga tengah berbincang dengan seorang wanita yang juga berhijab, Jingga tertawa lebar hingga membentuk tawa yang indah dipandang, Jingga juga memukul pelan lengan temannya. Fatan melihat hal itu, cantik sekali. Didalam pikiran Fatan.Fatan menyunggingkan senyum menatap Jingga yang asyik bercerita dengan temannya sampai tak menyadari jika sejak tadi Fatan tengah memandangnya tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.Jingga kembali tertawa lebar, tawa yang membentuk senyuman indah yang menawan, elegant dan pol

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 21. Jangan Ganggu Jingga

    Jingga masuk ke kamarnya setelah membersihkan badan, ia masih menggunakan hijabnya sementara itu suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur seraya bermain ponsel sejak tadi ponsel suaminya itu sudah berdering menandakan seseorang mendesak untuk berbicara. Jingga duduk di depan cermin mengenakan pelembab seadanya tanpa Skin Care lengkap Jingga tetap terlihat cantik dan seperti merawat diri. Tak lama kemudian Jingga menoleh dan melihat lirikan suaminya, sepertinya Fatan tak enak hati padanya karena ponselnya sejak tadi bergetar. “Mas angkat saja siapa tahu saja penting,” kata Jingga berusaha untuk tidak terganggu walau ia sudah tahu seseorang yang mendesak ingin berbicara itu sudah pasti Elsa. “Baiklah. Saya keluar sebentar.” Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Fatan memilih berdiri di teras rumah mertuanya dan mengangkat telepon dari Elsa. Fatan melirik ke dalam rumah. Ibrahim dan Nania tengah ke masjid, sementara itu Jedar dan Bara sudah di kamar. ‘Halo?’

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 20. Dilecehkan

    Jingga dan Fatan tiba di rumah kedua orangtua Jingga, Fatan langsung memarkirkan mobil di depan rumah, lalu mereka keluar dari mobil, di sambut langsung oleh Ibrahim dan Nania, sementara itu Jedar duduk di kursi teras seraya memainkan bibirnya yang kesal.Jingga dan Fatan langsung meraih tangan Nania dan Ibrahim, lalu mencium punggung tangan keduanya, seperti itu lah ajaran kepada yang lebih tua.“Ayo masuk, Nak,” ucap Ibrahim mempersilahkan Fatan masuk.“Jedar, kamu buatkan Jingga sama Fatan minum, ya,” titah Nania.“Apa sih, Bu, kayak siapa aja yang datang, lebay banget.”“Jedar, adikmu dan Adik iparmu datang, kamu harus melayani mereka. Mereka itu tamu kita,” kata Nania masih menatap Jedar yang bodoh amat.“Nggak mau ah, aku nggak mau,” tolak Jedar.“Udah, Bu, nanti Jingga saja yang buat minum.” Jingga menggeleng.“Apa sih, kamu kan juga anak Ibu, harusnya kamu yang buat minum, mentang-mentang kamu adalah kesayangan Ibu, jadi kamu kalau kemari mau dilayanin gitu? Lebay. Aku aja ngg

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 19. Ke Desa

    “Mas, kamu masih di rumah? Tidak bekerja?” tanya Jingga keluar dari kamarnya.“Tidak,” jawab Fatan. “Oh iya. Tadi, Bapak dan Ibu menelpon saya. Menyuruh kita berdua untuk berkunjung.”“Bapak sama Ibu menelpon?” “Iya. Menyuruh kita berkunjung, katanya hari ini kamu tidak ada mata kuliah.” Fatan menjawab.Jingga menautkan alisnya, tumben sekali kedua orangtuanya memberanikan diri menelpon Fatan langsung, Jingga jadi tidak enak hati. Karena tidak ingin membuat Fatan tak nyaman.“Jadi?” tanya Jingga menatap suaminya.“Ya kita berkunjung,” jawab Fatan.“Mas mau berkunjung?”“Iya.”“Pekerjaan mas bagaimana?”“Tidak masalah.”“Mas, jika terpaksa jangan ya, saya tidak mau membuat kamu terbebani oleh permintaan Ibu dan Bapak.” Jingga melanjutkan membuat Fatan menoleh dan menatap istrinya.“Kenapa kamu melarang saya ke sana? Ada apa?”“Saya hanya tidak mau kamu terbebani oleh permintaan Ibu sama Bapak.” Jingga menjawab.“Saya mau ke sana, lagian saya terbebani atau tidak, itu bukan urusan kamu,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 18. Penjelasan

    “Ada apa denganmu?” tanya Fatan menatap istrinya yang saat ini dipenuhi dengan amarah. Fatan memegang lengan istrinya, membuat Jingga menghempaskan genggaman itu.“Jangan sentuh saya, Mas,” ucap Jingga melangkah mundur.“Jingga, kamu salah paham sepertinya,” kata Fatan. “Biar saya jelaskan.”“Sudah, Mas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Jingga menggeleng. “Saya minta sama kamu untuk tidak melakukan hal tidak senonoh di tempat ini, dimana saya tinggal di sini. Jika kamu mau melakukan itu di sini, saya akan pergi.”“Jingga, hal tak senonoh seperti apa yang kamu maksud?”“Mas, tolong bawa Elsa pergi dari sini,” pintah Jingga. “Aku mohon.”Fatan tidak bisa menjelaskan hal itu sekarang, karena Jingga terlihat tak bisa diajak bicara, ia akan percaya dengan apa yang ia lihat, jadi Fatan memilih membawa Elsa pergi dari sini.“Fat, kamu sudah janji padaku akan melindungiku,” kata Elsa.“Saya akan suruh bagian keamanan melindungimu,” jawab Fatan.“Tapi—”“Ayo pergi,” ajak Fatan.“Lebay se

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 17. Tidak Segan-Segan

    “Bu Jingga, hari ini ada acara makan malam kantor. Ibu ikut, ‘kan?”“Insha Allah, Bu,” jawab Jingga.“Bu Jingga harus ikut dong, bukannya Pak Reno itu temannya Bu Jingga, ya?”“Senior, Bu.”“Eh iya. Senior. Lupa saya. Bu Jingga harus sempatkan datang.”Jingga tersenyum, ia akan izin ke suaminya dulu, jika suaminya mengizinkan ia akan pergi, jika tidak ia memilih pulang, melewatkan makan malam bersama keluarga besar universitas tempatnya bekerja.Jingga lalu mengirim pesan ke suaminya, tak lama pesannya sudah dibaca, namun beberapa menit kemudian tidak ada balasan sama sekali. Jingga menganggap bahwa suaminya mengizinkannya.“Saya ikut, Bu,” ucap Jingga pada dua wanita yang ada dihadapannya saat ini.“Nah gitu dong. Kita harus akrab, Bu, tidak boleh terlepas, ya. Siapatahu saja kecantikan Bu Jingga pindah ke kami,” kekeh salah satunya membuat Jingga hanya tersenyum mendengarkan.***Jingga sudah berada di tengah semua dosen kampus, ia hanya minum air putih dan beberapa cemilan didepann

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status