Kejaran rentenir membuat Tisya masuk ke dalam mobil pria asing untuk bersembunyi. Namun, siapa sangka pria itu justru meminta imbalan dalam bentuk pernikahan!!
View MoreâBerhenti dan bayar hutang-hutangmu, sialan!"
Teriak rentenir laki-laki yang lebih mirip preman itu nekat mengejarnya dari Tanah air hingga ke London untuk menagih utang pada Tisya Rhani, mantan sekretaris pribadi di salah satu perusahaan besar di Indonesia. Terlilit utang yang bukan utangnya, mendapat fitnah keji yang menuduhnya sebagai sekretaris selangkangan, yang sialnya hal itu membuat karirnya hancur. Ditambah lagi Tisya dirampok di bandara, semuanya lenyap, yang tersisa hanya kalung, dan ponsel keluaran terbaru di saku celana jeansnya saja. âAku harus bagaimana ini?â Tisya berlari kencang, sesekali menatap ke belakang, berharap jika rentenir bengis itu sudah berhenti, tetapi ternyata dia begitu semangat mengejarnya, membuat napas Tisya semakin terengah-engah, dan ketakutan setengah mati, apalagi melihat pisau tajam yang diacungkan sang rentenir, seketika membuat tubuh Tisya lemas. Tak ingin mati sia-sia, Tisya terus berlari semakin kencang, sampai akhirnya napasnya putus-putus, dan memilih berjongkok di antara mobil mewah yang terparkir rapi. "Aâaku belum ingin mati, ya Tuhan ...," ucap Tisya lirih yang napasnya ngos-ngosan. Baru saja merasa lega, tetapi seketika tubuhnya menegang, ketika mendengar teriakan rentenir semakin mendekat. Tubuh Tisya bergetar penuh ketakutan dan semakin menggigit bibir bawah, dengan mata yang kian liar menatap, lalu secepat kilat membuka pintu mobil yang terparkir di depannya dan langsung masuk ke dalam. Namun, betapa terkejutnya Tisya saat mata coklat madunya bertemu tatapan tajam biru samudra dari laki-laki asing yang sepertinya adalah pemilik mobil itu. Dan yang membuat Tisya semakin terperangah adalah, laki-laki itu begitu tampan, dengan bibir pink alami yang terlihat sangat seksi. Belum juga laki-laki tampan ini bersuara, Tisya langsung menyela panik, âT-Tuan, tolong biarkan saya sembunyi di sini. Saya dikejar preman dan nyawa saya di ujung tanduk. Saya mohon ... Tuan.â Namun, Derren, pria pemilik mobil itu, justru menaikkan satu alisnya saat melihat sosok Tisya yang sedang panik. Bibirnya mengulas senyum tipis, sangat tipis hingga hampir tak terlihat. Detik itu juga, tanpa banyak kata, Derren membuka baju mereka, yang membuat Tisya terkejut setengah mati, langsung menutup dadanya yang berbalut bra merah, bahkan tubuhnya refleks mundur hingga membentur kaca mobil, saat Derren semakin mendekat. âTâTuan âŚâ âDiamlah kalau kamu ingin selamat!â Ancaman tersebut berhasil membuat tubuh Tisya membeku, dan tak berani bergerak barang satu inci pun. Wajah Derren semakin mendekat, hingga bibir keduanya saling bersentuhan. Dan saat itu juga jarinya menekan tombol membuat kaca mobilnya turun. Seketika, rentenir yang sedang berdiri di depan pintu mobil itu membulatkan matanya tak percaya dengan wajah kesal, melihat mereka sedang bercumbu. âSial, apa-apaan ini?!â gerutu sang rentenir. Derren sedikit memberi jarak antara bibirnya dengan bibir Tisya, lalu melirik ke arah rentenir itu dan berkata, âKalmu mau mengganggu kesenangan kami?â Rentenir itu mendengus kesal dan pergi dari sana dengan perasaan murka. Tubuh Tisya masih bergetar, disertai perasaan aneh yang mulai menjalar, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun, seolah membeku meskipun tahu bahwa rentenir yang mengejarnya telah pergi. Sejenak dia merasa lega, tetapi segera setelah itu, dia kembali ingat soal dirinya yang hampir telanjang, dan Derren yang masih menekan tubuhnya. âTâTuan ⌠bisa tolong mundur sedikit?â tanya Tisya dengan sedikit bergetar. Namun, bukannya menjauh, Derren justru bertanya, "Aku sudah membantumu, jadi mana bayaranku?" Pandangan Derren tak lepas dari wajah tegang Tisya. âMâmaksud Tuan apa?â tanya Tisya bingung. âMenikahlah denganku,â jawab Derren tanpa keraguan, lalu sedikit menciptakan jarak dengan Tisya. Tisya membelalakkan matanya tak percaya. Apa pria ini gila?! "Tâtapi kita tidak saling mengenal, Tuan! Ini mustahil!â tolak Tisya segera. Karena Derren tidak lagi menindih tubuhnya, ia buru-buru merapikan pakaiannya. âTidak ada yang tidak mungkin,â ujar Derren dengan senyum tipisnya. Tisya semakin membelalakkan matanya, ia menatap Derren tak percaya. âTâTapi saya seorang janda. Tidak mungkin Anda mau menikahi janda, kan?â kata Tisya akhirnya dengan putus aja. Meskipun status itu ia dapatkan dari pernikahan siri sesaat, tetapi jika itu bisa menyelamatkannya saat ini, tentu tidak masalah. âItu bukan masalah bagiku,â jawab Derren segera, seolah tanpa beban. "Kalau kamu menolak, aku akan memberikanmu pada orang yang mengejarmu ... bagaimana?" Kedua bola mata Tisya membulat sempurna dan menelan ludahnya susah payah, kepalanya pun menggeleng. Bukankah ini sama saja seperti keluar dari kandang singa, lalu masuk ke kandang buaya? âJangan ⌠jangan serahkan saya pada mereka,â pinta Tisya semakin panik. Namun, belum sempat ia memutuskan, tiba-tiba sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Tisya. Bagai bom atom, dadanya terasa meledak ketika membaca pesan bahwa neneknya masuk rumah sakit karena mengalami pendarahan di kepalanya, dan harus segera dioperasi dengan biaya 320 juta. Setelah ditipu oleh Donal Beik, mantan pacarnya, yang membawa kabur sebagian penghasilannya ketika menjadi sekretaris pribadi, ditambah lagi pria itu juga meminjam uang pada rentenir atas namanya. Tak cukup sampai di sana, Donal Beik bahkan menyuruh perampok kelas kakap merampoknya sebelum lepas landas, membuat Tisya benar-benar menjadi gelandangan di kota London ini. Air matanya menetes, lalu kepalanya tak sengaja menoleh ke samping, masih terdapat laki-laki tampan yang diam dan menatapnya tajam. Hatinya menggeliat tak mengerti, mengapa laki-laki asing ini melihatnya seperti melihat musuh bebuyutannya saja. Padahal, ini adalah pertemuan pertama mereka. âBagaimana?â tanya Derren tiba-tiba, yang langsung membuyarkan lamunan Tisya. Dengan sedikit ragu, Tisya menatap Darren. Sebuah pemikiran gila tiba-tiba muncul di kepala Tisya. âKalau saya menjadi istri Tuan, apa saya akan tinggal dengan Tuan dan boleh meminta uang pada Tuan?â tanya Tisya dengan ragu. Sekarang, katakanlah Tisya tak memiliki urat malu karena sebelumnya menolak dengan keras, tetapi sekarang tiba-tiba berubah pikiran. Karena baginya, nyawa nenek satu-satunya dan hidupnya menjadi taruhannya. Derren mengangkat satu alisnya tinggi, lalu melipat tangan di dada, diam tanpa menjawab pertanyaan Tisya. Membuat jantung Tisya berdebar kencang, gugup dan malu luar biasa. "Ikuti segala aturanku. Maka semuanya bisa kamu dapatkan, Tisya!" kata Derren akhirnya. Namun, satu hal yang membuat tubuh Tisya membeku. Dari mana laki-laki ini tahu identitasnya? Mereka tak saling mengenal satu sama lain. Akan tetapi, kepalanya langsung menggeleng dan tak ingin memikirkan hal yang tak begitu penting untuk saat ini. Dengan jari-jari saling bertaut, Tisya menundukkan wajahnya, lalu berbicara lirih menatap Derren dan berkata dengan yakin, "Kalau begitu saya mau.â Derren tersenyum puas. âBagus, kita menikah sekarang juga.â Tisya membelalakkan matanya terkejut. âSeâsekarang?â âKenapa? Mau berubah pikiran?â Derren melirik Tisya sekilas, lalu bersiap untuk menyalakan mesin mobil. Tisya buru-buru menggelengkan kepalanya. Dia butuh uang itu cepat, juga tempat tinggal di negara ini. âTidak ⌠saya tidak berubah pikiran.â Tanpa menjawab, Derren langsung melajukan mobilnya menuju kantor catatan sipil. Di samping, Tisya sesekali mencuri pandang ke arah Derren. Perasaanya campur aduk, tetapi sepertinya ini memang keputusan terbaik untuk menyelamatkan hidupnya dan nyawa neneknya. Namun, saat itu Tisya menyadari sesuatu. Dia bahkan belum tahu siapa nama pria ini! âTâTuan, saya belum tahu nama Tuan,â kata Tisya lirih. Setidaknya, Tisya harus tahu nama orang yang akan menikah dengannya, bukan? âDerren Rynegan,â jawab Darren singkat. Derren Rynegan? Tisya merasa tidak asing dengan nama itu. Namun, Tisya memang sama sekali tidak pernah melihat wajah itu sebelumnya. Apa jangan-jangan ....."Jangan ke mana-mana!" Derren kembali memperingati Tisya untuk tetap di tempatnya. Di sini ada banyak rekan bisnisnya, tetapi tak sedikit musuhnya pun ada di sana. Mereka pasti akan mencari celah untuk bisa mendekati Tisya dan menjadikannya sebagai kelemahan Derren. Derren dengan sengaja menjauh dari Tisya dengan mata elangnya yang tak melepaskan perempuan itu dari jangkauan matanya. "Tidak usah panik, saya di sini," ucap Derren lewat pesan singkat yang dia kirim. Tisya mulai mengamati sekitar dan ya, dia menemukan Derren di ujung ballroom tersebut sedang menikmati minuman. Tisya langsung menarik kedua sudut bibirnya, berusaha terlihat tenang dan menikmati keadaan di sana. "Kau benar-benar gila, Tuan!" cibir Tisya. Seseorang menepuk pundak polos Tisya yang membuatnya langsung berbalik. Di sana berdiri seorang laki-laki muda dengan setelan jas hitam, tampak cukup tampan, dia tersenyum manis. "Hai, Nona. Kau istrinya Tuan Derren?" tanyanya sambil mengulurkan tangan. Tisya tak mem
Derren mengerutkan keningnya, saat Tisya hanya mengaduk-aduk minuman matcha yang dibelikannya tadi. "Saya membeli itu untuk kamu cicip, supaya kamu bisa membuatnya sendiri!" ujar Derren. "Aku lagi tidak selera makan, Tuan. Rasanyaâ" Derren langsung menyimpan sendok ke meja, menimbulkan suara yang membuat Tisya meliriknya. Derren bangun dari duduknya dengan wajah tanpa ekspresi. Tisya hanya bisa diam menatap, mencoba menganalisa apa yang akan dilakukan Derren. "Mau ikut atau tidak? Ayo!" ajak Derren. "Kita mau ke mana? Kalau mau cari makan aku tidak mau!" tolak Tisya sambil melipat kedua tangannya di dada. Lihatlah, Tisya benar-benar berkamuflase menjadi seorang istri manja yang ingin dibujuk oleh suaminya. Derren memutar bola matanya dengan jengah, kemudian membuang napasnya dengan kasar. "Nanti malam akan ada pesta penting yang dihadiri oleh para petinggi perusahaan besar di sini. Kau harus ikut, Nona Tisya!" tegas Derren. Tisya menekuk wajahnya, terlihat kalau dia malas untuk
Derren mengaduk-aduk pasta yang dibuat Tisya dengan sepenuh hati. Dari penampilannya, ini sama sekali tidak menggugah selera. "Kamu tidak pernah membuat pasta sebelumnya?" tanya Derren dan Tisya hanya menarik kedua sudut bibirnya. Derren membuang napasnya dengan kasar, merasa tak yakin untuk bisa melahap makanan itu. Tisya melirik jam di pergelangan tangannya, dia membulatkan mata, sadar kalau beberapa menit lagi busway akan lewat. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Tisya bergegas pergi dengan membawa tote bag miliknya. Derren membuka mulut, hendak menahan Tisya, tetapi perempuan itu sudah jauh melangkah. Tisya berlari sekuat tenaga, mengejar busway yang sebentar lagi akan tiba di halte. Dia akan kena masalah kalau sampai terlambat masuk kerja, sementara Derren adalah pemimpin di perusahan jadi walaupun terlambat tidak akan ada yang menggunjingnya. "Astaga, maaf saya tidak sengaja!" ucap Tisya sambil sedikit membungkuk. Sosok itu hanya melirik sinis, kemudian duduk di kursi kosong
Supermarket berada tak jauh dari kawasan mansion. Derren juga hanya pergi dengan pakaian santainya, cukup serasi dengan penampilan biasa dari Tisya. "Harganya mahal banget? Bukannya sama-sama matcha, ya?" tanya Tisya dengan heran saat melihat harga matcha. Ini memang kualitas terbaik, tak heran harganya mahal. Namun, Tisya tak menyangka kalau akan semahal ini dan lagi dia yang akan membuatnya. Tisya merasa dia akan menghamburkan uang Derren untuk hal tabu. "Kita beli dari brand biasa aja, ya!" Tisya kembali bernegosiasi. "Kenapa? Kamu takut saya kehabisan uang hanya karena membeli satu matcha?" Derren langsung memberi tatapan sinis. "Tuan, matcha bubuk dijual per gram danâ" "Nona, tolong bungkus matcha kualitas terbaik di sini. Dia mau belajar membuat cookies!" Derren langsung memanggil penjaga toko dan di sana Tisya hanya bisa membuang napasnya dengan kasar. Tisya menenteng semua bahan yang dia butuhkan untuk membuat berbagai minuman dan makanan dari matcha. Kini keduanya sedang
Tisya memalingkan wajahnya, jantungnya tiba-tiba berdegup tak karuan. Bingung harus bersikap apa, dia hanya celingukan menatap jalanan London di balik kaca mobil. "Ayo, saya mau lagi!" ucap Derren yang membuat Tisya kelimpungan. Derren menaikkan sebelah alisnya, dia juga bingung dengan sikap aneh Tisya. "Saya masih pegang setir, jadi tolong cookiesnya!" pinta Derren lagi. Kali ini Derren membuka mulutnya, meminta Tisya untuk segera memberinya asupan. "Tadi bilangnya tidak mau, tapi kayaknya semua makanan ini akan habis Anda makan sendiri," cibir Tisya. Saat Tisya hendak menyuapi Derren lagi, laki-laki itu malah mengulum bibirnya dan menutupnya rapat-rapat. Bukannya kesal, Tisya malah tertawa kecil melihat tingkah Derren. Bisa-bisanya di usianya yang tak lagi muda itu, Derren malah merajuk. Tisya membiarkan Derren menekuk wajahnya sepanjang perjalanan, dia juga ingin makan, jadinya Tisya mengabaikan Derren. Sampainya di rumah, Derren menutup pintu mobil dengan sangat keras, menim
Bukannya masuk, Tisya malah celingukan, takut ada orang lain yang melihatnya. Sosok di dalam mobil sana menghela napas, dia kembali meminta Tisya untuk segera masuk ke mobil. "Tunggu apalagi, ayo!" ajaknya lagi. Tisya pun masuk ke mobil, sambil tersenyum hampa Tisya mulai bertanya, "Ini tidak apa-apa kalau aku ikut mobil Anda, Tuan?" Tak ada jawaban, Derren hanya fokus menatap jalanan, melajukan kendaraan mewahnya itu di tengah kota London. Tisya dan Derren berada di mobil yang sama, tetapi keduanya seperti dua orang asing. Mereka memilih bungkam tanpa ingin terlibat obrolan. "Tuan, di sebelah sini ada kafe yang jual matcha tidak, ya?" tanya Tisya. Derren langsung melirik Tisya, yang membuatnya hanya tersenyum kiku. Derren memasang wajah datar tanpa ekspresi, itu membuat Tisya tenggelam dengan rasa bingung. "Kenapa berhenti?" tanya Tisya saat mobil Derren berhenti di sebuah kafe. "Bisa beli sendiri?" tanya balik Derren sambil menaikkan sebelah alisnya. Tisya mengangguk kecil, m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments