Di malam pertama pernikahan yang seharusnya menjadi malam yang indah berubah menjadi malam penuh luka, Fatan meninggalkan Jingga di hari itu dan lebih memilih menemui Elsa, mantan kekasih, yang meninggalkannya. Jingga merasa bahwa banyak sekali perbandingan antara dirinya dengan Elsa, hingga bingung, apakah dia seorang istri atau hanya simpanan? Mengapa Fatan membuatnya merasa seperti menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka?
View MoreMalam itu adalah malam pernikahan Jingga Teresa. Seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan suaminya Fatan Liun Aksara—seorang pengusaha kaya raya, dan kini berusia 30 tahun, ia adalah ahli waris keluarga Aksara.
Pernikahan yang harusnya bahagia menjadi malam pernikahan penuh luka, bagaimana tidak jika di malam pertama pernikahan, Fatan meninggalkan rumah dan menemui mantan kekasihnya yang baru datang dari Los Angeles. Elsa namanya, sang mantan kekasih yang sangat Fatan cintai, dan tidak bisa Fatan lupakan hingga saat ini. Ketika mendengar mantan kekasihnya kembali, Fatan rela meninggalkan malam pernikahan mereka. Jingga menatap pemandangan diluar rumah, hujan tak berhenti sejak sore, hujan yang seolah menggantikan Jingga menangis, hujan yang seolah tahu bagaimana perasaan sang Jingga saat ini. Jingga tidak menyalahkan takdir, namun Jingga hanya menginginkan kebahagiaan. Walau sederhana mengatakannya, namun sulit untuk dilakukan. Apalagi menemani pria yang belum selesai dengan masa lalunya. Suara ketukan pintu terdengar, secara bersamaan datang lah seorang wanita parubaya, sang Ibu. Dan juga Jedar—sang Kakak. Jedar juga baru seminggu yang lalu melepas masa lajangnya dengan seorang pria yang cukup mapan, yang bekerja di perusahaan ternama sebagai salah satu manager. Semua keluarga sangat bahagia, kebahagiaan yang tiada bandingannya dengan apa pun, karena di dalam keluarganya, ia dan sang Kakak mendapatkan suami yang mapan. Setidaknya bisa memperbaiki kehidupan mereka. Jingga bekerja sebagai asisten dosen, ia juga masih menjadi beban di dalam keluarganya dan tidak pernah akur dengan sang Kakak. Ya mereka berbeda, Jingga yang tertutup dan lebih mendalami agama, dan sang kakak yang mengenakan pakaian terbuka dan tidak perduli dengan apa yang Jingga katakan sebagai saran dan ajaran yang juga akan baik untuk Jedar. Bagi Jedar, Jingga adalah gadis cerewet dan sok suci. Sama persis dengan kejadian dimana Jingga memergoki kakaknya berciuman dengan seorang pria yang kini menjadi suaminya di dalam mobil, saling mematuk dan sangat mesra. Hingga akhirnya Jingga berlari masuk ke rumah seraya beristigfar dan melaporkan kejadian itu kepada sang Ayah. Malam ketika Jingga meraih sesuatu di dapur, tangannya di genggam oleh Bara—suami Jedar. Bahkan menggodanya dengan tatapan yang genit. Jingga melaporkan kejadian itu kepada Jedar, namun Jedar tidak percaya dan menganggap apa yang Jingga katakan hanya karena mau mencari perhatian Bara. Akhirnya kebencian Jedar semakin besar kepadanya. Hanya beberapa hari setelah pernikahan Jedar, Jingga di lamar oleh seorang pria bernama Fatan yang kini menjadi suaminya. Fatan adalah pria yang tampan, usianya juga dewasa yakni 30 tahun. Usia yang terpaut 7 tahun itu tidak menghalangi Fatan dan Jingga bersama. Namun, Jingga salah sangka. Dengan tawa puas, Jedar sangat bahagia melihat adiknya sengsara dan tidak dihargai oleh suaminya. Memalukan sekali. Apa yang bisa dibanggakan dari seorang Fatan? Kaya, namun tidak berakhlak. Berbeda dengan Bara yang memiliki sikap sebaliknya. “Nak, ayo makan dulu,” ajak Nania—sang Ibu. “Jingga nggak lapar, Bu,” jawab Jingga. “Nak, ayo lah makan, sejak tadi kamu belum makan apa pun loh. Nanti kamu sakit loh.” Nania masih membujuk putri bontotnya itu. “Bu, Jingga beneran nggak lapar. Jingga mau nunggu Mas Fatan pulang.” Jingga masih melihat ke arah luar rumah. Hujan tidak terlalu deras, namun cukup bising di atas genteng. “Apa sih, Jingga, jangan kayak anak-anak deh. Ibu kan suruh makan ya makan, jangan sampai kamu sakit dan ngerepotin semua orang rumah.” Jedar melanjutkan. “Kalau Jingga lapar, Jingga pasti akan ke dapur nyari makanan, Bu.” “Baiklah. Kamu istirahat kalau gitu, mungkin Fatan masih ada urusan. Temani adikmu.” Nania mengelus lengan Jedar. “Makanya jadi perempuan itu jangan langsung iya iya aja, mentang-mentang Fatan kaya, kamu malah tergoda kepadanya.” Jedar menggeleng. “Mbak, aku pengen istirahat. Mbak keluar aja, ya.” “Kan tadi kata kamu, kamu mau nunggu suamimu pulang.” “Sambil istirahat, Mbak.” “Kenapa, Jingga? Apa kamu sekarang sadar? Bahwa gadis tertutup sepertimu malah kalah dengan gadis terbuka sepertiku? Bukankah dulu kamu meremehkanku? Kamu mengatakan bahwa nggak akan ada pria yang mencintaiku tulus jika aku mempertontonkan tubuhku, dan lihat sekarang aku sudah membuktikan bahwa semua omongan kamu itu salah.” “Mbak apaan sih, kenapa masih mengingat hal itu? Sekarang kakak udah menikah, jadi sebaiknya mbak bahagia aja, nggak usah ingat apa yang aku katakan dulu.” “Aku hanya pengen kamu melihat betapa bahagianya aku sekarang, kakak yang kamu remehkan hanya karena kamu lebih mendalami agama. Orang modern sepertiku, malah mendapatkan pria yang yang tulus mencintaiku, sementara suamimu, meninggalkanmu di malam pernikahan kalian, bukankah itu hanya mengundang airmata?” Jedar puas melihat adiknya terlihat seperti saat ini. “Mau bagaimana pun Mas Fatan, aku tetap menghargainya, Mbak,” jawab Jingga. “Apa karena kamu takut kalah saing sama aku? Makanya kamu menerima lamaran Fatan itu?” “Mbak, aku dan Mas Fatan memang udah dekat, aku menikah bukan untuk memperlihatkannya ke Mbak.” “Walaupun Fatan lebih kaya dari suamiku, tapi aku tetap nggak kalah dari kamu, aku malah bisa mendapatkan kasih sayang Bara setiap waktu, bisa bersamanya di malam hari, bahkan malam pertama kami sangat hebat,” kekeh Jedar memamerkan semua itu. “Mbak, aku mohon sama Mbak, jangan ganggu aku,” lirih Jingga.Pagi menunjukkan pukul 10, Fatan baru bangun, ia merasa lebih enakan dan nyenyak tidur di kampung halaman Jingga. Seolah semua beban pekerjaan hilang begitu saja.Fatan memiliki insomnia berat, bahkan jam 3 malam sering terbangun hingga pagi hari, lalu ke kantor dengan mata lelah. Lalu, malam hari pun sulit tidur. Tak pernah merasakan benar-benar nyenyak.Fatan melihat seisi rumah, tak ada siapa pun, Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar rumah melalui pintu samping.Fatan melihat Jingga tengah berbincang dengan seorang wanita yang juga berhijab, Jingga tertawa lebar hingga membentuk tawa yang indah dipandang, Jingga juga memukul pelan lengan temannya. Fatan melihat hal itu, cantik sekali. Didalam pikiran Fatan.Fatan menyunggingkan senyum menatap Jingga yang asyik bercerita dengan temannya sampai tak menyadari jika sejak tadi Fatan tengah memandangnya tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.Jingga kembali tertawa lebar, tawa yang membentuk senyuman indah yang menawan, elegant dan pol
Jingga masuk ke kamarnya setelah membersihkan badan, ia masih menggunakan hijabnya sementara itu suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur seraya bermain ponsel sejak tadi ponsel suaminya itu sudah berdering menandakan seseorang mendesak untuk berbicara. Jingga duduk di depan cermin mengenakan pelembab seadanya tanpa Skin Care lengkap Jingga tetap terlihat cantik dan seperti merawat diri. Tak lama kemudian Jingga menoleh dan melihat lirikan suaminya, sepertinya Fatan tak enak hati padanya karena ponselnya sejak tadi bergetar. “Mas angkat saja siapa tahu saja penting,” kata Jingga berusaha untuk tidak terganggu walau ia sudah tahu seseorang yang mendesak ingin berbicara itu sudah pasti Elsa. “Baiklah. Saya keluar sebentar.” Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Fatan memilih berdiri di teras rumah mertuanya dan mengangkat telepon dari Elsa. Fatan melirik ke dalam rumah. Ibrahim dan Nania tengah ke masjid, sementara itu Jedar dan Bara sudah di kamar. ‘Halo?’
Jingga dan Fatan tiba di rumah kedua orangtua Jingga, Fatan langsung memarkirkan mobil di depan rumah, lalu mereka keluar dari mobil, di sambut langsung oleh Ibrahim dan Nania, sementara itu Jedar duduk di kursi teras seraya memainkan bibirnya yang kesal.Jingga dan Fatan langsung meraih tangan Nania dan Ibrahim, lalu mencium punggung tangan keduanya, seperti itu lah ajaran kepada yang lebih tua.“Ayo masuk, Nak,” ucap Ibrahim mempersilahkan Fatan masuk.“Jedar, kamu buatkan Jingga sama Fatan minum, ya,” titah Nania.“Apa sih, Bu, kayak siapa aja yang datang, lebay banget.”“Jedar, adikmu dan Adik iparmu datang, kamu harus melayani mereka. Mereka itu tamu kita,” kata Nania masih menatap Jedar yang bodoh amat.“Nggak mau ah, aku nggak mau,” tolak Jedar.“Udah, Bu, nanti Jingga saja yang buat minum.” Jingga menggeleng.“Apa sih, kamu kan juga anak Ibu, harusnya kamu yang buat minum, mentang-mentang kamu adalah kesayangan Ibu, jadi kamu kalau kemari mau dilayanin gitu? Lebay. Aku aja ngg
“Mas, kamu masih di rumah? Tidak bekerja?” tanya Jingga keluar dari kamarnya.“Tidak,” jawab Fatan. “Oh iya. Tadi, Bapak dan Ibu menelpon saya. Menyuruh kita berdua untuk berkunjung.”“Bapak sama Ibu menelpon?” “Iya. Menyuruh kita berkunjung, katanya hari ini kamu tidak ada mata kuliah.” Fatan menjawab.Jingga menautkan alisnya, tumben sekali kedua orangtuanya memberanikan diri menelpon Fatan langsung, Jingga jadi tidak enak hati. Karena tidak ingin membuat Fatan tak nyaman.“Jadi?” tanya Jingga menatap suaminya.“Ya kita berkunjung,” jawab Fatan.“Mas mau berkunjung?”“Iya.”“Pekerjaan mas bagaimana?”“Tidak masalah.”“Mas, jika terpaksa jangan ya, saya tidak mau membuat kamu terbebani oleh permintaan Ibu dan Bapak.” Jingga melanjutkan membuat Fatan menoleh dan menatap istrinya.“Kenapa kamu melarang saya ke sana? Ada apa?”“Saya hanya tidak mau kamu terbebani oleh permintaan Ibu sama Bapak.” Jingga menjawab.“Saya mau ke sana, lagian saya terbebani atau tidak, itu bukan urusan kamu,
“Ada apa denganmu?” tanya Fatan menatap istrinya yang saat ini dipenuhi dengan amarah. Fatan memegang lengan istrinya, membuat Jingga menghempaskan genggaman itu.“Jangan sentuh saya, Mas,” ucap Jingga melangkah mundur.“Jingga, kamu salah paham sepertinya,” kata Fatan. “Biar saya jelaskan.”“Sudah, Mas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Jingga menggeleng. “Saya minta sama kamu untuk tidak melakukan hal tidak senonoh di tempat ini, dimana saya tinggal di sini. Jika kamu mau melakukan itu di sini, saya akan pergi.”“Jingga, hal tak senonoh seperti apa yang kamu maksud?”“Mas, tolong bawa Elsa pergi dari sini,” pintah Jingga. “Aku mohon.”Fatan tidak bisa menjelaskan hal itu sekarang, karena Jingga terlihat tak bisa diajak bicara, ia akan percaya dengan apa yang ia lihat, jadi Fatan memilih membawa Elsa pergi dari sini.“Fat, kamu sudah janji padaku akan melindungiku,” kata Elsa.“Saya akan suruh bagian keamanan melindungimu,” jawab Fatan.“Tapi—”“Ayo pergi,” ajak Fatan.“Lebay se
“Bu Jingga, hari ini ada acara makan malam kantor. Ibu ikut, ‘kan?”“Insha Allah, Bu,” jawab Jingga.“Bu Jingga harus ikut dong, bukannya Pak Reno itu temannya Bu Jingga, ya?”“Senior, Bu.”“Eh iya. Senior. Lupa saya. Bu Jingga harus sempatkan datang.”Jingga tersenyum, ia akan izin ke suaminya dulu, jika suaminya mengizinkan ia akan pergi, jika tidak ia memilih pulang, melewatkan makan malam bersama keluarga besar universitas tempatnya bekerja.Jingga lalu mengirim pesan ke suaminya, tak lama pesannya sudah dibaca, namun beberapa menit kemudian tidak ada balasan sama sekali. Jingga menganggap bahwa suaminya mengizinkannya.“Saya ikut, Bu,” ucap Jingga pada dua wanita yang ada dihadapannya saat ini.“Nah gitu dong. Kita harus akrab, Bu, tidak boleh terlepas, ya. Siapatahu saja kecantikan Bu Jingga pindah ke kami,” kekeh salah satunya membuat Jingga hanya tersenyum mendengarkan.***Jingga sudah berada di tengah semua dosen kampus, ia hanya minum air putih dan beberapa cemilan didepann
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments