“Ada apa, Bu?” tanya Nisa kepada ibunya, entahlah tiba-tiba saja wanita polos itu dipanggil oleh ibunya, seperti akan membicarakan sesuatu yang sangat penting sekali.
“Jadi begini, kemarin siang Bu Wawat ke sini, katanya kamu mau gak dikenalkan dengan keponakannya, anak dari adiknya Bu Wawat,” ucap Ibu kepada Nisa langsung saja, tanpa basa-basi lagi mengatakan maksud dan tujuannya. Nisa masih terdiam, ia masih belum bisa mencerna apa yang dimaksudkan oleh ibunya. “Jadi, keponakannya Bu Wawat itu sedang mencari istri, katanya, orangnya baik, kalem, dan juga sudah haji, jadi udah pasti dia sangat taat agamanya.” Ibu menjelaskan lagi, kini sudah fahamlah dengan apa yang dimaksudkan oleh ibunya itu, ternyata hendak berniat menjodohkan. Bagaimana bisa Bu Aisyah itu mengatakan bahwa lelaki yang akan dijodohkan dengan Nisa adalah orang yang taat beragama hanya karena sudah naik haji? Padahal sudah jelas pada zaman saat ini gelar haji hanya dijadikan sebagai gengsi“Waalaikumussalam.” Bu Aisyah − Ibunya Nisa pun segera bergegas menuju depan, membukakan pintu dan melihat pula siapa gerangan yang datang bertamu ke rumahnya.“Bu Aisyah,” sapa wanita paruh baya yang usianya sekitar setengah abad.“Eh, Bu Wawat, silakan masuk, ayok!” seru Bu Aisyah, ketika tahu bahwa yang bertamu ke rumahnya pada malam hari itu adalah Bu Wawat, orang yang memang ia sedang tunggu juga, bahkan awalnya, Bu Aisyah ingin langsung datang ke rumah Bu Wawat, hanya untuk memberikan kabar bahwa Nisa bersedia untuk dijodohkan dengan keponakannya.Kedua wanita paruh baya itu pun langsung masuk ke dalam rumah, yang tentunya di ruang tamu sana ada Nisa dan juga bapaknya, Epi.“Wah, kayaknya lagi kumpul juga, ya,” seru Bu Wawat ketika ia sampai di ruang tamu dan mendapati Nisa di sana, orang yang memang sedang ia tunggu juga jawabannya.“Wah, iya nih, Nisa juga ada di rumah, pas sekali Bu Wawat datang ke sini,” timpal Pak Epi yang kini ikut berkomen
“Jadi ini Haji Eneng, adik saya itu, Bu Aisyah, Pak Epi, dan juga anaknya Reza.” Bu Wawat memperkenalkan adiknya itu beserta dengan suami dan juga anaknya, yang akan dijodohkan dengan Nisa.Ya, keluarga Bu Wawat kini sedang mendatangi rumah Nisa, sebagai pertemuan pertama, dan juga sekaligus sebagai tanda jadi, karena keduanya sudah sama-sama saling menerima perjodohan tersebut.“Oh, iya, Bu Haji,” ucap Pak Epi, yang kemudian semuanya pun kini saling berkenalan satu sama lain, disusul dengan senyuman Bu Aisyah dan juga Nisa.“Jadi adik saya ini memang sejak SMP sudah di kota, gak tinggal lagi di sini, dia sekolah di sana sampai kuliah, dan hingga akhirnya ketemu jodoh di sana juga, si Ayah Toni,” ucap Bu Wawat juga memperkenalkan.“Oh, iya, ya, saya juga ingat bagaimana Haji Eneng itu kecilnya,” timpal Bu Aisyah seraya tersenyum lebar.“Oh, iya, jadi ini anak saya, yang paling ganteng dan baik, Reza namanya, Bu, Pak, Nisa, kalau dia sih gimana saya aja
“Jadi bagaimana, Bun? kapan Reza bisa nikah sama Nisa?” tanya Reza kepada Bundanya, ketika mereka tentu saja sudah sampai di rumahnya lagi, di kota, yang memerlukan waktu sekitar 2 jam lebih saja untuk ke rumah Nisa.“Sabar dong, Za, kamu itu baru juga kenal dan ketemu satu kali, udah ngebet banget kayaknya pengin nikah,” celetuk Toni, Ayahnya Reza seraya terkekeh.“He he he. Reza kan pengin cepat punya istri, Ayah, pengin cepat ada yang ngurusin juga,” jawab Reza lagi berkelakar.Eneng masih diam saja mendengarkan suami dan anaknya itu berbincang, sesekali focus pada ponselnya, entah apa yang sedang wanita itu lakukan.“Si Bunda sibuk banget sih, Za, lagi apa sih dia?” tanya Toni kepada Reza seraya mengangkat kedua alisnya, dan dengan penuh rasa penasaran pun, Reza mencondongkan tubuhnya ke arah bundanya, untuk mengecek apa yang sedang ia lakukan.“Wah, si Bunda lagi stalking Face book Nisa, kayaknya, Yah,” jawab Reza kepada Ayahnya, lalu kembali mena
[Hallo, Nisa sayang, kamu lagi apa, sayang?] tanya Reza kepada Nisa melalui pesan singkat yang dikirimkan oleh lelaki itu dengan tata bahasa yang selalu berulang kali digunakan double. Nisa hanya tersenyum datar saja ketika mendapati pesan dari calon suaminya, ia sendiri sudah pasrah dengan apa yang terjadi kepadanya saat ini, mungkin dengan perjodohan ini akan menghilangkan perasaannya juga kepada Dani. Sebab Nisa cukup yakin dengan dirinya sendiri bahwa ia akan setia kepada lelaki yang menjadi suaminya nanti. Ia pasrah menerima begitu saja untuk menikah dengan lelaki yang baru saja ia kenal beberapa hari lalu, karena memang ibu dan bapaknya sudah percaya penuh kepada mereka. Biarkan saja dulu Nisa menyenangkan hati kedua orang tuanya dengan pernikahan tersebut. Toh ini adalah pilihan mereka, yang dianggapnya tepat, katanya pilihan orang tua selalu tepat, begitu katanya. “Aku lagi rebahan aja,” jawab Nisa singkat
“Eh, kemarin aku lihat ada mobil putih di depan rumahmu, siapa itu, Nis?” tanya Riri kepo kepada Nisa, tanpa memanggilnya dengan gelar ‘bu’ seperti yang lainnya, sebab memang Nisa ada di bawah Riri usianya, hanya selisih 2 tahun saja, terlebih keduanya sudah sangat akrab sekali, bahkan Nisa pun sering juga memanggil nama langsung kepada Riri.Nisa terdiam sejenak, ia tak langsung menjawab, sebab ia pun masih enggan untuk menceritakan masalah perjodohannya tersebut kepada orang lain.“Aku mau dijodohkan dengan keponakannya Bu Wawat yang di kota.” Nisa menjawab dengan singkat, akan tetapi sudah cukup membuat Riri terkejut mendengarnya, bahkan terkesiap, seraya matanya terbelalak.“APA? DIJODOHKAN DENGAN KEPONAKANNYA BU WAWAT?” mulut Riri sedikit terbuka karena saking terkejutnya, menganga dengan mata terbelalak. “Iya, katanya sih keluarga dia yang di Kota berbeda dengan yang di kampung kita, gak songong dan sombong,” ucap Nisa, seperti sudah tahu dengan maksu
“Pak Dani, udah dengar cerita tentang Bu Nisa belum, yang katanya mau menikah?” tanya Siti kepada Dani sekenanya saja kepada Dani, yang mana sekelilingnya ada beberapa guru lainnya pula, yang secara tidak langsung dapat didengar pula oleh rekan guru yang lainnya juga. Dani terkesiap ketika mendengar pertanyaan dari Siti yang tiba-tiba saja membahas Nisa di depan banyak orang, dan hal itu tentu saja menjadikan Dani teringat kembali kepada Nisa, padahal sudah satu bulan lebih tidak saling komunikasi. Kali ini Dani sudah benar-benar insyaf dan tidak lagi menjalin hubungan dengan Nisa setelah untuk kedua kalinya tertangkap basah oleh Rika. “Kok Pak Dani diam aja? Kayaknya udah tahu, ya?” tanya Siti lagi terus menerus kepada Dani, yang sengaja ingin menggoda lelaki itu, yang kini wajahnya nampak pias. “Saya gak tahu apa-apa, Bu. Lagi pula saya juga tidak ingin ikut campur dengan urusan orang lain seperti Bu Siti,” celetuk Dani seken
“Apa maksud Bu Siti berbicara seperti itu kepada saya?” tanya Dani kepada Siti penuh dengan tanda tanya besar, tak menyangka jika ada seorang wanita single yang terang-terangan menawarkan untuk menjadi kekasih gelapnya Dani.“Kan saya sudah jelaskan tadi bahwa saya bersedia untuk menggantikan posisi Nisa di hati Pak Dani,” jawab Siti dengan begitu percaya dirinya, berbeda dengan Dani yang malah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja.“Saya juga menaruh perasaan kepada Pak Dani, dan yang jelas, saya akan lebih setia dari pada Nisa, karena saya mencintai Pak Dani dengan sepenuh hati saya,” sambung Siti lagi menegaskan, bahkan ia sudah menyatakan cintanya.Meski ada pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada kucing yang menolak dikasih ikan, akan tetapi ikan seperti apa dulu yang diterima oleh kucing tersebut, sama halnya dengan lelaki, wanita mana pula yang akan diterimanya meski wanita itu datang sendiri menawarkan dirinya.“Maaf, Bu Siti, sepertinya pembahas
“Kenapa lagi, Nis? Kok mukanya berubah gitu?” tanya Riri penasaran ketika melihat perubahan pada raut wajah Nisa, padahal sebelumnya ia nampak terlihat ceria, akan tetapi kini berubah lagi menjadi pias.Nisa menyerahkan ponselnya kepada Riri dan Deden, memperlihatkan isi pesan yang dikirimkan yang membuat wajahnya nampak tidak mood, isi pesan yang dikirimkan oleh Siti.“Astaga, ini Bu Siti yang yang satu sekolah dengan Pak Dani itu kan?” Riri memastikan.Nisa pun hanya mengangguk saja, ia sendiri bingung kenapa Siti malah mengirimkan pesan itu kepadanya, padahal sebelumnya mereka sama sekali tidak punya urusan. Deden hanya diam saja sebab memang dijelaskan bagaimana pun, ia tidak akan tahu.“Memangnya kamu punya masalah sama dia? Duh, tapi dia itu sama julidnya tahu! Ikut campur aja urusan orang lain.” Riri bersungut-sungut, kesal juga kepada Siti yang juga memang ia tahu bagaimana watak wanita itu.Nisa hanya menggelengkan kepalanya lagi, lalu berkata