“Nisa menolak, Neng. Dan kedua orang tuanya pun sudah tidak bisa lagi membujuknya, karena Nisa sudah memberikan peringatan kepada kedua orang tuanya untuk tidak lagi ikut campur dengan urusannya, apa lagi yang menyangkut masa depannya, bahkan Nisa akan meninggalkan rumah jika bapak dan ibunya tetap memaksakan kehendak.”Bu Wawat panjang lebar memberikan penjelasan kepada Eneng dan suaminya yang ada di sana, termasuk Reza, seketika wajah ketiganya pun kini berubah menjadi muram, hanya kekecewaan saja yang terpancar.“Kamu yang sabar, ya Reza! mungkin memang sudah sebaiknya kita harus introspeksi diri atas apa yang pernah kita lakukan pada Nisa, Bunda juga menyesal, Za, sungguh menyesal, gak kebayang jika anak perempuan bunda pun akan diperlakukan seperti Nisa oleh ibu mertuanya…“Yang jelas Bunda sebagai orang tua, akan membawa kembali si Anggi ke rumah jika ia diperlakukan tidak baik oleh suami dan mertuanya.” Eneng panjang lebar, ia kini sudah sadar, ya sepenuhnya, sudah menga
“Jauhi suamiku! Aku tahu kamu lebih faham bagaimana seharusnya bertindak, karena kamu mendapatkan pendidikan di pondok pesantren selama 8 tahun lamanya,” pinta Rika pada Nisa dengan tatapan tajam. Nisa terdiam beberapa detik, wajahnya pias ketika ia dilabrak oleh seorang istri, yang suaminya saat ini dekat dengannya, ia sendiri seolah sedang mencerna, apa yang saat ini terjadi kepadanya adalah benar adanya, nyata, bukan hanya sekadar mimpi buruk semata. Nisa menghela nafasnya sejenak, mengumpulkan kekuatan sebelum akhirnya ia menjawab ucapan wanita yang ada di hadapannya itu. “Aku mengakui bahwa aku salah, akan tetapi suami Bu Rika yang terlebih dulu yang mendekatiku dengan intens, sekuat apa pun, aku menolak, akan tetapi Mas Dani selalu merayu sehingga akhirnya pertahanan hatiku runtuh,” jawab Nisa tak ingin kalah dan tak mau disalahkan. Ah, entahlah Nisa, ke mana akal sehatnya saat ini, sampai ia melupakan untuk tidak menjalin hubungan deng
“Memangnya hubungan kamu sama Pak Dani mau terus bersembunyi saja, Nis? Gak mau kayak yang lainnya yang nanti bisa berakhir dengan pernikahan,” tanya Riri lagi pada Nisa yang kini memojokkan dirinya.Yaa, sebagai sahabat tentu saja Riri ingin terbaik untuk Nisa, meskipun memang poligami dalam islam diperbolehkan, akan tetapi tentu saja banyak risiko yang nanti akan datang melanda.“Eling, Nis! Sadar, kamu itu cantik dan berpendidikan, gak akan sulit bagi kamu mendapatkan lelaki, bahkan pastinya akan lebih baik dari pada Pak Dani.” Riri masih saja bersungut-sungut menasihati Nisa.“Jangan pernah mau deh jadi yang kedua! Memangnya jadi kedua itu gampang, hah? Apalagi kamu yang mudah banget nangis, sensitive, nanti yang ada banyak nangis ketika semuanya sudah kejadian!” Riri pun menyampaikan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika Nisa menjadi istri kedua.“Iya, aku juga tahu, Ri. Tapi menghilangkan perasaan ini tidak mudah, kami sudah dua tahun be
“Ya, gak lah, Ri! Kan aku sudah sering cerita pada kamu kalau aku selalu nolak ajakannya Pak Dani.” Nisa menjawab dengan sedikit kikuk. “Lalu mengenai video call itu? Katanya kamu sering melakukan video call dengan Pak Dani, kan?” tanya Riri lagi dengan wajah yang masih saja penasaran. Nisa terkejut, wajahnya kini pias, ia tidak ingin sahabatnya itu tahu bahwa ia sering melakukan video call dengan Dani dalam keadaan pakaian minim, bahkan Dani sering kali meminta dirinya untuk berphoto sexy, bahkan tanpa baju. Virtual sex. “Gak kok, biasa aja, aku hanya sebatas melapas kerudung saja, he he. Tidak lebih,” jawab Nisa kepada Riri, berbohong, bahwa Nisa sudah melakukan lebih dari hanya sekadar buka kerudung. “HAH? KAMU MELEPAS KERUDUNG?” tanya Riri terkejut, entahlah bagaimana jadinya jika Riri tahu bahwa ia melakukan hal lebih dari sekadar buka kerudung. “Iya, kan hanya buka kerudung aja, gak ngapa-ngapain kok, kan udah umum, gak lebih,” sahut Nisa menc
[Kamu lagi apa, Nis?] sebuah pesan masuk lagi pada ponsel milik Nisa. Ya saat ini Nisa sedang menikmati malamnya dengan membaca buku novel karya Penulisa kesayangannya. Ia merebahkan dirinya di ranjang berukuran 1800 X 1200 itu dengan seprei yang berwarna merah.“Mau apa lagi sih cowok ini ngechat aku?” gumamnya pada diri sendiri, ia masih menatap pesan tersebut yang muncul di screen ponselnya dengan mode yang masih terkunci. Ia belum membukanya.[Nis, kok kamu gak balas chat aku? Masih marah, ya?] datang lagi pesan kedua, hanya berselang kurang dari sepuluh menit, sehingga akhirnya kini Nisa pun meraih ponsel yang memang ada di sampingnya itu, lalu membuka pesan dari Dani, dan membalasnya.“Mau apa lagi, Mas?” tanya Nisa singkat kepada Dani melalui pesan yang ia kirimkan. akan tetapi hanya selang beberapa detik saja, kini ponsel Nisa sudah berdering, nampak panggilan video yang dilakukan oleh Dani.Nisa masih enggan untuk mengangkatnya, sebab ia tahu bahwa
[“Lho, kok kamu malah diam aja, Nis? Terus kok malah ditutup lagi sih bajunya? Padahal aku masih memandangi keindahan dua balon air itu, sayang, yang lebih besar dari milik istriku”] tanya Dani di ujung sana dengan memasang wajah kecewa kepada Nisa, dan tentunya sinar mata memelas.“Duh, Mas, bukannya aku gak mau ngelakuin ini, tapi kan buat apa juga? Percuma! Gak ada kerjaan, kayak orang gila gak sih kita ngelakuin ini?” balas Nisa kepada Dani bersungut-sungut menganggap hal yang dilakukannya itu adalah hal gila. Akan tetapi sebaliknya, tentunya hal gila yang menurut Dani malah seperti mainan yang ia sukai saja, bisa melihat tubuh polos di balik pakaian yang selalu ditutup rapat oleh sang pemiliknya, bukankah yang tertutup itu selalu membuat penasaran?Wajah Dani semakin memelas, sorot matanya menggambarkan bahwa lelaki itu sedang terangsang untuk melakukan hubungan badan, entahlah apa yang sebenarnya ada di dalam benak lelaki tersebut, benak seorang guru yang s
“Gak apa-apa, Bu. Nisa hanya kesal karena baca buku aja,” kilah Nisa pada ibunya beralasan. “Oh, ya sudah kalau memang kamu tidak kenapa-kenapa, ibu pikir kamu sedang marah sama orang,” sahut Ibu lagi, Nisa pun hanya nyengir lebar saja, agar tidak membuat ibunya curiga bahwa ia baru saja melakukan hal yang tak semestinya dilakukan dengan Dani. “Ya sudah kalau gitu kamu tidur, sana!” Ibunya menyuruh Nisa untuk masuk kembali ke kamarnya, dan Nisa pun hanya menganggukkan kepalanya juga. ***[Gimana, Bu? Kapan kita bisa bertemu?] tanya seorang lelaki melalui pesan singkat pada Nisa, yang memang sudah satu bulan ini keduanya menjalin hubungan komunikasi jarak jauh.Ya lebih tepatnya lelaki tersebut yang sepertinya memang tertarik kepada Nisa meski belum pernah saling bertemu secara langsung.Nisa menghela nafasnya panjang ketika mendapati pesan seperti itu dari Roni, lela
[Hallo, sayang. Kamu apa kabar?] sebuah pesan singkat yang masuk pada ponsel milik Nisa, yang saat ini sedang berada di kantor, baru saja selesai mengajar. Nisa terbelalak ketika melihat siapa yang mengirimkan pesan itu kepadanya, ia hanya mengernyitkan keninganya saja meski di dalam hatinya ada rasa bahagia yang menyeruak begitu saja. Itu adalah pesan dari Dani, lelaki berdarah Jawa, yang berhasil menaklukan hatinya Nisa. Nisa yang memang belum sepenuhnya bisa melupakan lelaki tersebut, tentu saja ia langsung membalas pesannya, meski awalnya ragu, baru satu minggu Nisa dan Dani tidak saling memberi kabar, selepas kejadian Rika yang melabrak Nisa di lapangan sekolah. Sebenarnya, Nisa ingin sepenuhnya menjauh dari lelaki itu, akan tetapi hatinya selalu berkata lain, ia selalu tidak mampu untuk menolak Dani ketika datang kepadanya lagi, ia selalu tidak bisa menolaknya. Apa mungkin karena rasa cintanya kepada Dani? Atau memang hanya sebatas nafsu belaka saja?