***
-Marco POV-
Klik! Ujung revolver milik Isa kembali bersarang tepat di dahinya.
Marco mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. Adegan menegangkan dan percakapan kedua gadis yang pernah bersahabat itu disaksikan dengan matanya sendiri dari balik kaca pemantau.
Ketegangan menyelimuti Isa dan Mischa. Marco menangkap kegelisahan dari sepasang mata Mischa yang berusaha menembus kaca penyekat ruangan antara ruang pemantau dan ruang interogasi tahanan. Sebaliknya, Isa menunjukkan ketenangan yang luar biasa padahal ujung pelatuk kini berada di tengah dahinya.
Kematianmu adalah tebusan untuk putriku. Kalimat itu terngiang di benak Marco.<
***"Perjalanan kita masih lama?" Isa meraih tangan kanan Marco dan membelai telapaknya. Menggiringnya menuju pipinya dan mengecupnya. Sentuhan sederhana itu seakan menghidupkan hasratnya."Mungkin satu jam kurang." Marco menepikan mobilnya di pinggir jalan setapak dan menyalakan lampu hati-hati. Ia lalu menarik Isa dan menempelkan kedua bibir mereka. Menciumnya perlahan sambil mengecupnya."Uhm." Isa mengulum bibirnya, seakan paham apa yang sedang dirasakannya. Ia memeluk bahunya dan mendesak ciumannya lebih dalam. Marco memberikan sentuhan yang tidak kalah manis, menggigit gemas bibir bawahnya dan membelai lidah gadisnya dengan lidahnya.Marco lalu mencengkram pergelangan tangan Isa dan menghentikan semua kegiatan mereka. Ia lalu menarik tuas kursi penumpang dan menaha
***"Apa aku harus mengenakan penutup mata ini, Marco?""Sssh! Tentu saja, Baby!" Marco mengawalnya menaiki undakan tangga batu. Udara malam ini cukup hangat karena sedang musim panas. Cukup bersahabat untuk menghabiskan waktu makan malam diluar bersama lelakinya."Masih jauh tidak? ""Sepuluh langkah lagi. Kau cerewet sekali, Sayang."Mereka menaiki tangga batu terakhir. "Sudah sampai, Princess." Marco membuka kain yang menutup matanya.Isa mengerjap-ngerjapkan kedua matanya."Kalau begini, bisa luntur maskaraku, Marco." Isa merengek manja.Marco tergeli. Satu-satunya perempuan yang
*** "Princess." Marco menghampiri gadisnya yang sedang duduk menikmati jus jeruk dan menu brunch di depan meja makan. Sepiring cinnamon waffle pie dengan taburan berries. Baguslah, asupan gula akan membuat Isa dipenuhi hormon serotonin sepanjang waktu karena Marco tahu hari ini akan menjadi hari yang panjang untuk mereka. Marco meraih pundak Isa dan memijatnya perlahan. Sambil menunduk sedikit lalu mencium belakang lehernya. Isa menoleh dan mengusapkan bibirnya tepat ke bibir Marco. "Sudah selesai rapatnya?" Marco mengangguk. "Koordinasi dengan tim milikku sudah. Ada seseorang yang sedang menunggu di ruang kerjaku." Isa mengangk
*** "Kak!" Adiknya menerobos masuk ruang kerja Marco tanpa mengetuk. "Zayden." "Isa memintaku untuk melihat kondisimu.” Zayden memperhatikan kakaknya yang kini duduk di kursi kerjanya. “Kalian bertengkar layaknya ibu dan ayah." "Shuthefu*ckup, Zay." Marco membentak kasar. Zayden mendengus sambil berjalan mendekati meja Marco. "Selama setengah hari ini, Isa mengumpulkan aku, Willow dan Rage. Ia juga sudah menceritakan sedikit rencananya pada kami.” Marco tidak merespon pernyataan adiknya. “Aku pikir semua yang disampaikannya sudah disetujui olehmu, Marco.” Zayden berkata
***Kini semua orang sudah berkumpul di ruang rapat Marco. Mischa mendadak dihubungi Vargas yang masih menculik anak perempuannya. Semua orang terlihat tegang tidak terkecuali Marco dan Isa.[Percakapan telepon Mischa dan Vargas dalam mode pengeras suara]Mischa: "Perempuan itu sudah memakan umpanku, Vargas."Vargas: "Aku tidak akan percaya sampai kau berhasil menggiringnya ke hadapanku, Nona."Mischa: "Bagaimana kondisi putriku?"Vargas: "Sibuk sendiri dengan bacaan perangnya tentang Sun Tzu."Mischa: "Jangan sentuh seujung rambutnya, Vargas."Vargas: "Aku tidak janji. Mungkin jika anak ke
***Hampir tengah malam Marco masih di ruang kerjanya bersama Isa, ketika Mischa serta Jett menerobos masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu.Telepon genggam Mischa kembali berdering. Marco memberi isyarat pada Ash dan Zayden yang kebetulan juga berada di ruangan yang sama. Ash mengangguk tanda siap menyadap isi pembicaraan Mischa.Klik! Mischa menekan tombol jawab dan menyalakan mode pengeras suara.[Sambungan telepon antara Mischa dan Vargas]Vargas: "Nona, besok malam. Jam setengah satu pagi. Gudang di peternakan Woodlands. Anak buahku akan mengirim lokasi tepatnya besok. Pastikan tidak ada yang mengikuti kalian."Mischa: "..."
*** Isa terbangun dan mengelus wajahnya pelan. Marco berbaring di samping dan memandangnya tanpa berkedip. "Kau mengerikan. Memandangku seperti penguntit rahasia." Isa terkikik dengan setengah wajah yang masih menempel di dasar bantal. Marco meraihnya. Tangannya diselipkan ke balik gaun tidur gadisnya. Ia terus membelai hingga tiba di balik punggungnya yang polos. Isa mencondongkan tubuhnya ke atas dada telanjang Marco. Mengecup bibirnya. Marco mendorong lidahnya dan menyerangnya dengan panas. Protes Isa tertelan di balik mulutnya dan membuatnya semakin mendesak lebih dalam. Jarinya dengan lembut menyurai rambut Marco di belakang lehernya. "Selamat pagi, manis." Marco mengakhiri ciuman paginya. Meniup ujung hidungnya. Is
***Isa terbangun dan berada di ruang gelap. Satu hal yang ia ingat hanya riuh gemuruh suara helikopter dengan putaran angin kencang saat alat transportasi udara itu bahkan tidak menjejak di rumput. Sepasang tangan kekar menariknya dari jangkauan Marco.Andai ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk menghentikan waktu. Berlari menggapai dan memeluk Marco saat itu juga. Menuntaskan janjinya semalam bahwa ia akan baik-baik saja dan rencana mereka berhasil dengan gemilang!Sepasang matanya memastikan ruang gelap yang melingkupinya. Sebuah gudang. Lagi. Andai saja si-bodoh-Rage yang akan keluar dari balik pintu itu. Sial!Posisi duduknya juga tidak menguntungkan. Kedua tangan dan kakinya terikat temali. Semua pen