Share

4. Ketakutan Berumah Tangga

"Kanaya, sudah telepon Athalla belum? Ini sudah mau jam berapa coba?"

Kanaya berada di ruang keluarga bersama semua anggota keluarganya. Akan tetapi suaminya belum juga pulang bekerja. Pertanyaan dari Fatan membuat dia seketika merasa geli kalau bahas soal suami. Masih sampai saat ini Kanaya tidak percaya jika dia telah bersuami. "Kamu harus tahu dia pulang ke rumah orangtuanya atau ke sini."

"Dia pulang kalau tahu rumahnya, Pa."

"Jangan bicara begitu, Kanaya. Mama nggak suka kamu mulai bicara yang nggak pernah Mama ajarkan ke kamu. Jangan kasar ke dia, bagaimanapun juga dia suami kamu." Arum ikut campur jika anaknya memang salah, pasti akan ditegur. Seperti saat ini Kanaya terus mengelak soal pernikahannya dengan Athalla.

Kanaya mengirimkan pesan pada suaminya karena perintah dari Fatan untuk menanyakan posisi pria itu. "Lo nggak pulang?" akhirnya dia mengirimkan pesan itu kepada Athalla.

"Sudah aku kirim pesan ke dia, Pa. Jadi nggak usah tanya lagi. Aku mau ke kamar dulu." Kanaya beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan keluarganya di sana. Tidak mau terlalu lama berada di sana. Bisa panas telinganya dengar Arum yang terus mengomelinya setiap kali bersikap kepada Athalla. Tapi jujur saja kalau Kanaya belum siap untuk jadi istri. Belum siap disentuh, membayangkan jika dirinya tidur dengan Athalla, setelah perawannya hilang lalu kemudian diceraikan.

Kalau diingat latar belakang Athalla yang sangat berbeda sekali. Jelas itu menjadi alasan mengapa Kanaya sangat takut kehilangan keperawanan meski sudah menikah.

Tidak ada kabar dari Athalla setelah mengirimkan pesan itu. Kanaya membunyikan notifikasi paling besar, mana tahu ada pesan dari pria itu saat dia ketiduran entah meminta untuk dibukakan pintu atau tidak.

Baru saja dia mencoba untuk memejamkan mata. Tapi malah Saka yang menghubunginya. "Sayang, besok ke bioskop yuk!" ajak Saka padanya.

"Jam berapa?"

"Hmm, malam deh. Nggak larut kok pulangnya."

Tapi Kanaya sadar sedang ada di rumah orangtuanya. Jangan sampai dia kena masalah besar jika pergi bersama dengan kekasihnya malam hari. Apalagi nanti Athalla juga ada di rumah. Mungkin hanya malam ini yang lembur. Bisa menjadi masalah besar atau bahkan kena pukul oleh Fatan. Memang selama ini tidak pernah mendapatkan itu dari orangtuanya. Tapi ingat statusnya sebagai istri, harus hati-hati keluar.

"Sayang, kok diam?"

"Aku nggak bisa deh kalau malam. Pas jam makan siang gimana?"

"Ya sudah, boleh kok. Tapi kita jalan aja deh." Lalu saat itu Kanaya izin tidur karena mengantuk sekali malam ini. "Selamat tidur sayang."

Kanaya menutup teleponnya. Memilih untuk tidur dibandingkan harus menunggu Athalla pulang bekerja.

Kanaya bangun dari tidurnya setelah lampu yang ada di kamarnya dimatikan. Dia mendengar suara pintu kamar mandi ditutup. Kanaya tidak mendapatkan balasan sama sekali dari Athalla. Harusnya pria itu membalas pesannya tadi.

Waktu Athalla di kamar mandi, Kanaya melihat yang ada di ponselnya. Ternyata jam tiga dini hari. Athalla sesibuk ini kah? Ingat kata mertuanya kemarin kalau Athalla pernah diselingkuhi oleh mantan istrinya.

Suara pintu kamar mandi dibuka. Buru-buru Kanaya memejamkan matanya. Tercium aroma sabun mandi yang dipakai oleh Kanaya kali ini dipakai juga oleh suaminya. Tempat tidurnya mulai bergerak sedikit. Merasakan kalau selimutnya juga ditarik untuk menutupi tubuhnya Kanaya.

Dirasakan oleh wanita itu ada ciuman pada pipinya. "Lekas sembuh, Ay. Mau bagaimanapun kamu selingkuh sama Saka di luar sana. Aku ngerti. Aku di sisi kamu sampai kamu sembuh."

Kanaya dengar semua yang dikatakan suaminya. Memangnya dirinya sakit? Kanaya tidak pernah sakit. Mungkin Athalla salah orang sampai mengatakan Kanaya itu sedang dalam keadaan tidak sehat. Apalagi bawa-bawa nama Saka padanya.

Wanita itu memang tidur miring dan bisa saja berhadapan dengan Athalla kalau mereka sama-sama menghadap arah berlawanan. Lampu kamar juga lupa dimatikan oleh Kanaya tadi karena ketiduran.

"Haaaaaaaaaa." Kanaya bangun merenggangkan tubuhnya. Tidurnya nyenyak sekali tadi malam. Lalu menggaruk punggungnya. Saat baru saja bangun dari tidurnya.

Waktu Kanaya sadar sudah tidak ada Athalla di tempat tidur. Dia kemudian melihat ke arah baju yang digantung di kamarnya. Baju yang sudah disediakan mungkin oleh Arum.

Setelah dia mencuci wajahnya. Kanaya ke tempat makan. Tapi tidak ada suaminya juga di sana. "Kanaya, Mama harus bagaimana lagi didik kamu? Mama malu sama Athalla, dia siapin sarapan buat kita semua. Kamu malah tidur. Dia pulang larut sekali. Kamu ikut saja dia pulang hari ini. Dia minta izin pulang sore bawa kamu."

"Aku masih mau di sini, Ma. Kalau Mama maksa aku. Mama saja yang pergi sana sama dia! Mama kenapa nggak nikahkan aku sama yang masih bujang? Kenapa harus duda? Apa nggak ada stok yang jauh lebih baik?"

Kanaya hanya masih belum terima statusnya Athalla, ditambah lagi takut kalau pernikahannya dilandasi dengan nafsu semata dari pria itu. Diceraikan saat dirinya jatuh cinta. Kanaya membatasi dirinya berinteraksi dengan suami sendiri.

"Aku mau pergi sama, Saka."

"Pergi dari sini dengan Saka. Papa pastikan kamu menderita sampai seumur hidup kamu, Kanaya. Papa sudah bilang, kalau Athalla adalah suami kamu. Nggak bakalan bisa kamu jalin hubungan lagi sama, Saka. Apa yang kamu lihat dari dia? Papa bukan remehkan dia, tapi dia nggak ada niat untuk menikahi kamu. Kalau memang dia niat, sudah bekerja dan nabung buat kamu. Tapi apa? Kalian berdua keluyuran terus. Papa nggak bisa biarin kamu keluar sama dia. Apa pun yang terjadi, terserah Papa bakalan pukul kamu kalau berani nekat keluar sama dia."

Kanaya tidak bisa berkata apa-apa dengan ancamannya Fatan. Tidak ada kata bercanda jika papanya sudah berkata demikian. Ini hal yang paling menggelikan bagi Kanaya saat orangtuanya sudah mulai bermain dengan ancaman.

Hidupnya memang sudah berubah semenjak menikah. Ada yang menafkahi, uang tidak pernah kekurangan. Hatinya yang masih belum siap menerima.

"Papa nggak sayang sama aku, kah? Dari awal semua ini Papa paling antusias atas pernikahanku."

"Karena dia ..."

Arum menggelengkan kepalanya. Sampai Fatan menarik napasnya dalam sekali. "Karena apa, Pa? Karena uang? Karena dia bisa kasih Papa kehidupan yang jauh lebih layak. Papa nggak mau hidup susah dan manfaatin menantu Papa yang kaya? Gimana kalau setelah ini justru dia buat hidup Aya menderita, Pa? Kenapa Papa nggak pikirkan sejauh itu soal latar belakang keluarga mereka. Papa cuman mau hidup enak doang. Tapi nggak mikirin gimana perasaan aku, Pa. Itu nggak nyampe di pikiran, Papa. Cuman mikirin diri sendiri. Nggak mikirin gimana aku berusaha untuk nerima ini. Aku lihat, Papa. Harga diri keluarga kita."

"Kamu bicara harga diri. Tapi kamu jalankan tugas kamu sebagai istri nggak? Kamu berguna nggak buat, Athalla? Apa yang sudah kamu kasih ke keluarga ini sampai kamu ngerasa apa yang jadi pilihan kamu itu sudah benar semua? Kamu bilang Saka itu yang terbaik buat kamu. Ya silakan kamu pilih dia, minta cerai sama Athalla. Tapi jangan nyesel, kamu kehilangan suami sebaik dia."

"Papa bilang dia baik karena Papa dapat keuntungan banyak setelah anak Papa nikah sama dia. Papa nggak tahu bagaimana aku berhadapan sama dia. Papa nggak tahu bagaimana aku takut jalani ini semua."

Kanaya akhirnya beranikan diri bicara seperti itu kepada orangtuanya. Meski dengar dari mertuanya kalau Athalla bercerai karena diselingkuhi. Tapi tetap saja dia takut jalani rumah tangga ini.

Satu sisi kasihan terhadap Athalla yang punya masa lalu buruk. Tapi satu sisi lagi dia malah merasa hidupnya tidak akan berakhir dengan bahagia atau malah justru akan menderita di kemudian hari karena trauma Athalla bisa saja dibalas kepada Kanaya.

Athalla juga sudah berangkat bekerja. Sarapan Kanaya sudah siap oleh pria itu. Dia mengambil piring itu dan membuang makanan yang disiapkan oleh Athalla sampai Fatan murka.

Plaaaak.

"Kamu sudah benar-benar keterlaluan, marahmu ke Papa silakan. Jangan buang makanan yang sudah disiapkan sama suami kamu sendiri."

"Terserah."

Mau sampai kapan hidupnya seperti ini? Menikah baru beberapa hari tapi sudah merasa ketakutan dengan pernikahan.

Sekembalinya ke kamar. Kanaya malah lelah berada di rumah sendiri.

Arum masuk ke dalam kamarnya dan mendekati Kanaya yang menangis. "Maafin Mama sama Papa yang paksa kamu nikah sama, Athalla."

"Ma, kenapa harus nikah sama orang yang aku nggak sayang, Ma? Kenapa aku harus ikuti kemauan egonya, Papa?"

"Aya, nggak boleh bilang begitu. Papa pilih dia karena dia yang minta langsung ke sini. Seorang pria yang niatnya baik. Apalagi bawa orangtuanya untuk minta kamu dengan baik. Kenapa harus dipersulit? Sedangkan kami kenal mereka sudah lama."

"Tapi Mama sudah mikir apa risikonya nggak? Mama, aku lebih pilih Saka. Walaupun dia nggak kaya seperti Athalla. Tapi dia sayang sama aku, Ma."

"Kenapa nggak coba aja jadi istri yang baik untuk Athalla? Dia kan suami kamu. Kalau sama Saka masih pacaran. Hak Athalla itu besar di kamu, ingat ya kalian itu sudah resmi jadi suami istri."

"Ma, gimana kalau Athalla justru cuman pengen dapat perawan? Pengen dapat kepuasan dari Aya doang?"

Arum malah tersenyum meski Kanaya menangis. "Nggak mungkin, Ay. Kalau cuman butuh teman tidur. Dia banyak uang, pasti dikelilingi wanita yang mau menemani dia di ranjang. Dia nggak akan nikah kalau dia seperti itu. Buktinya dia memilih menduda dengan waktu yang lama. Lalu melamar kamu." 

Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian, ya. Yuk komentarnya. Awas ada adegan anu nantinya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status