Share

6. Pria Menakjubkan

Tidak diperbolehkan untuk pergi ke mana pun kecuali keluar untuk hal penting. Atau ke rumah orangtuanya pun harus meminta izin. Kanaya memilih mengundang teman-temannya ke rumah Athalla. Tidak ada Saka—akan lebih menenangkan.

Ingat waktu itu Athalla mengatakan tidak untuk selingkuh. Meskipun masih menjalin hubungan dengan pria itu. Akan tetapi Kanaya masih punya rasa takut kepada suaminya. Takut jika orangtuanya malah jadi tumbal kegilaannya Kanaya.

"Eh, lo pernah bilang. Mau cerai sama suami, lo. Jadi apa nggak?"

Yang datang kali ini adalah teman-teman semasa kuliahnya Kanaya. Anita mengambil mikrofon diberikan pada Kanaya. "Gue nggak mau jadi janda dulu. Soalnya sayang banget nggak nikmati ini semua."

"Lanjutin, Ay. Kasih anak ke dia. Biasanya cowok kalau udah niat banget nikah. Kasih anak, pasti bakalan makin nempel."

Kanaya belum siap melahirkan, belum siap untuk itu juga. Dirinya masih ingin menjadi wanita yang bebas ke mana saja. Tapi ingat jika suaminya punya mata-mata di mana pun itu. Membatasi Kanaya berkeliaran di luar.

Ruang karaoke disediakan suaminya, percaya atau tidak. Di belakang rumahnya pun ada tempat untuk bermain tenis juga untuk golf.

Kanaya menyebut Athalla adalah suami yang gabut.

Apa pun ada di rumah ini, jadi tidak perlu ke tempat yang jauh. Di sebelah rumah ada supermarket, dan jelas apa pun yang jadi kebutuhan Kanaya, tinggal keluar dari gerbang. Ia akan sampai. Dan itu adalah milik Athalla juga.

Kanaya mulai menyalakan mikrofon dan mulai bernyanyi untuk melepaskan penatnya. Hanya bisa curhat kepada teman-teman dekatnya saja. Benci, atau apa pun itu. Kanaya paling anti yang namanya curhat di sosial media.

Ruang kedap suara yang sangat menyenangkan sekali. Lalu lampu berkedip-kedip dengan cepat yang menandakan kalau ada yang memencet kode dari luar. Kanaya berhenti bernyanyi waktu itu untuk keluar dari ruangan tersebut.

Begitu dia keluar melihat orang yang memencet tombol itu. Kanaya melihat suaminya. "Lo udah pulang?"

Athalla mengiyakan. "Kamu sudah makan?"

Respons dari Kanaya mengangguk saja. "Aku pesankan teman-teman kamu makanan, ya. Aku mau mandi dulu, nanti Bibi yang ambil dan anterin buat kamu."

Athalla mengusap kepalanaya. Kanaya menyingkirkan tangan pria itu. "Apaan sih lo. Mandi aja sana."

Pria itu tersenyum kemudian pergi dari ruangan tersebut.

Kanaya kembali ke ruangannya dan mengunci pintu. Ekspresinya cemberut melihat suaminya datang merusak kesenangannya. "Muka ditekuk gitu?"

"Biasalah, dia cari muka banget emang. Bisa-bisanya gitu usap kepala gue?" Kanaya tidak suka. Benar-benar merasa aneh saja kalau suaminya itu bertingkah seperti orang yang sedang pacaran. Sementara pria itu memperlakukannya dengan sangat baik. Sejujurnya kalau Kanaya terus seperti ini, akan sangat sulit bisa terima Athalla.

Setengah jam berlalu, Kanaya menerima kode lagi kalau ada orang di luar.

Dengan sangat malas dia keluar dari ruangan itu, melihat asisten membawa banyak sekali makanan juga minuman. Tiga orang asistennya dipersilakan masuk karena teman-temannya cukup banyak.

Begitu makanan datang, mereka menyantapnya dengan sangat lahap. Lalu ketika Kanaya keluar. Ia bertemu suaminya berdiri di depan pintu. "Cari aku ke ruang kerja kalau kamu sama teman-teman kamu sudah selesai."

Kanaya mengiyakan, dia kembali dan bersama dengan teman-temannya untuk menikmati makanan itu. Ada beberapa dari mereka mengabaikan keberadaan Kanaya.

"Enak?" dia bertanya setelah mematikan monitor dan juga suara musik yang berisik. Satu pun tidak ada yang menggubris.

Kanaya tersenyum, tapi dalam hatinya jelas sakit diperlakukan seperti itu oleh teman sendiri.

Setelah makanan habis, satu persatu malah berdiri. "Kanaya, gue pamit, ya. Soalnya ada urusan penting hari ini."

Dia mengiyakan. "Gue ikutan, gue kan nebeng sama lo." Jawab temannya.

Kanaya tidak peduli soal itu. Lalu tidak lama mereka semua justru pamit. Makanan semuanya sudah dihabiskan oleh temannya.

Mereka sudah pulang. Melihat sampah di dalam ruangan itu dia malah melihatnya jijik. Kanaya mengambil kantong plastik dan memasukkan sampah itu sendirian. Tapi dilihatnya sofa yang berwarna putih itu ditumpahi dengan minuman bersoda sehingga warnanya juga masih tertinggal.

Satu pun tidak ada yang mengatakan untuk memanggil suami Kanaya untuk pamitan.

Membuang sampah sendirian. Saat Kanaya mencuci tangannya di dapur, ia mendengar beberapa kali ponselnya berbunyi. Notifikasi untuk pesan masuk.

Saat melihat foto-foto yang dibagikan oleh teman-temannya ke grup bagaimana keseruan di rumah Kanaya dan suaminya. Sementara itu banyak yang tidak datang justru mengatakan akan main ke sini.

Mereka mengatakan juga jika mereka dijamu dengan sangat baik.

Kanaya menerima pesan lagi dari temannya. "Ay, gue boleh pinjam duit sejuta nggak?"

Buru-buru jari lentiknya membalas. "Gue nggak punya uang." Meskipun Athalla memberikan kekuasaan pada keuangan. Tapi Kanaya tidak mau dihubungi oleh temannya hanya pada saat butuh saja.

"Ah lu, duit segitu nggak bakalan ada aritnya di lo deh."

Ia tidak peduli dan hanya membaca pesan itu. Masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri.

Setelah dirinya mandi dan berdandan. Baru ingat kalau Athalla mengatakan jika pria itu ada di ruang kerjanya. Kanaya menghampiri suaminya ke ruangan itu.

Dilihatnya sang suami sedang sibuk dengan komputernya. "Teman-teman kamu sudah pulang?"

Kanaya mengangguk, lalu Athalla menarik kursi yang ada di sebelahnya. "Duduk sini, Ay!"

Wanita itu menuruti apa kata suaminya. Melihat pekerjaannya Athalla yang terlihat sangat rumit sekali. "Mama sama Papa bilang, kita bulan madu."

Athalla tertawa kecil. "Buat apa, Ay?"

"Ya kan kita artinya sudah menikah. Pengantin baru."

"Lagi nggak pengen bulan madu, Ay. Kamu saja belum mau diapa-apain."

"Lo butuh anak?"

Athalla melepaskan pekerjaannya lalu memutar kursi ke sebelah kiri, menghadap ke arahnya Kanaya. Tatapannya teduh, malah tersenyum sangat manis. Tidak munafik, suaminya memang tampan. Kanaya tidak bisa berbohong soal itu. Tapi yang jadi nilai minus suaminya, Athalla seorang duda.

Tidak lama waktu itu si pria mengatakan. "Rumah tangga itu bukankah dilengkapi juga dengan kehadiran seorang anak? Kalau sih, ya. Aku mau punya anak. Tapi kalau kamu belum sanggup, jangan paksain, ya. Aku khawatir kamu nggak siap, nggak bisa rawat dia. Mungkin aku bisa bayar babysitter, tapi nggak bisa soal kasih sayang."

"Gue nggak mau. Lo bisa kok sewa rahim perempuan lain kalau mau punya anak."

Athalla malah menarik kursinya agar lebih dekat dengan Kanaya. Menutup bibirnya Kanaya dengan jari telunjuk. "Nggak boleh, itu hal yang sangat salah, Ay. Aku mau dia lahir dari rahim kamu. Hasil dari pernikahan. Ay, aku bukan pria yang rusak wanita. Aku punya adik, aku juga punya kamu sekarang. Aku hargai perempuan yang ada di hidup aku."

"Tapi lo tahu sendiri, gue nggak mau berhubungan badan sama lo."

"Menurutmu, apa pernikahan itu atas dasar nafsu semata?"

"Ya, kan lo tahu gue perawan. Makanya lo mau, cuman mau nyicip doang."

Athalla tersenyum dengan jawaban ketus dari Kanaya. "Coba nanti kamu pelajari dulu makna pernikahan itu. Biar kamu juga mikir sedikit, bagaimana definisi nikah itu. Apa cuman nafsu? Nggak pakai perasaan? Sementara kamu juga kaji dengan baik, bagaimana hubungan kamu sama, Saka. Apa yang kamu inginkan selain pernikahan? Sama kayak pikiran kamu ke Saka adalah pikiran aku ke kamu mengenai pernikahan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status