“Rigel, Rigel," ucap Harlan mencoba menghentikan langkah Gadis itu. Harlan langsung menarik pergelangan tangannya. "Kumohon cobalah untuk memikirkannya lebih dulu karena ini bukanlah hal yang baik untuk diputuskan begitu saja." Harlan memandangi Gadis itu. Tangan besarnya bahkan mencoba memengang permukaan wajah Rigel. Semula Harlan takut jika Rigel akan bereaksi keras menolaknya tapi Rigel hanya terdiam saat dia membelai wajahnya.
“Aku tak bisa meninggalkan kalian ,” bujuk Harlan.
"Oh, Kak Harlan ...," ucap Rigel penuh kelembutan terutama kala Dia merasakan hangat dari tangan Harlan membelainya. Aku rindu dengan semua yang ada padanya tapi semua ini sudah usai, batin Rigel. Harlan Zidane, pria sempurna yang ia cintai. Dada Rigel seketika sakit menderu kala menatap Harlan yang memelas padanya. "Aku tidak tahu apakah kau masih mencintaiku?" tanya Rigel. Dia menatap langsung kedua mata hijau zambrud milik Harlan.
Harlan tak langsung menjawab tapi kini beralih untuk menyentuh pelan tangan dari Rigel. "Tentu, aku mencintaimu." Harlan tegas menjawab.
Sayangnya Rigel. Dia tak mau berurusan dengan cibiran dari keluarga Pria itu. “Tenanglah Kak, aku akan resign dan pergi dari hadapanmu,” sahut Rigel.
"Apa maksudmu Rigel? jangan bercanda!" Harlan tanpa sadar telah membentak Rigel.
Rigel menggeleng kepala sambil tertawa hambar. "Lihatlah, kau mau bersamaku tapi tak berani memperjuangkanku!" bentak Rigel tak mau mengalah.
"Maafkan aku, hanya saja aku tidak bisa membiarkanmu berhenti dari pekerjaan ini. Bagaimana nanti hidupmu?" Harlan memelas.
"Kenapa kau harus perduli padaku? lebih baik kau urusi saja tunanganmu itu," celetuk Rigel sambil beranjak pergi.
“Tidak, aku sudah janji akan bertanggung jawab, aku cinta padamu Rig.” Pria bermata hijau itu menghadang Rigel.
Rigel memandangi Pria itu. Karirnya cemerlang, berasal dari keluarga terpandang dan dia jadi satu-satunya Pria menjanjikan pada masa yang chaos ini. “Meski kau berbicara begitu tapi aku juga terlanjur tak sanggup dengan keluargamu,” ucap Rigel dengan jujur. “Karena aku sudah mendengar semuanya kemarin.” Rigel langsung berjalan melintasi Pria itu.
Pria itu membelalakkan kedua mata hijau cerahnya. “Jadi kau dengar semuanya?” Pria itu tetap berjalan menyamai langkahnya dengan Rigel.
“Rakyat jelata sepertiku tak pantas bersanding dengan Letnan sepertimu,” celetuk Rigel tertawa kecil. “Ibumu Politisi dan ayahmu Presiden, aku hanyalah Tikus Got,” ucap Rigel mengulang ejekan Julia Violens kemarin padanya.
Harlan menarik pergelangan tangan Rigel. “Aku mencintaimu dan kau akan jadi Ibu dari anakku,” ucap Harlan tegas.
“Tidak dengan resiko aku akan dipisahkan dengan anakku sendiri, jika ibumu tahu hal ini,” ketus Rigel. Gadis itu langsung menepis tangan Harlan. Rigel memang cerdas karena sudah menduga semua keburukan yang akan menimpanya. Dia pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya ini. Rigel meninggalkan Harlan yang saat itu masih berdiri mematung.
Pagi itu Rigel langsung menghadap atasannya. Ia sudah memberikan berkas pengunduran dirinya kemarin. Saat Rigel membuka pintu ruangan dari Sang Atasan. Rigel terkejut mendapati Pria Botak itu tengah memandangi berkasnya.
“Ehem ... Maaf Pak, saya mengundurkan diri,” ucap Rigel ragu.
“Masuklah Nak,” suruh Pria itu.
Rigel mengangguk sembari melangkah masuk. “Saya tak bisa melanjutkan pekerjaan ini,” ucap Rigel.
“Kau bisa ceritakan masalahmu tapi untuk mengundurkan diri pada krisis saat ini, itu sulit.” Pria Botak itu berucap dengan tenang.
Rigel sudah lelah karena dianggap hanya karena jasanya. Padahal Rigel sendiri tak mau mengingat peristiwa menyakitkan dua tahun lalu itu. Gagalnya pernikahan Rigel hanya jadi bom waktu karena sebenarnya Rigel sudah muak dengan pekerjaannya ini. “Aku sedang hamil dan tidak akan bisa melakukan misi penyelamatan lagi,” ucap Rigel.
“Apa?” Pria Botak itu terkejut dengan ucapan Rigel. Salah satu anak emasnya yang berhasil mengharumkan Tim dari Regu Penyelamatan. “Itu kabar bagus ... tapi kenapa?” tanya Pria itu.
“Anakku dengan Kapten Zidane, aku memang tidak akan menikah dengannya karena aku hanya jadi aib bagi keluarga Zidane maka dari itu aku akan berhenti kemudian pergi dari sini,” jawab Rigel sembari menundukkan kepalanya.
“Kalau begitu, kau akan kuperkerjakan di klinik kecil bagaimana?” tanya Pria Botak itu.
Rigel menaikkan pandangannya menatap Pria Botak itu. “Pak Hamza serius?” tanya Rigel terharu. Pria itu selain telah jadi mentornya tapi juga sudah dianggap seperti ayahnya sendiri.
Pak Hamza mengangguk. “Tentu Nak, meski gantinya kau akan ditempatkan di Kota Terpencil yang jauh dari Benteng tapi kau bisa melahirkan dan membesarkan anakmu di sana,” jawab Pak Hamza seraya tersenyum.
Brak ...
Pintu terbuka menampaki Gadis berhijab yang tergesa-gesa menerobos masuk. “Pak jangan pecat Rigel!” jerit Wanita itu sembari memeluk Rigel. “Kumohon Rigel, jika kau pergi maka tim kita akan sepi,” ucap Wanita itu memelas.
“Corrie, aku harus pergi,” sahut Rigel.
“Tidak, aku tidak rela sahabatku pergi,” celetuk Corrie.
“Aku hamil dan tidak bisa melanjutkan misi bersama kalian lagi,” ucap Rigel.
Corrie membelalakkan kedua matanya. “Apa? Bukannya kau belum menikah dengan Kapten Zidane?” Corrie terkejut mendapati sahabatnya hamil. “Jangan bilang jika dia tak mau tanggung jawab!” bentak Corrie yang tahu hubungan asmara ini.
“Ini salahku, sudah seharusnya aku yang mengalah,” sahut Rigel dengan senyum nanarnya.
Pak Hamza mendekati Corrie kemudian menyentil dahinya. “Anak Nakal, bukannya bertanya dulu dengan orang tua,” omel Pak Hamza pada putrinya itu. “Rigel tidak akan dipecat atau diberhentikan tapi dia akan dipindah tugaskan untuk membantu Kota Lima,” ucap Pak Hamza.
“Aku ikut bersamamu,” sahut Corrie.
Rigel langsung menggeleng. “Tetaplah di sini bersama Kak Alex dan Nico,” ucap Rigel masih mengingat dengan timnya. Kenangan perjuangan bersama akan selalu ia ingat karena Rigel juga menyayangi teman-temannya. “Berawal dari hanya jadi perawat tertindas di pihak swasta sampai jadi tenaga suka rela, terima kasih atas semuanya.” Rigel berucap sambil memeluk Corrie.
“Rigel ... kau masih bisa di sini,” sahut Corrie yang masih memeluk Rigel.
“Tidak bisa, aku mau anakku selamat karena jika tetap di sini maka aku akan jadi aib bagi Kak Harlan.” Rigel melepaskan pelukkannya. “Jaga rahasia ini ya,” pinta Rigel sembari berpamitan.
Kehamilan ini bahkan tidak diketahui oleh keluarga Rigel sendiri. Rigel jadi tidak terbuka dengan ibunya sejak Sang Ibu menikah lagi dengan Pria lain. Rigel berencana akan pergi besok hari setelah mengemasi barang-barangnya. Saat setelah memasukkan beberapa berkas ke dalam tas ranselnya kemudian keluar dari Gedung Tyre. Ia berpas-pasan dengan seorang pria bermata biru. Pria Misterius itu memandangi Rigel dengan terkejut tapi Rigel segera mengabaikan Pria itu.
“Rigel biarkan aku mengantarmu pulang untuk terakhir kalinya,” ucap Harlan yang telah berdiri di hadapan Rigel.
"Jadi kau coba katakan jika Pengkhianat ini adalah saudaramu rahasiamu?" celetuk Adriel bertanya sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. Rigel beranjak berdiri sembari mengulurkan tangannya pada Ascella. "Seperti itulah katanya," jawab Rigel. "Psycho satu ini tak lebih dibentuk karena kegilaan ayahku sendiri jadi meski perbuatannya tercela dan tak termaafkan, kurasa sebaiknya mengurung dia lebih dulu saja," saran Rigel sembari melirik Suaminya itu. Adriel menghela napas cukup panjang. "Void, rengkuhan aktif." Adriel berucap sembari mengarahkan tangannya pada Ascella seketika membuat Pemuda itu terikat oleh rantai hitam. "Lepaskan aku! kau monster sialan!" bentak Ascella yang mencoba memberontak. "Hentikan, itu sia-sia Ascella ... lebih baik kau renungkan kesalahanmu dan ideologi sesat dari ayah kita," ujar Rigel menyela Ascella. Rigel menghampiri Adriel kemudian merentangkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh kekar nan besar itu. "Ah, aku sangat merindukanmu," ucap Rigel m
"Engh ... aku, aku harus menyelamatkan dia," ucap Rigel yang tiba-tiba saja sadar dari pingsannya. Ia berada dalam gendongan Harlan yang hendak membawanya pergi. "Hentikan, Harlan ... Ascella bisa mati jika berhadapan dengan Adriel yang sedang mengamuk," ujar Rigel sembari meremat mantel jas milik Harlan. Tidakkah ia tahu jika Harlan sedang mencoba menculiknya juga? Rigel tak memerdulikan dirinya lagi. Ia memelas pada Harlan agar menurunkannya. Semua itu karena hati milik Rigel yang secerah bintang. Harlan sempat terdiam padahal satu langkah lagi mereka akan masuk ke dalam pesawat tempur yang sudah ia siapkan sejak awal. "Apakah aku harus melepaskanmu lagi?" tanya Harlan lirih. Rigel mengangguk sembari meraih wajah Harlan kemudian membelainya. "Berkali-kali kau coba untuk menjauhkanku dari Adriel, maka berkali-kali juga Adriel akan mengejarku." Rigel menjawab sembari melingkarkan kedua tangannya pada leher Harlan untuk memeluk Pria Malang itu. "Aku ... menganggapmu sebagai kakakku,
"Namun dia tak pernah lelah untuk belajar memahami," sahut Rigel. Brakkkkkk! Pintu mansion seketika terbuka lebar menampaki sosok Pria berambut pirang berdiri dengan murka. Satu jentikan tangannya langsung membuat seluruh benda-benda di mansion melayang-layang. Ascella yang tahu jika akan terjadi ancaman langsung menguarkan bayangannya. "Kembalikan istriku!" bentak Adriel menggelegar ke seluruh penjuru mansion. Rigel langsung membelalakkan kedua matanya menatap hadirnya Sang Suami yang sangat ia rindukan. "Adriel!" teriak Rigel sembari hendak berlari menghampiri Adriel bahkan tangan kanannya sudah menjulur untuk meraih Sang Suami. Seketika saat itu pula seluruh isi mansion dipenuhi oleh kabut hitam yang tebal. Kabut tebal itu menutupi pandangan Rigel terhadap Adriel. Sosok suaminya itu juga perlahan-lahan terhalang kabut dan Rigel terus meneriaki namanya dengan frustasi. Belum lagi sepasang lengan kekar Harlan memeluknya dari belakang atau bahkan sengaja menahan tubuhnya. "Rigel
"Omong kosong apa lagi itu?" celetuk Rigel.Pria itu tertawa terbahak-bahak. "Nak, maafkan semua dosa yang kuperbuat ... kau adalah masa cemerlangku dan saudaramu adalah masa tergelapku, kuharap kau bisa memaafkan perbuatannya padamu." Pria itu berucap dengan lembut. "Itu tidak ... tidak mungkin," sahut Rigel dengan kedua mata membelalak terkejut. "Ascella lahir dari ketidak sengajaanku bahkan ibunya mati bunuh diri usai melahirkannya, jadi ... dia bayangan tergelapku, sementara kau adalah permata paling cerah ... sangat cerah bahkan tak bisa disangkal," ucap Pria itu sembari melangkah mendekati Rigel kemudian memeluk Rigel dengan erat. "Tidak ada yang bisa menyangkal cahayamu, jika kau mau bahkan kau bisa membuat kegelapan itu sendiri, percayakan semuanya pada hatimu, Nak." Rigel mengepalkan kedua tangannya karena menahan perasaan yang berkecamuk. "Lahir dari ketidaksengajaan katamu, ha? jangan konyol!" bentak Rigel sembari berteriak. Seketika seluruh energinya menguar membuat hem
Malam pun telah tiba tepat pukul dua belas malam Rigel terbangun dari tidurnya. Ia memandangi kedua tangan yang masih dirantai. Rigel sudah kehilangan kekuatannya selama satu bulan ini tepat saat ia tiba dikediaman itu. Rigel masih tidak tahu alasan dari hilangnya kekuatan miliknya. Jika saja masih memiliki kekuatan, Rigel pasti dengan mudah kabur melarikan diri dari Mansion ini. "Aku benar-benar tak berguna," ucap Rigel merutuki dirinya sendiri. Rigel yang malang, tak pernah lagi tersenyum melainkan murung. Ia masih cantik namun tak lagi bersinar. Ketika tengah termangun melamuni nasibnya yang lara belum lagi merindukan sosok anak dan suaminya. Pintu berdecit terbuka menampaki sosok Ascella yang datang membawa segelas jus buah delima. Rigel tidak mengerti alasan Ascella terus memberinya jus serupa setiap malam tapi untuk menolak pun sulit karena Ascella tidak akan segan untuk memaksa Rigel meminumnya. Rigel memalingkan wajahnya. "Pergi! kau hanya bedebah bajingan yang menjual kebeb
Bagaikan sebuah barang curian. Rigel sudah sebulan dirantai pada kedua tangan dan kakinya. Rantai itu mengikat dengan ranjang kasur meski longgar tapi jangkauannya terbatas hanya sampai pintu kamar. Rigel tak bisa keluar atau melarikan diri bahkan kekuatan amukan dan healing miliknya redup secara tiba-tiba. Rigel hanya bisa memandangi langit dari jendela kamar yang terbuka. Kesehariannya makan, tidur dan membaca buku-buku yang ada di kamar ini. Kesehariannya juga dibantu oleh pelayan muda bernama Irene anak dari Si Pelayan Senior Tua itu. "No-nona ... Saya membawakan sarapan," ucap Irene takut-takut. "Kemana Pria Keparat itu?" tanya Rigel garang. "Tuan Ascella pergi ke Kerajaan New Neoma," jawab Irene masih gugup namun mencoba mendekati Rigel. Ia meletakkan makanan di atas nakas meja. "Tidakkah kau tahu siapa aku?" tanya Rigel lagi. Irene mengangguk gugup. "Anda Permaisuri dari New Neoma," jawab Irene. Rigel tertawa hambar. Semula ia perempuan ceria dan hangat. Rigel jadi Ibu ya