Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le
Dan Bu Rika mulai bercerita..Keluarga Risko bukanlah keluarga kaya raya. Dengan seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang karyawan swasta, kehidupan mereka cukup. Risko dan kakaknya sekolah di sekolah negri biasa, dengan prestasi biasa, tidak terlalu pintar tapi juga tidak terlalu bodoh.Semua berjalan normal dan baik-baik saja, sampai akhirnya kerusuhan tahun 98 merenggut semua yang keluarga Risko punya. Ayah Risko kehilangan pekerjaan. Saat itu kakak Risko baru lulus SMP dan Risko masih kelas 5 SD.Kakak Risko, Kak Roni sampai harus menunda masuk ke SMA karna waktu itu keadaan keuangan keluarga Risko yang tidak memungkinkan. Risko masih melanjutkan sekolah di SD kelas 5. Ayah Risko dan Bu Rika berfikir keras bagaimana menyambung hidup dan melanjutkan sekolah anak-anak mereka.Karna jika Roni masuk ke SMA tahun depan, itu akan berbarengan dengan Risko yang masuk SMP, biaya akan semakin besar.“Sayang, kita harus gimana?” Tanya B
“Risko, jangan bilang ini.. Kedai burger keluarga kamu?!” Valerie hampir histeris.“Kamu pintar,” jawab Risko singkat“I swear to God Risko. Aku suka banget burger KS ini ya ampun. Terimakasih semesta, kamu baik sekali. Mempertemukan aku dengan owner dari kedai burger kesukaanku.”“Valerie, kamu ga keliatan kayak seorang manager yang galak kalo lagi kayak gini,” kata Risko.“Hahahaha, aku bukan manager marketing kalo lagi ketemu masakan.”“Kamu bahkan belum duduk Val,” kata Risko.Valerie menyadari ia masih berdiri sejak pertama kali masuk ke ruangan ini.“Ini ruangan khusus buat kalo ada keluarga yang dateng kesini,” ujar Risko seperti membaca pikiran Valerie.Terdapat tulisan KS burger di dindingnya. Dibuat dengan sangat elegan.“Kartomulyo Selaras...” Valerie bergumam lirih.“Kamu pintar
“Apa kita join aja?” tawar Bu Rika.“Hahaha duh udah-udah jangan aneh-aneh ah. Yuk Val balik kantor,” ujar Risko langsung menarik tangan Valerie.“Oke tante, aku balik kantor dulu ya, Risko rese nih. Nanti sabtu atau minggu aku kesini,” jawab Valerie.“Sipp, kamu hati-hati di jalan ya Val. Risko, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut,” pesan Bu Rika.“Iya Mah,” Risko mencium tangan Bu Rika, diikuti oleh Valerie.“Balik kantor dulu ya tante,” ujar Valerie.“Iya. Hati-hati yaa,” ujar Bu Rika seraya mengelus kepala Valerie. Ada hangat yang Valerie rasakan ketika tangan Bu Rika menyentuh pucuk kepalanya. Hampir saja ada setetes air jatuh dari matanya kalau saja Valerie tidak cepat-cepat menahannya.Selepas pamit dengan Bu Rika, Valerie cepat-cepat berjalan menuju mobil. Ia tidak ingin siapapun melihatnya seperti ini. Tidak. Valerie bukan perempuan yang mudah menangis. Ia harus kuat, ia independen.Risko yang heran melihat Valerie terburu-buru jalan ke arah mobil, langsung mengikuti. Ia mengir
Dewi, Disa dan Kumala serempak mengangkat kepala mereka, melihat ke arah Valerie. Mereka sudah siap jika harus menganggung amarah Valerie lagi. Memang mereka yang salah, dan bahkan mereka belum selesai melaksanakan konsekuensi yang mereka terima.“Ini ada makanan, enak, saya berani jamin. Masih anget juga karna baru dating dianter abang ojek online. Dimakan ya, saya enggak mau kalian sakit,” ujar Valerie sambil menaruh bungkusan KS burger, dan langsung masuk kembali ke ruangannya.Dewi, Disa dan Kumala saling berpandangan. Mereka sampai tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat. Tidak ada yang berani menyentuh makanan yang Valerie berikan, karna mereka masih belum yakin dengan apa yang Valerie lakukan.Valerie sedang memakan burgernya lagi, ia tidak bosan-bosan memakan KS burger, karna benar-benar seenak itu. Ia keluar ruangannya untuk mengambil minum. Intan sedang makan burger juga, namun burger yang diberikan kepada ketiga staffny
Valerie dan Intan sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Setelah sekian lama menghilang dan meninggalkan luka dan cerita yang amat sangat pahit bagi Valerie, kini orang itu muncul di hadapan mereka.Rahang kokoh itu, alis yang tebal itu, bibir tipis itu. Masih sama seperti ingatan Valerie terakhir kali mereka bertemu. Wajahnya yang teramat sangat tegas, membuat siapa saja yang melihatnya takut untuk memiliki urusan dengannya.“Ehm..”Faris berdehem untuk menyadarkan Valerie dan Intan dari “freeze” momen mereka. Sekarang bukan saatnya untuk membahas atau mengingat-ingat masalah pribadi mereka, sekarang saatnya mereka melakukan kerjasama untuk mencapai keuntungan Bersama.“Halo Ibu Valerie, halo Ibu Intan. Sudah lama ya kita enggak ketemu.”Faris menduduki kursinya yang persis di sebelah kursi Valerie. Harum parfum itu, harum parfum yang amat sangat Valerie benci, namun selalu menjadi candu tiap k
“Hai, apa kabar?” dengan sangat enteng, Faris menyapa Valerie. Ia tidak tahu, sejak pertama kali mereka bertemu di ruang meeting, jantung Valerie tidak bisa berhenti untuk berdetak jauh lebih cepat daripada biasanya. Untung saja dirinya terbiasa menghadapi klien, jadi tidak ada hambatan yang berarti ketika mereka harus tetap professional.“Saya baik.” Jawab Valerie dengan formal.“Udah di luar, enggak usah terlalu formal gitu.”“Tadi kamu buru-buru banget keluar dari ruangan, katanya mau ada banyak meeting lain, tapi masih sempet pesen kopi, berarti punya sedikit waktu untuk ngobrol sama aku?”Valerie geram mendengarnya.Faris yang di hadapannya saat ini sangat berbeda dengan Faris yang tadi di dalam ruang meeting. Faris yang sekarang adalah Faris-nya, Faris yang dulu selalu berhasil menghangatkan dadanya dengan tatapan intensnya, selalu bisa membuat mood Valerie balik dengan caranya memperlakukan V