Share

Bab 9 : Valerie atasan yang tegas

“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.

“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.

“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.

“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.

“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek. 

Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai  blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klien, ia hanya akan mengadakan meeting internal untuk membahas kinerja tim nya, jadi cukup dengan pakaian semi formal.

Valerie berjalan menuju  kamar mandi, diruangannya masih terlihat senggang padahal ini sudah hampir masuk jam kerja. Ia melanjutkan berjalan ke arah kamar mandi. Kosong. Di dalam kamar mandi terdapat 4 bilik. Ia masuk ke dalam bilik yang paling pojok.

Ketika sedang berganti pakaian, ada suara orang yang masuk. Sekali. Lalu ada lagi. Sekali. Valerie menghitung dalam hati, sampai ada 3 orang yang masuk ke dalam kamar mandi. Tidak ada yang masuk ke dalam bilik, ini berarti mereka hanya menggunakan sisi kamar mandi yang di luar bilik.

“Yaampun hampir aja gue telat, eh udah telat sih absen tapi ternyata Bu Monster belom ada di ruangannya, kan kita mau meeting ya hari ini kalo sampe kita telat mampus banget,” terdengar suara dari salah seorang dari 3 orang yang masuk.

Valerie hafal sekali, ini adalah suara Dewi, salah satu staffnya. Bu Monster? Apakah yang dimaksud adalah dirinya? Valerie yang aslinya sudah selesai berganti pakaian mengurungkan niatnya untuk keluar, ia penasaran.

“Sama gue juga udah hampir telat. Pas-pasan banget absennya,” Valerie juga hafal suara ini. Ini adalah suara Disa, staff divisinya juga. Jangan bilang yang satu adalah Kumala, staff divisinya juga.

“Tau lo, kayak gatau aja tabiatnya si Bu Monster. Kalo kita ada meeting ga boleh telat. Ya ga meeting juga enggak boleh telat sih, gimana mau meeting. Dia mah enak punya mobil, bisa jalan kapan aja, lah kita? Naik kereta, tau sendiri kereta gimana.” Tidak salah lagi, ini adalah suara Kumala. 

Valerie yakin, yang dimaksud Bu Monster adalah dirinya. Monster? Se monster apakah selama ini dirinya dimata staffnya? Apa hanya karna ia ingin penjualan perusahaan naik dan kinernya divisinya bagus sehingga mereka juga bisa mendapatkan bonus, menjadikan dirinya seseram monster?

“Padahal ya dia cantik, kalo aja dia ga galak,” suara Dewi terdengar lagi.

Ternyata Dewi, Kumala dan Disa tidak menyadari bahwa ada pintu bilik yang tertutup, yang berarti ada orang lain di kamar mandi yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka sudah terlalu fokus membicarakan Valerie.

“Ah palingan juga karna dia jomblo belom punya suami. Orang kalo peratu kan gitu,” tambah Disa.

“Peratu apaan?” tanya Dewi.

“Perawan Tua,” tambah Disa.

Deg.

Valerie benar-benar kaget. Sungguh jahat sekali mulut para staffnya kali ini. Valerie masih terus diam di kamar mandi dalam hening.

“Tapi dia sebenernya baik tau, gue sering dibeliin makanan tuh, apalagi kalo kita lembur. Kan sebenernya kebijakan dari perusahaan tuh enggak ada lembur, tapi sering dikasih uang sama makanan, nah itu tuh dari uang pribadinya dia sendiri. Dia juga ga pernah marah-marah tau. Ya marah pernah, tapi ga pernah sampe bentak-bentak,” kata Dewi.

Nah, seingat Valerie, dia memang tidak pernah yang marah keterlaluan, kok sampai-sampai dirinya disebut Bu Monster. 

“Ya dia emang bukan marah yang bentak-bentak Dew, tapi coba kalo lagi banyak kerjaan, deadline mepet, kita juga kadang kerjanya salah, mukanya juteeeek banget gilaaa. Makanya ya, harusnya dia emang udah nikah, atau setidaknya punya pacar, jadi tuh ada tempat buat berbagi kesedihan, jadi dia kalo stress kerjaan, mukanya ga dilipet terus kayak gitu. Gue suka males deh kalo udah liat mukanya dia yang kayak gitu.” Ucap Kumala.

“Gue udah ga bakalan mood tuh kerja kalo dia mukanya udah kayak gitu sumpah. Sebanyak apapun dan se deadline apapun kerjaan enggak akan gue kerjain dan enggak akan gue sentuh kalo muka dia udah kayak gitu.”

Jadi dia disebut Bu Monster hanya karna muka judesnya jika pekerjaan sudah menumpuk. Valerie menahan marah yang sangat tidak bisa ditahannya. Ia marah karna mereka terlalu jahat, membencinya, tidak menyukainya dan yang lebih parah, tidak menyentuh pekerjaannya hanya karna mukanya yang sering judes.

Attitude seperti ini tidak bisa ia pertahankan, apalagi di divisinya yang memang menuntut untuk bekerja profesional dan tidak membawa perasaan.

“Udah yuk, nanti keburu dateng lagi dia,” ujar Kumala lagi. Omongan Kumala di susul anggukan dari Dewi  dan Disa. Mereka bertiga keluar dari kamar mandi dan menuju mejanya masing-masing. Dewi melongok ke ruangan Valerie.

“Belom dateng juga dia, tumben yak,” kata Dewi.

“Ah tumben, biasanya dia paling tepat waktu. Gue ga yakin dia belom dateng,” kata Kumala. 

Krieeekk…

Pintu ruangan terbuka. Valerie masuk dengan membawa baju yang barusan ia ganti. Dewi, Kumala dan Disa ternganga..

Mereka seperti tersengat aliran listrik. Mereka bertiga saling berpandangan. Yang ada dipikiran mereka sama, jangan bilang Bu Valerie ada di kamar mandi sedari tadi mereka membicarakan mereka.

Valerie masuk ke ruangannya sendiri. Ia membereskan dokumen yang akan dibawa meeting. Setelah menimbang-nimbang, ia tidak jadi membawa dokumen. Ia hanya akan membawa Laptop saja.

Valerie hari ini merubah rencanya, tadinya ia ingin membahas mengenai kinerja divisi mereka selama sebulan, namun tidak jadi. Valerie akan memberi tindakan kepada tiga staff nya. Ia mentoleransi ketidakbecusan bekerja. Manusia pasti ada salahnya, ia mengerti. 

Tapi attitude?  Apalagi urusannya sudah ke profesionalitas dalam bekerja, sampai tidak memegang pekerjaan hanya karna tidak suka pada wajahnya yang judes? Ini sudah sangat keterlaluan. 

Valerie melangkahkan kakinya keluar. Memandang tiga staffnya tepat ke dalam matanya. Intan yang melihatnya bingung, harusnya hari ini ada meeting, kok Valerie tidak membawa berkas apa-apa? Pikirnya.

“Dewi, Disa, Kumala, saya tunggu di ruang meeting. Sekarang.”

Nada bicara Valerie mengisyaratkan sesuatu yang tidak baik sudah terjadi. Dan Intan harus tau, apa itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status