“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.
“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek. Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klien, ia hanya akan mengadakan meeting internal untuk membahas kinerja tim nya, jadi cukup dengan pakaian semi formal.Valerie berjalan menuju kamar mandi, diruangannya masih terlihat senggang padahal ini sudah hampir masuk jam kerja. Ia melanjutkan berjalan ke arah kamar mandi. Kosong. Di dalam kamar mandi terdapat 4 bilik. Ia masuk ke dalam bilik yang paling pojok.Ketika sedang berganti pakaian, ada suara orang yang masuk. Sekali. Lalu ada lagi. Sekali. Valerie menghitung dalam hati, sampai ada 3 orang yang masuk ke dalam kamar mandi. Tidak ada yang masuk ke dalam bilik, ini berarti mereka hanya menggunakan sisi kamar mandi yang di luar bilik.“Yaampun hampir aja gue telat, eh udah telat sih absen tapi ternyata Bu Monster belom ada di ruangannya, kan kita mau meeting ya hari ini kalo sampe kita telat mampus banget,” terdengar suara dari salah seorang dari 3 orang yang masuk.Valerie hafal sekali, ini adalah suara Dewi, salah satu staffnya. Bu Monster? Apakah yang dimaksud adalah dirinya? Valerie yang aslinya sudah selesai berganti pakaian mengurungkan niatnya untuk keluar, ia penasaran.“Sama gue juga udah hampir telat. Pas-pasan banget absennya,” Valerie juga hafal suara ini. Ini adalah suara Disa, staff divisinya juga. Jangan bilang yang satu adalah Kumala, staff divisinya juga.“Tau lo, kayak gatau aja tabiatnya si Bu Monster. Kalo kita ada meeting ga boleh telat. Ya ga meeting juga enggak boleh telat sih, gimana mau meeting. Dia mah enak punya mobil, bisa jalan kapan aja, lah kita? Naik kereta, tau sendiri kereta gimana.” Tidak salah lagi, ini adalah suara Kumala. Valerie yakin, yang dimaksud Bu Monster adalah dirinya. Monster? Se monster apakah selama ini dirinya dimata staffnya? Apa hanya karna ia ingin penjualan perusahaan naik dan kinernya divisinya bagus sehingga mereka juga bisa mendapatkan bonus, menjadikan dirinya seseram monster?“Padahal ya dia cantik, kalo aja dia ga galak,” suara Dewi terdengar lagi.Ternyata Dewi, Kumala dan Disa tidak menyadari bahwa ada pintu bilik yang tertutup, yang berarti ada orang lain di kamar mandi yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka sudah terlalu fokus membicarakan Valerie.“Ah palingan juga karna dia jomblo belom punya suami. Orang kalo peratu kan gitu,” tambah Disa.“Peratu apaan?” tanya Dewi.“Perawan Tua,” tambah Disa.Deg.Valerie benar-benar kaget. Sungguh jahat sekali mulut para staffnya kali ini. Valerie masih terus diam di kamar mandi dalam hening.“Tapi dia sebenernya baik tau, gue sering dibeliin makanan tuh, apalagi kalo kita lembur. Kan sebenernya kebijakan dari perusahaan tuh enggak ada lembur, tapi sering dikasih uang sama makanan, nah itu tuh dari uang pribadinya dia sendiri. Dia juga ga pernah marah-marah tau. Ya marah pernah, tapi ga pernah sampe bentak-bentak,” kata Dewi.Nah, seingat Valerie, dia memang tidak pernah yang marah keterlaluan, kok sampai-sampai dirinya disebut Bu Monster. “Ya dia emang bukan marah yang bentak-bentak Dew, tapi coba kalo lagi banyak kerjaan, deadline mepet, kita juga kadang kerjanya salah, mukanya juteeeek banget gilaaa. Makanya ya, harusnya dia emang udah nikah, atau setidaknya punya pacar, jadi tuh ada tempat buat berbagi kesedihan, jadi dia kalo stress kerjaan, mukanya ga dilipet terus kayak gitu. Gue suka males deh kalo udah liat mukanya dia yang kayak gitu.” Ucap Kumala.“Gue udah ga bakalan mood tuh kerja kalo dia mukanya udah kayak gitu sumpah. Sebanyak apapun dan se deadline apapun kerjaan enggak akan gue kerjain dan enggak akan gue sentuh kalo muka dia udah kayak gitu.”Jadi dia disebut Bu Monster hanya karna muka judesnya jika pekerjaan sudah menumpuk. Valerie menahan marah yang sangat tidak bisa ditahannya. Ia marah karna mereka terlalu jahat, membencinya, tidak menyukainya dan yang lebih parah, tidak menyentuh pekerjaannya hanya karna mukanya yang sering judes.Attitude seperti ini tidak bisa ia pertahankan, apalagi di divisinya yang memang menuntut untuk bekerja profesional dan tidak membawa perasaan.“Udah yuk, nanti keburu dateng lagi dia,” ujar Kumala lagi. Omongan Kumala di susul anggukan dari Dewi dan Disa. Mereka bertiga keluar dari kamar mandi dan menuju mejanya masing-masing. Dewi melongok ke ruangan Valerie.“Belom dateng juga dia, tumben yak,” kata Dewi.“Ah tumben, biasanya dia paling tepat waktu. Gue ga yakin dia belom dateng,” kata Kumala. Krieeekk…Pintu ruangan terbuka. Valerie masuk dengan membawa baju yang barusan ia ganti. Dewi, Kumala dan Disa ternganga..Mereka seperti tersengat aliran listrik. Mereka bertiga saling berpandangan. Yang ada dipikiran mereka sama, jangan bilang Bu Valerie ada di kamar mandi sedari tadi mereka membicarakan mereka.Valerie masuk ke ruangannya sendiri. Ia membereskan dokumen yang akan dibawa meeting. Setelah menimbang-nimbang, ia tidak jadi membawa dokumen. Ia hanya akan membawa Laptop saja.Valerie hari ini merubah rencanya, tadinya ia ingin membahas mengenai kinerja divisi mereka selama sebulan, namun tidak jadi. Valerie akan memberi tindakan kepada tiga staff nya. Ia mentoleransi ketidakbecusan bekerja. Manusia pasti ada salahnya, ia mengerti. Tapi attitude? Apalagi urusannya sudah ke profesionalitas dalam bekerja, sampai tidak memegang pekerjaan hanya karna tidak suka pada wajahnya yang judes? Ini sudah sangat keterlaluan. Valerie melangkahkan kakinya keluar. Memandang tiga staffnya tepat ke dalam matanya. Intan yang melihatnya bingung, harusnya hari ini ada meeting, kok Valerie tidak membawa berkas apa-apa? Pikirnya.“Dewi, Disa, Kumala, saya tunggu di ruang meeting. Sekarang.”Nada bicara Valerie mengisyaratkan sesuatu yang tidak baik sudah terjadi. Dan Intan harus tau, apa itu.“Ehm..”Valerie berdeham. Ia, Intan dan ketiga staffnya sudah duduk di ruang meeting. Suasana tegang menyelimuti mereka. Valerie yang memimpin meeting duduk di paling pojok, dimana semua peserta meeting dapat melihatnya secara langsung.Disa, Dewi dan Kumala hanya bisa menunduk, sama sekali tidak berani memandang Valerie. Aura Lady Boss yang keluar dari diri Valerie benar-benar kuat. Intan saja yang sahabatnya, tidak berani sama sekali menegur Valerie jika auranya sudah seperti ini.“Tadinya hari ini saya ingin meeting membahas kinerja dan pencapaian kita bulan lalu, namun saya urungkan karna ternyata ada hal yang lebih penting..” Suara Valerie menggantung di udara. Intan mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Valerie mengesampingkan masalah kinerja, ia adalah orang paling strick dan tepat waktu yang ia tahu. Jika ada yang digeser atau dibatalkan, berarti hal ini benar-benar penting.“Barangkali ada yang belum tahu mengapa pembahasan kinerja saya geser, saya akan menceritakan sebuah kis
Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le
Dan Bu Rika mulai bercerita..Keluarga Risko bukanlah keluarga kaya raya. Dengan seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang karyawan swasta, kehidupan mereka cukup. Risko dan kakaknya sekolah di sekolah negri biasa, dengan prestasi biasa, tidak terlalu pintar tapi juga tidak terlalu bodoh.Semua berjalan normal dan baik-baik saja, sampai akhirnya kerusuhan tahun 98 merenggut semua yang keluarga Risko punya. Ayah Risko kehilangan pekerjaan. Saat itu kakak Risko baru lulus SMP dan Risko masih kelas 5 SD.Kakak Risko, Kak Roni sampai harus menunda masuk ke SMA karna waktu itu keadaan keuangan keluarga Risko yang tidak memungkinkan. Risko masih melanjutkan sekolah di SD kelas 5. Ayah Risko dan Bu Rika berfikir keras bagaimana menyambung hidup dan melanjutkan sekolah anak-anak mereka.Karna jika Roni masuk ke SMA tahun depan, itu akan berbarengan dengan Risko yang masuk SMP, biaya akan semakin besar.“Sayang, kita harus gimana?” Tanya B
“Risko, jangan bilang ini.. Kedai burger keluarga kamu?!” Valerie hampir histeris.“Kamu pintar,” jawab Risko singkat“I swear to God Risko. Aku suka banget burger KS ini ya ampun. Terimakasih semesta, kamu baik sekali. Mempertemukan aku dengan owner dari kedai burger kesukaanku.”“Valerie, kamu ga keliatan kayak seorang manager yang galak kalo lagi kayak gini,” kata Risko.“Hahahaha, aku bukan manager marketing kalo lagi ketemu masakan.”“Kamu bahkan belum duduk Val,” kata Risko.Valerie menyadari ia masih berdiri sejak pertama kali masuk ke ruangan ini.“Ini ruangan khusus buat kalo ada keluarga yang dateng kesini,” ujar Risko seperti membaca pikiran Valerie.Terdapat tulisan KS burger di dindingnya. Dibuat dengan sangat elegan.“Kartomulyo Selaras...” Valerie bergumam lirih.“Kamu pintar
“Apa kita join aja?” tawar Bu Rika.“Hahaha duh udah-udah jangan aneh-aneh ah. Yuk Val balik kantor,” ujar Risko langsung menarik tangan Valerie.“Oke tante, aku balik kantor dulu ya, Risko rese nih. Nanti sabtu atau minggu aku kesini,” jawab Valerie.“Sipp, kamu hati-hati di jalan ya Val. Risko, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut,” pesan Bu Rika.“Iya Mah,” Risko mencium tangan Bu Rika, diikuti oleh Valerie.“Balik kantor dulu ya tante,” ujar Valerie.“Iya. Hati-hati yaa,” ujar Bu Rika seraya mengelus kepala Valerie. Ada hangat yang Valerie rasakan ketika tangan Bu Rika menyentuh pucuk kepalanya. Hampir saja ada setetes air jatuh dari matanya kalau saja Valerie tidak cepat-cepat menahannya.Selepas pamit dengan Bu Rika, Valerie cepat-cepat berjalan menuju mobil. Ia tidak ingin siapapun melihatnya seperti ini. Tidak. Valerie bukan perempuan yang mudah menangis. Ia harus kuat, ia independen.Risko yang heran melihat Valerie terburu-buru jalan ke arah mobil, langsung mengikuti. Ia mengir
Dewi, Disa dan Kumala serempak mengangkat kepala mereka, melihat ke arah Valerie. Mereka sudah siap jika harus menganggung amarah Valerie lagi. Memang mereka yang salah, dan bahkan mereka belum selesai melaksanakan konsekuensi yang mereka terima.“Ini ada makanan, enak, saya berani jamin. Masih anget juga karna baru dating dianter abang ojek online. Dimakan ya, saya enggak mau kalian sakit,” ujar Valerie sambil menaruh bungkusan KS burger, dan langsung masuk kembali ke ruangannya.Dewi, Disa dan Kumala saling berpandangan. Mereka sampai tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat. Tidak ada yang berani menyentuh makanan yang Valerie berikan, karna mereka masih belum yakin dengan apa yang Valerie lakukan.Valerie sedang memakan burgernya lagi, ia tidak bosan-bosan memakan KS burger, karna benar-benar seenak itu. Ia keluar ruangannya untuk mengambil minum. Intan sedang makan burger juga, namun burger yang diberikan kepada ketiga staffny
Valerie dan Intan sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Setelah sekian lama menghilang dan meninggalkan luka dan cerita yang amat sangat pahit bagi Valerie, kini orang itu muncul di hadapan mereka.Rahang kokoh itu, alis yang tebal itu, bibir tipis itu. Masih sama seperti ingatan Valerie terakhir kali mereka bertemu. Wajahnya yang teramat sangat tegas, membuat siapa saja yang melihatnya takut untuk memiliki urusan dengannya.“Ehm..”Faris berdehem untuk menyadarkan Valerie dan Intan dari “freeze” momen mereka. Sekarang bukan saatnya untuk membahas atau mengingat-ingat masalah pribadi mereka, sekarang saatnya mereka melakukan kerjasama untuk mencapai keuntungan Bersama.“Halo Ibu Valerie, halo Ibu Intan. Sudah lama ya kita enggak ketemu.”Faris menduduki kursinya yang persis di sebelah kursi Valerie. Harum parfum itu, harum parfum yang amat sangat Valerie benci, namun selalu menjadi candu tiap k