Valerie, seorang wanita dengan karir yang baik, wajah yang cantik dengan postur tubuh yang ideal menjadi wanita idaman bagi banyak laki-laki yang hadir dalam hidupnya. Seperti Risko; partner kerjanya, James; teman les masaknya, Ibas; orang yang menolongnya, dan beberapa nama lainnya. Tapi tidak satupun yang bisa membuat Valerie berkomitmen. Bahkan, Intan; sahabat sekaligus personal asistennya pun bertanya-tanya apa yang Valerie cari. Valerie sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sampai seseorang dari masa lalunya hadir kembali. Faris datang membawa segenap luka yang ternyata selama ini Valerie sembunyikan. Luka yang Valerie kubur dalam-dalam. Luka yang ternyata membuat Valerie takut untuk berkomitmen. Separah apa luka yang Valerie miliki? Siapakah yang akan jadi pemenangnya? Orang baru atau justru orang lama yang membuat luka dan menyembuhkannya sendiri?
View MoreSuara erangan panjang dari seorang wanita bernama Valerie, menjadi penutup malam ini, malam yang dihabiskannya bersama seorang teman dari masa lalunya yang tiba-tiba hadir, Juno.
Valerie bangkit dari tempat tidur di sebuah kamar hotel yang disewanya bersama dengan Juno. Membuka pengaman yang digunakan Juno dan membuangnya ke tempat sampah. Valerie memakai baju handuknya dan duduk di pinggir tempat tidur.
“Are you happy?” tanya Juno.
“Yes I am,” ujar Valerie sambil tersenyum.
“So, kenapa kamu gamau jadi pacar aku?” tanya Juno sambil mendekapnya dari belakang.
“Aku benci komitmen, kamu tau itu dan aku udah kasih tau kamu ribuan bahkan jutaan kali, Juno. Kenapa sih kamu masih nanyaaaa aja terus,” ujar Valerie kesal. Mood nya drop karna Juno terus-terusan bertanya pertanyaan yang sama kepadanya.
“Gini, sekarang aku tanya sama kamu. Apa sekarang kamu bahagia?” tanya Valerie.
“Iya aku bahagia sekarang,” jawab Juno.
“Apa yang bikin kamu bahagia sekarang ini?” tanya Valerie.
“Aku punya pekerjaan yang settle dengan gaji yang fantastis. Aku punya fisik yang ganteng, aku punya mobil, aku punya rumah, aku bisa beli apa aja yang aku mau, aku bisa pergi kemanapun yang aku mau,” jawab Juno.
“Nah, you got it? Kamu udah punya lebih dari cukup hal-hal yang bikin kamu bahagia. Trus pentingnya komitmen apa? Kalo sendiri aja bahagia, buat apa ada komitmen?” tanya Valerie lagi.
“Tapi Val, emang kamu ga mau kayak cewe-cewe lain? Kamu udah tidur loh sama aku, masa kamu ga minta komitmen? Minimal pacar lah,” Juno benar-benar tidak habis pikir dengan wanita satu ini.
“Aku tidur sama kamu dengan persetujuan kedua belah pihak. Aku udah cukup umur, sadar, kamu juga. Masalahnya dimana?” tanya Valerie.
“Masalahnya adalah, kamu aneh, ga kayak cewe lain yang baru aku cium aja udah nanya kita ini sebenernya apa? Hahahaha.”
“Aku bukan tipe yang kayak gitu kok Juno,” jawab Valerie sambil memakai handuknya dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
“Jadi besok flight jam berapa ke Ausie?” tanya Valerie kepada Juno dari dalam kamar mandi.
“Jam 7. Langsung dari sini aja, aku udah bawa semua yang aku butuhin. Di sana Cuma meeting beberapa project sama orang kantor pusat, jadi aku cukup bawa baju sedikit plus laptop aja,” jawab Juno.
“See? Kalo kamu punya pacar, apa kamu yakin bisa bebas kerja keluar negri atau luar kota terus? Kamu yakin kamu ga akan direpotin dan karir kamu akan tetep bagus kayak sekarang?”
Tidak ada jawaban dari Juno, lagi-lagi yang bisa Juno lakukan hanya tersenyum. Ia baru menemukan perempuan seperti Valerie
“Val..” panggil Juno.
“Iya!” jawab Valerie setengah berteriak dari dalam kamar mandi.
“Kamu kenapa benci komitmen?” tanya Juno.
“Kamu kenapa mau tau?” jawab Valereie.
“Hahaha,” Juno ditanya bukannya menjawab, namun hanya tertawa.
“Karna aku beda sama cewe-cewe lain?” tanya Valerie.
“That’s true,” jawab Juno.
Valerie tidak menjawab lagi, ia melanjutkan mandinya. Juno yang penasaran, tapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia menunggu Valerie sampai selesai membersihkan tubuhnya.
Di dalam kamar mandi, Valerie terdiam. Ia mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Berharap sedikit meredakan luka yang selama ini ia pendam dan ia sembunyikan untuk dirinya sendiri. Pertanyaan Juno menghantamnya, kenapa ia membenci komitmen? Apa ia yakin, benci komitmen hanya karna ia bahagia tanpa komitmen?
Valerie memejamkan matanya, ia merasakan setiap hentakan dari air pancuran yang mengalir membasahi dirinya. Berharap semua rasa sakit nya luntur bersamaan dengan air dan sabun yang ia gunakan.
Valerie keluar dari kamar mandi, dengan hanya berbalut handuk, ia duduk di pinggir tempat tidur.
“Aku udah bahagia dengan hidupku, toh aku bisa ngelakuin ini dengan bebas kan, buat apa sih ada komitmen,” jawab Valerie.
“Malem ini kamu nginep sini aja lagi, besok baru kita checkout. Aku ke airport kamu ke kantor,” ujar Juno yang hendak ke kamar mandi untuk gantian membersihkan diri.
“Gak deh, aku ga bawa baju. Lagi pula kalo sampe mamaku tau aku nginep sama kamu, bisa kena marah,” ujar Valerie.
“Mama kamu udah lama di Inggris tapi masih berfikiran kayak gitu?” tanya Juno.
“Hahaha ya gitu deh. Justru sebenernya karna Mama lama di Inggris, dia gamau anaknya kayak anak-anak di Inggris,” jawab Valerie.
”Yaudah aku mandi dulu ya, kamu nanti aku anter pulang oke?” Valerie hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Valerie merapihkan barang-barangnya untuk dibawa pulang. Semalam ia menginap di hotel bersama Juno.
“Yuk, aku anter,” ujar Juno. Lelaki tampan bertubuh kecil namun kekar. Dengan fisik dan muka seperti ini pasti banyak wanita mengantri untuk menjadi pacar Juno, tapi tidak dengan Valerie. Bagianya, Juno sama dengan beberapa laki-laki yang dekat dengannya, hanya sekedar dekat, namun tidak ada status apa-apa.
“Yuk,” Valerie pun pulang kerumah diantar oleh Juno.
***
Valerie mengikat sebagian rambutnya di tengah, memberi kesan formal namun santai. Valerie mematut-matutkan dirinya di cermin, menggunakan tangtop putih, blazer hitam dan rok pendek berwarna hitam sudah cukup membuatnya terlihat rapih.
Makeup tipis-tipis membuat dirinya terlihat dewasa namun manis. Jika orang bertemu pertama kali dengan Valerie pasti menebak kalau ia campuran Indonesia dan Western, ditambah kedua orangtua nya memang tinggal di Inggris. Namun tidak, orangtua Val murni orang Indonesia, hanya bekerja dan tinggal di sana.
Valerie sudah tidak bisa dibilang remaja lagi, mengingat umurnya yang sudah berkepala 3. Namun, ia juga tidak bisa dibilang setengah baya mengingat wajah yang masih sangat cantik ditambah tubuh yang bagi sebagian besar wanita adalah tubuh yang diidam-idamkan.
Hari ini ia akan meeting dengan calon klien yang tidak terlalu formal. Sedari tadi, hpnya sudah dihinggapi pesan-pesan mengingatkan dari Intan, sahabat sekaligus assisten pribadi dan sekertarisnya di kantor mengenai meeting pagi ini.
Intan juga sudah mengirim draft yang berisi materi meeting mereka pagi ini. Valeri tersenyum melihat isi pesan dari sahabatnya itu.
-Jangan bangun kesiangan, gue tau lo semalem abis pacaran. Pokoknya kalo sampe kesiangan, ini heels bakalan nyangkut ke pala lo-
Belum sempat Valeri membalas, Intan sudah mengirimkannya pesan lagi.
-Dear Ibu Valerie yang terhormat. Mohon untuk membalas pesan saya agar saya yakin Ibu sudah bangun. Jangan lupa untuk menghadiri meeting pagi ini dengan Pak Risko. Tidak terlalu formal, namun penting untuk kelangsungan hidup perusahaan kita. Saya akan tiba di sana sekitar 30 menit dari sekarang. Regads, Intan.-
Valerie benar-benar tertawa. Bekerja dengan Intan selalu menyenangkan, Intan benar-benar tahu kapan ia harus menjadi sahabat Valerie, kapan ia harus bersikap profesional dan tidak membiarkan Valerie melakukan kesalahan.
Valerie memakai jam tangannya. Melihat yang tertera, ia masih memiliki waktu satu jam. Valerie keluar kamar membawa hp nya, menuju meja makan dan mengambil roti. Mengolesinya dengan selai kacang kesukannya.
Ia kemudian mengambil kopi yang sudah didinginkan, dijadikannya es batu. Menaruhnya beberapa keping dan menuangkan susu UHT cair.
“That’s enough,” ucapnya.
Ia duduk di meja makan, sambil menikmati sarapannya, ia mencari lagu untuk membuat paginya semangat hari ini. Pilihannya jatuh kepada lagu “Eminem, In The End”. Lagu lama namun tidak pernah gagal membuat hari Valerie bersemangat.
Valerie kembali masuk ke dalam kamarnya, menggunakan perfume kesayangannya. Mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja riasnya. Ia sekali lagi menoleh ke arah cermin, memastikan penampilannya sempurna.
Ia menyambar tas tangannya, mengunci pintu rumahnya dan masuk ke dalam mobilnya. Sambil memanaskan mobil, ia terdiam memandang pintu rumah yang baru saja ia kunci. Pikirannya melayang ke masa lalu…
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments