Share

Ketahuan?

Malam hari, Reyna dibuat resah oleh pesan dari grup kantornya. Ia merasa jika saat ini, dunia seolah menertawakan dirinya yang sangat malang karena ayah dari jabang bayinya, akan menikahi wanita lain. Padahal, tidak ada satu orang pun yang tahu jika dirinya tengah mengandung darah daging Adrian.

Ia pun bangun dari posisi tidurnya, kemudian meraih laptop dan membuang napas perlahan. Keputusannya sudah bulat, jika ia akan mengundurkan diri dari perusahaan milik Adrian. Masalah hutang pada temannya, ia akan mencari cara, namun untuk saat ini dirinya tidak mau terus-menerus berada di dalam lingkungan yang ada sangkut pautnya dengan Adrian. Keputusan dirinya yang memohon untuk bekerja di perusahaan itu, membuat dirinya tak tenang hidup.

Keesokan paginya, Reyna sudah berjalan menuju ruang kerja wakil direktur. Namun, kakinya harus terhenti ketika mendengar suara seorang pria yang berteriak dari dalam ruangan tersebut. Pemilik suara itu adalah Alexander, ayah dari Adrian.

Reyna pun hanya bisa berdiri di depan pintu, hingga Evan yang tiba-tiba ke luar dari ruangan itu menyuruhnya untuk kembali, dan untuk sementara waktu jangan menemui Adrian.

“Kamu kenapa menjadi bodoh seperti ini, hah? Apa maksudnya, kerja sama dengan perusahaan milik Erlangga harus dibatalkan? Kita akan menjadi keluarga, sebentar lagi kamu dan Sonya akan menikah,” ucap Alexander sambil melonggarkan dasinya yang tiba-tiba terasa sesak.

Sedangkan Adrian hanya memijat pelipisnya, sejak tadi ia hanya duduk di kursi kerjanya tanpa menatap mata ayahnya yang saat ini terlihat merah.

“Kenapa diam? Kamu punya mulut gunanya untuk apa?” teriak Alexander lagi.

Adrian pun membuang napas kasar, ia pun kemudian memberanikan diri menatap ayahnya.

“Ayah, lupakan tentang perusahaan dan pernikahan ini. Cukup, dengarkan saja ucapanku,” jawab Adrian.

“Ya, tapi apa alasannya? Kamu bicara tidak jelas pagi-pagi begini,” ujar Alexander.

Adrian meremas wajahnya, kemudian ia memilih untuk berdiri dan menjauh dari ayahnya. Menatap langit yang tenang, dan tak setenang hatinya saat ini.

“Dia hamil, Sonya mengandung darah daging orang lain,” jawab Adrian.

Seketika, raut wajah Alexander begitu terkejut. Ia benar-benar tak percaya dengan ucapan dari Adrian.

“Apa? Jangan ngaco kamu!” tunjuk Alexander pada putranya itu.

Adrian pun membalikkan tubuhnya menghadap Alexander.

“Aku pun tidak percaya, Ayah pikir aku akan percaya begitu saja? Aku menangis sepanjang malam karena memikirkan masalah ini, aku terluka karena sudah dikhianati oleh wanita yang sangat aku cintai. Rasanya sesak, bahkan hatiku tak tahu bagaimana bentuknya saat ini,” jelas Adrian.

Alexander semakin melonggarkan dasinya, ia tak habis pikir jika itu benar-benar terjadi.

“Kemarin, Sonya meminta bertemu denganku, dan aku pikir dia akan membahas tentang pernikahan kami. Bahkan, aku belum sempat memperlihatkan cincin pernikahan yang aku pilih. Dia dengan tiba-tiba meminta membatalkan pernikahan, aku terkejut. Jujur saja, awalnya aku menganggap jika dia sedang bercanda. Namun, hasil tes kehamilan dan USGnya menjadi bukti jika ia tidak main-main. Aku dibuat terdiam, dia sudah mempunyai kekasih sebelumnya. Hubungan mereka sudah berjalan lima tahun, dan dia tidak pernah mencintaiku. Alasan Sonya menerima pernikahan ini karena terpaksa. Ayahnya, terus saja mengancam akan menghancurkan keluarga kekasihnya jika ia tidak menikah denganku. Namun, aku tidak mau menikahinya jika Sonya sudah mengandung darah daging orang lain,” jelas Adrian dengan wajah yang masih tak percaya akan hal itu.

Seketika, Alexander terlihat lemas. Ia pun memilih duduk di atas sofa, sambil menstabilkan napasnya.

Sungguh, hal ini benar-benar akan memalukan. Namun, apa daya jika semuanya sudah terjadi, Adrian pun tidak bisa menikahi Sonya.

“Ayah kecewa, tapi tidak apa-apa. Walaupun harus malu karena membatalkan pernikahan, tetapi wajah kita tetap aman, karena hal ini bukan kesalahan kamu,” jelas Alexander.

Adrian pun hanya diam, perasaannya belum baik-baik saja saat ini. Ia masih bingung dan merasa jika ini hanyalah mimpi, seorang Sonya yang sangat ia cintai, rupanya tak pernah terpesona oleh ketampanan seorang Adrian, baik dulu maupun saat ini.

Sore hari, ketika semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing. Reyna terlihat masih berada di kantor, ia pun saat ini berdiri di depan pintu ruangan wakil direktur.

Sejak tadi, Adrian belum ke luar. Ia pun tidak mengerjakan apa-apa hari ini, karena pikirannya masih kacau.

Dengan memberanikan diri, Reyna pun mengetuk pintu kemudian masuk setelah Adrian mempersilakannya.

Reyna berdiri di depan meja kerja Adrian, dan menatap bosnya itu hanya melamun menatap komputer yang tidak menyala.

“Pak, saya mau memberikan ini,” ucap Reyna sambil memberikan amplop berwarna cokelat.

Adrian pun menatapnya sekilas, “apa ini?”

“Surat pengunduran diri saya,” ucap Reyna dengan yakin.

Pria itu pun mengalihkan tatapannya pada Reyna, namun sedetik kemudian ia menatap layar komputer kembali. Sikap dingin yang tidak pernah ia perlihatkan pada Reyna, sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya.

“Baik, silakan pergi. Karena tugas kamu sudah selesai, saya tidak akan memberikan jaminan tutup mulut lagi. Kinerja kamu juga masih tetap buruk,” ucap Adrian.

Karena Reyna sudah kebal, ia tidak lagi sakit hati mendengar ucapan dari Adrian. Saat ini, dirinya sangat yakin jika memilih pergi dari perusahaan itu adalah jalan terbaik.

Namun, mengapa tugasnya tiba-tiba selesai. Apakah, Adrian tidak takut jika suatu saat Reyna membocorkan tentang malam itu.

“Kenapa diam? Sudah mengundurkan diri, bukan lagi karyawan di sini, cepat pergi. Saya tidak ingin diganggu saat ini,” usir Adrian.

Reyna pun mengangguk, “baik, saya permisi.”

Reyna membalikkan tubuhnya, dan berjalan menuju pintu. Sedangkan Adrian hanya menatap punggung Reyna, entah mengapa ada rasa kehilangan di dalam hatinya ketika langkah demi langkah jarak yang dibuat Reyna semakin menjauh.

Perasaan yang tak bisa ia artikan, debaran jantung yang tak biasa. Ada apakah ini, mengapa dirinya menjadi sangat lemah gara-gara masalah Sonya.

Ia pun menatap surat pengunduran itu, tangannya tiba-tiba meraihnya dan merobek kertas itu menjadi dua bagian.

Adrian pun bangkit dari tempat duduknya, kemudian ke luar dari dalam ruangan itu. Ia menatap ke semua arah, mencari keberadaan Reyna. Entah apa yang membuat ia ingin mengejar Reyna, perasaan bodoh itu membuat Adrian lupa diri.

Rupanya, saat ini Reyna baru saja masuk ke dalam lift. Dengan langkah cepat, Adrian menahan pintu lift itu agar kembali terbuka.

Hal itu pun membuat Reyna terkejut, tiba-tiba saja ia masuk dan menghampiri Reyna. Tak lama, tangannya meraih tengkuk kepala Reyna, dan mencium bibir mantan karyawannya itu.

Reyna yang terkejut, dibuat diam. Ia hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, karena terkejut dengan apa yang tengah terjadi. Sedangkan CCTV memantau lift tersebut, sialnya saat ini aksi Adrian mencium Reyna terpantau jelas oleh ayahnya di ruangan pemantau.

Tangan Alexander mengepal, sudah menjadi kebiasaannya setiap sore sebelum kembali ke rumah. Ia akan memantau CCTV agar di perusahaannya tetap aman terkendali.

“Cari tahu tentang wanita itu, jangan sampai nama Adrian tercoreng,” ucap Alexander pada sekretarisnya yang juga tengah melihat kejadian itu.

Alexander pun membuang napas perlahan. “Jika dia merupakan seorang karyawan, pecat dia segera!” sambung Alexander.

“Baik, Pak,” ucap sekretaris itu.

Sedangkan Reyna tiba-tiba mendorong dada Adrian agar melepaskan ciumannya, hal itu bertepatan dengan pintu lift yang sudah terbuka.

“Pak Adrian mengapa melakukan hal ini?” tanya Reyna, sedikit kesal.

Adrian pun tetap bersikap dingin dan seolah tak terjadi sesuatu. “Entah, mungkin pikiran saya sedang kacau.”

Ucapannya sangat melukai hati Reyna, ia pun terlihat mengepalkan ke dua tangannya. Ciuman itu bukan ia yang memulainya, akan tetapi entah mengapa justru ia yang merasa tidak nyaman. Justru pria yang memulainya, tak terlihat merasa bersalah sedikitpun.

“Ini sangat melukai harga diri saya,” ucap Reyna sambil melengos pergi.

Adrian pun tersenyum miring sambil berjalan mengikuti Reyna. “Harga diri? Apa dengan sebuah ciuman harga diri kamu terluka? Lalu bagaimana dengan kejadian malam itu? Kita sudah tidur bersama satu bulan yang lalu.”

“Apa, kamu bilang?” tiba-tiba terdengar suara Alexander dari arah belakang tempat Adrian berdiri.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status