Share

Jari Percobaan

Keesokan paginya, ketika Reyna sudah berada di ruangan kerjanya. Ia tidak bisa berhenti, mendengar teman-temannya membahas tentang pernikahan Adrian dan Sonya. Banyak dari mereka, memuji jika keduanya sangat serasi.

Sejak tadi, Reyna yang tengah memutar bolpoin di tangannya pun hanya membuang napas beberapa kali. Rasa mualnya tidak seperti hari kemarin, semoga saja ketika di tempat kerja. Ia tidak merasakan rasa mual itu, karena Reyna sudah yakin, jika hal itu terjadi. Teman-temannya akan tahu dan bergosip di kantor.

Hingga jam istirahat, ia tidak merasakan mual sedikit pun. Namun, sejak tadi ia hanya memakan mangga muda saja. Hal itu pun membuat ke dua rekannya merasa heran, karena Reyna bukan orang yang sangat menyukai mangga muda.

Saat ini, mereka tengah berada di kantin perusahaan.

“Tiba-tiba, kamu hanya makan mangga muda saja Rey,” ucap Rinda.

Reyna pun mengangguk, “mungkin karena  pekerjaanku banyak. Jadi, aku merasa pening dan butuh obat untuk menghilangkannya.”

Tiba-tiba saja, sekretaris Adrian yang bernama Ervan pun datang menghampiri Reyna.

“Anda ditunggu di ruangan pak Adrian,” ucapnya.

Reyna pun seketika membuang napas kasar, apa lagi yang pria itu inginkan darinya. Padahal saat ini, Reyna tidak mau bertemu dengannya. 

Reyna sangat tahu, apa yang akan dikatakan oleh Adrian. Sudah pasti, pria itu akan mengatakan jika Reyna harus tetap tutup mulut dan jangan bergosip tentang kejadian malam itu.

Reyna pun bergegas menuju ruang kerja Adrian, dengan langkah malas ia pun harus tetap menemui bos-nya tersebut.

Di sana, ia hanya berdiri menatap Adrian yang saat ini begitu bahagia melihat beberapa undangan yang berada di atas meja, sangat cantik dan menggemaskan. Sudah pasti, itu adalah pilihannya Sonya.

“Lihat undangan-undangan ini, cantik bukan?” tanya Adrian pada Reyna.

Sedangkan Reyna hanya mengangguk, melihat raut wajah Adrian yang sangat antusias dengan pernikahannya itu, membuat hati Reyna sedikit pilu. Bukan karena ia cemburu, melainkan darah daging Adrian yang saat ini tengah ada di dalam kandungannya, sudah pasti tidak akan mengetahui siapa ayahnya. Melihat fakta, jika Adrian akan menikahi wanita lain, membuat Reyna merasa bodoh.

“Pak Adrian, mau bicara apa?” tanya Reyna yang sudah mulai pegal karena sejak tadi hanya melihat Adrian mengagumi kertas undangan tersebut.

Ia pun menjentikkan jarinya, “ah benar. Saya hampir lupa, kamu sudah melihat berita di televisi tentang pernikahan saya?” tanya Adrian.

Reyna pun mengangguk, tentu saja ia pasti tahu karena Sonya bukan wanita sembarangan.

Kemudian Adrian menatap Reyna lekat. “Tetap jalankan syarat nomor satu, karena hutang kamu pada temanmu masih belum lunas bukan?”

Seketika mata Reyna pun terbelalak, dari mana Adrian tahu jika ia mempunyai hutang pada temannya untuk melunasi hutang mendiang ayahnya. Karena tidak  ada yang tahu satu orang pun tentang hutang dirinya yang sampai saat ini masih belum bisa ia lunasi.

“Jangan terkejut, kamu tahu saya orang seperti apa,” sambung Adrian.

Reyna hanya bisa mengangguk, bukan Adrian namanya jika tidak mempunyai orang suruhan. Sejak tadi  tangan Reyna sudah gatal ingin memukul sesuatu karena sudah kesal dengan hidupnya yang penuh dengan masalah.

“Hanya itu saja yang ingin saya katakan, silakan kembali,” ucap Adrian seolah mengusir Reyna.

Hal itu pun membuat Reyna semakin kesal, hanya itu saja yang Adrian katakan. Hingga membuat jam makan siangnya harus terbuang beberapa menit, namun ia tidak bisa protes, Reyna hanya mengangguk dan berpamitan, kemudian melangkahkan kakinya sambil mengepalkan ke dua tangan karena sudah sangat kesal.

Namun, tiba-tiba Adrian pun memanggilnya kembali.

“Tunggu, Reyna!” ucap Adrian.

Reyna pun menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan tubuhnya menghadap Adrian.

“Ada apa, Pak?” tanyanya.

Mata Adrian menatap ponselnya, karena baru saja ia menerima sebuah pesan dari seseorang.

“Berapa ukuran jarimu?” tanya Adrian tiba-tiba.

“Jari saya?” tanya Reyna membalikkan pertanyaan.

Adrian belum menjawab pertanyaan dari Reyna, raut wajahnya yang cerah kini tiba-tiba redup membaca pesan dari seseorang tersebut.

'Saya manajer Sonya, ia berpesan jika pak Adrian bisa memesan cincin sendiri. Jika ragu, cari saja jari wanita yang ukurannya sama dengan Sonya, ukuran jari Sonya adalah 7.’

Adrian tiba-tiba menyunggingkan bibirnya, tangannya pun mengepal. Karena merasa dipermainkan oleh kekasihnya itu, padahal hari ini mereka sudah berjanji akan mengunjungi toko perhiasan.

“Saya tidak tahu ukuran jari saya, karena—“

“Saya pinjam jari kamu, kalau kamu tidak setuju. Saya akan membayarnya,” ucap Adrian sambil meraih jas kerjanya yang ia simpan di atas sofa.

“Ta-tapi, Pak—“

“Bukankah, kamu akan melakukan hal apa pun? Sudah lupa dengan janjimu satu bulan yang lalu?” tanya Adrian sambil menatap mata Reyna.

Sedangkan Reyna, hanya bisa menelan ludah. Ia tidak bisa  menolak permintaan dari Adrian, hal yang bisa ia lakukan hanya menganggukkan kepalanya.

Walaupun terpaksa, Reyna pun ikut bersama Adrian ke toko perhiasan. Namun, sejak tadi para pelayan toko sangat bingung. Seorang Adrian yang akan menikah dengan Sonya, tetapi tidak membawa calon pengantin wanita untuk mencoba cincin pernikahan mereka.

Raut wajah heran dari para pelayan pun sudah terbaca oleh Adrian.

“Sonya yang sibuk sudah setuju jika orang lain yang mencobanya. Karena jari wanita ini sama, jadi jangan ada yang bergosip tentang ini. Saya minta jangan ada yang mengambil gambar atau merekam. Saya, akan memberikan tip pada kalian untuk tetap menjaga nama Sonya,” jelas Adrian, padahal ia tidak tahu ukuran jari Reyna.

Mendengar hal itu, mereka pun sangat antusias. Tidak ada yang memegang ponsel dan hanya sibuk melayani Adrian dan Reyna.

Sejujurnya, hal ini sangat konyol. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada respons dari Sonya tentang cincin pernikahan mereka. Adrian sendiri, sangat bingung ketika Sonya menyuruh dirinya membawa siapa pun untuk mencoba cincin pernikahan itu. Wanita itu pun akan setuju saja dengan apa yang dipilih oleh Adrian.

Sebuah cincin pun sudah tersemat di jari manis Reyna, sangat cantik dan indah. Ukurannya pun sangat pas, bibir Reyna tanpa ia sadari tersenyum. Karena begitu cantik, ketika jarinya memakai cincin itu.

“Ukuran 7 sangat cocok di jari Anda,” ucap salah satu pelayan.

Reyna tersenyum pahit, “bukan saya. Tapi untuk orang lain.”

“Sudah muat?” tanya Adrian ketika melihat cincin di jari manis Reyna.

“Sudah dan ini sangat cantik,” jawab Reyna pelan.

Adrian pun tersenyum, “Sonya pasti sangat menyukainya.”

Mendengar nama Sonya, cincin itu pun dilepaskan oleh Reyna. Ia tidak berhak berlama-lama mengagumi barang milik orang lain, karena Reyna cukup tahu diri. Ia hanya disuruh untuk meminjamkan jarinya.

Selang satu jam, Reyna sudah kembali ke dalam ruangan kerjanya setelah dibawa oleh Adrian ke tempat perhiasan.

Ia menatap jarinya yang tadi begitu terlihat cantik memakai sebuah cincin. Mengapa hatinya sempat berbunga-bunga, ketika mencoba cincin tersebut. Padahal, tidak seharusnya perasaan itu hadir pada hatinya.

Lalu, ia pun merasa kecewa ketika cincin itu dilepaskan.

“Apa aku harus membeli sebuah cincin? Rasanya, hatiku sangat bahagia melihat jari ini memakainya,” ucap Reyna sambil menatap jari manisnya.

Sedangkan di ruangan kerja Adrian, saat ini dirinya tengah menatap cincin indah itu. Beberapa kali bibirnya tersenyum, membayangkan hari pernikahannya dengan Sonya. Tak lama, nada dering dari ponselnya pun terdengar. Nama Sonya yang tertera di sana, Adrian pun dengan cepat menjawab panggilan tersebut.

“Halo, Sayang.  Ada apa?” tanya Adrian dengan suara lembut.

“Aku mau bertemu denganmu, bisakah kamu ke luar sebentar?” tanya Sonya di seberang sana.

Adrian pun tersenyum mendengar ajakan dari Sonya. “Bisa, aku pun sudah membawa cincin pernikahan kita. Kamu harus melihatnya.”

“Ah tidak, lupakan tentang cincin itu. Tidak usah kamu bawa, aku hanya ingin membahas tentang hal lain,” ucap Sonya.

Tentu saja, ucapan dari Sonya membuat Adrian mengerutkan keningnya. Apakah, Sonya tidak menyukai cincin pilihan Adrian walaupun belum melihatnya. Mengapa saat ini, dirinya terdengar tidak antusias. Bahkan, suara Sonya terdengar sangat resah saat ini.

“Tentang hal lain? Apa itu?” tanya Adrian yang mulai curiga.

Adrian dan Sonya, sudah berada di sebuah kafe yang dijanjikan oleh Sonya. Namun, sejak tadi Sonya hanya meneguk minuman dinginnya sambil beberapa kali menggigit bibir bawahnya. Sudah sepuluh menit, Adrian menunggu apa yang akan dibicarakan oleh calon istrinya itu.

"Apa yang mau kamu bahas, Sayang?" tanya Adrian.

Matanya tidak bisa beralih pada wajah cantik milik Sonya, wajah yang sangat mulus dan putih itu begitu dikagumi oleh seorang Adrian. Ia sungguh mencintai Sonya dari ujung kaki hingga ujung kepala yang begitu terlihat sempurna.

"Aku ...," ucap Sonya yang terlihat semakin resah.

Ia menatap ke semua arah, takut jika ada wartawan atau orang-orang yang merekam kehadirannya di sana.

 

"Ada apa? Santai saja Sayang, mengapa kamu gelisah? Ada aku di sini, tidak akan ada yang mengganggumu," ujar Adrian sambil meraih tangan Sonya yang berkeringat dingin.

Sonya pun menarik napas dan membuangnya perlahan, ia terlihat memejamkan matanya. Kemudian membukanya kembali, lalu menatap Adrian.

"Ayo kita batalkan pernikahan ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status