Share

Pria Menyebalkan

“Apa maksud ucapanmu Adrian?” tanya Alexander sambil menaikkan nada bicaranya.

Sedangkan Adrian hanya membuang napas perlahan, ia memejamkan matanya karena tak tahu jika ayahnya belum kembali ke rumah. Ia pikir, hanya dirinya saja yang masih berada di dalam kantor.

Adrian pun membalikkan tubuhnya, menatap ayahnya yang saat ini masih menunggu jawaban dari putranya itu. Saat ini, terlihat Adrian serba salah. Ia pun menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal sama sekali.

“Itu ... bukan apa-apa, Ayah. Aku hanya, bergurau saja,” jelas Adrian.

Alexander pun menatap putranya, menelisik sikap Adrian yang kurang meyakinkan dirinya. Kemudian, ia menatap ke arah Reyna yang ternyata belum pergi dari tempat ia berdiri.

“Bukankah, wanita ini adalah Reyna? Karyawan yang kamu bilang tidak mempunyai kinerja bagus?” tunjuk Alexander pada Reyna, ia baru bisa melihat dengan jelas wajah seorang wanita yang berciuman dengan putranya di lift.

Adrian pun menatap ke arah Reyna, jujur saja ia tidak mau dicurigai oleh ayahnya. Maka, untuk itu ia akan membahas masalah kinerja buruk Reyna saja.

“Iya, benar. Dia karyawan yang tidak mempunyai kinerja bagus itu, Ayah,” jelas Adrian.

“Lantas, mengapa kamu menariknya lagi? Lalu mencium dia di lift, apa itu artinya?” tanya Alexander, kembali menatap tajam putranya itu.

Ucapan ayahnya, membuat Adrian pun terbelalak. Hal serupa pun dilakukan Reyna, ia bahkan membekap mulutnya, karena malu sudah ketahuan oleh Alexander. Kemudian, Adrian pun melangkah mendekati ayahnya, ia tidak ingin semuanya menjadi masalah besar.

“Ayah, itu ... hanya salah paham saja. Dia, menggodaku, bukan aku yang mau.”

Adrian menunjuk Reyna yang saat ini tiba-tiba terkejut mendengar penjelasan itu. Benar-benar sungguh menyebalkan pria yang bernama Adrian. Hingga membuat emosi Reyna sudah memuncak di ubun-ubun kepalanya. Jika saja, saat ini ia tidak berada di perusahaan milik Alexander, ia akan memukul keras pria itu.

“Benar itu? Kamu tidak berbohong? Lantas tentang tidur—“

“Ayah, aku hanya bercanda. Jangan dengarkan ucapanku yang tidak mungkin itu, dan tolong hapus rekaman CCTV itu,” pinta Adrian.

Alexander pun berdecak, “tidak perlu kamu minta. Ayah akan menghapusnya, tapi ingat. Pecat dia, jangan sampai kamu jatuh cinta pada seorang karyawan.”

Adrian pun mengangguk, “aku akan memecatnya, karena kinerja dia memang sangat buruk. Ayah tenang saja, mana mungkin aku jatuh cinta pada seorang karyawan? Apa aku terlihat tidak mampu membawa seorang menantu yang setara dengan Sonya? Aku pasti mampu, Ayah.”

Alexander hanya menatap Reyna, kemudian pergi dari hadapan mereka. Sedangkan Adrian membuang napas lega, karena akhirnya Alexander tidak banyak mempertanyakan tentang dirinya yang pernah tidur dengan Reyna.

Reyna pun melangkahkan kakinya, meninggalkan Adrian, sambil menahan emosi. Tangannya mengepal, napasnya sangat cepat dan sebentar lagi mungkin akan meledak. Sedangkan Adrian hanya menatap punggung Reyna, sambil mengusap bibirnya perlahan.

“Bodoh, mengapa aku harus menciumnya?” ucapnya sambil melangkahkan kakinya berjalan di belakang Reyna.

Namun, tiba-tiba saja Reyna membalikkan tubuhnya. Hingga kepalanya harus berbenturan dengan dada bidang milik Adrian hal itu pun membuatnya seketika terkejut. Ia pikir, pria menyebalkan itu tidak mengikutinya.

“Pak Adrian, mengapa mengikuti saya? Belum cukup mempermalukan saya di depan pak Alexander?” tanya Reyna sambil menahan kekesalannya.

Adrian pun berdecak, kemudian mundur satu langkah agar tidak terlalu dekat dengan Reyna.

“Kenapa rasa percaya dirimu tinggi sekali? Ini pintu utama perusahaan, dan siapa pun pasti melewati jalan ini. Apa maksudnya, aku mengikutimu? Buang-buang waktu saja,” jelas Adrian.

Reyna pun terdiam, benar juga. Itu adalah pintu masuk sekaligus pintu ke luar. Mengapa ia bodoh sekali saat ini, pikir Reyna.

“Lantas, mengapa kamu berbalik arah?” tanya Adrian.

“Bukan urusan Bapak,” jawab Reyna ketus. Kemudian ia melangkahkan kakinya kembali, padahal ia berniat ingin memperjelas masalah yang terjadi baru saja. Tetapi, berada tepat di hadapan Adrian yang sudah membuatnya kesal. Ia takut emosinya meledak-ledak saat itu juga.

“Maaf,” ucap Adrian.

Reyna pun seketika menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan tubuhnya kembali menghadap Adrian.

“Maaf untuk apa?” tanya Reyna.

Adrian pun menggelengkan kepalanya, “tidak ada alasan.”

Ia pun melangkahkan kakinya, meninggalkan Reyna yang masih bingung dengan ucapan Adrian.

Sedangkan di rumah kontrakan Reyna, saat ini ia tengah menonton acara televisi dan rupanya berita tentang pernikahan Adrian dan Sonya pun kembali ditayangkan. Hal itu pun membuat Reyna sangat malas, ia meraih remote kemudian berniat mematikan televisinya.

“Kami batal menikah,” ucap Sonya ketika diwawancarai.

Seketika, Reyna pun mengurungkan niatnya untuk mematikan televisi itu.

“Batal menikah?” tanya Reyna pada dirinya sendiri.

Ia pun teringat ucapan Adrian tadi sore, bahwa ia bisa membawa menantu yang setara dengan Sonya. Jujur saja, ucapan Adrian tidak terlalu fokus Reyna pikirkan, karena ia terlalu kesal pada pria itu. Namun, rupanya itu menjadi hal yang sangat serius. Pantas saja Adrian diam saja ketika dirinya mengundurkan diri dan mengatakan jika tugas Reyna selesai.

“Kami sepakat untuk berteman saja, karena mungkin bukan jodoh,” sambung Sonya.

Tiba-tiba, ponsel Reyna pun bergetar. Sudah pasti grup chattingnya ramai saat ini, karena berita Adrian dan Sonya memang tengah panas.

'Hari patah hati tidak jadi.'

'Sedih, tapi memang bukan jodohnya.'

'Kalian senang? Kok bisa-bisanya sih.'

'Kenapa harus batal? Mereka cocok satu sama lain.'

'Yah, tidak jadi makan-makan deh.'

Itulah beberapa percakapan dari rekan-rekan Reyna, karena terlalu malas melihat pesan dari mereka. Reyna pun tidak mengaktifkan grup tersebut, apalagi dirinya sudah bukan karyawan di perusahaan milik Adrian.

Ia pun menatap perut ratanya, sudah ada kehidupan di sana. Awalnya, Reyna ingin sekali menggugurkan kandungannya itu. Akan tetapi, hal itu sudah pasti merupakan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Walaupun Adrian tidak mau tahu dengan apa yang terjadi pada dirinya, Reyna benar-benar harus berusaha sendiri dan menjauh dari Adrian. Biarkan, semua kesalahannya itu Reyna yang menanggung. Lagi pula, seorang Adrian bukan pria yang pantas untuknya. Dia berada sangat jauh, dan sulit untuk dijangkau.

Tiba-tiba, pikiran tentang Adrian pun harus buyar karena suara dering dari ponsel milik Reyna. Nama ibunya yang memanggil, ia pun langsung menjawabnya.

“Reyna, tadi ibu sudah kirim makanan buat kamu,” ucap Ibunya di seberang sana.

“Oh iya? Ibu ke mari? Kenapa tidak memberitahu?” tanya Reyna.

Karena ada kunci cadangan, Reyna pun membebaskan Ibunya untuk datang sesuka hati.

“Iya, tadi habisnya kamu lama. Sudah sore dan Ibu ada keperluan lain,” jelas ibunya.

“Oh, begitu.”

“Rey, Ibu mau tanya sesuatu,” ucap ibunya lagi.

“Tanya apa, Bu?”

Sedetik, ibunya belum menjawab pertanyaan Reyna. Ia beberapa kali menghela napas panjang, sebelum mengatakan apa yang ingin ia tanyakan.

“Tadi, di laci meja nakas kamu. Kenapa banyak alat tes kehamilan?”

Seketika, mata Reyna pun terbelalak mendengar pertanyaan dari ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status