Reyna masih terdiam, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan dari ibunya. Jujur saja, saat ini ia belum siap mengatakan hal yang sebenarnya.“I—itu ... milik temanku, Bu.” Rena terpaksa berbohong.“Temanmu? Kenapa kamu menyimpannya?” ibunya terdengar tak percaya.Reyna pun menghela napas panjang, ibunya masih tak percaya dengan jawaban Reyna. Walaupun hal itu memang kebohongan darinya, akan tetapi ia benar-benar belum siap. Reyna tidak mau jika ibunya kecewa mendengar ia mengandung tanpa seorang suami.“Iya benar temanku, dia menitipkannya padaku untuk kejutan pada suaminya. Karena saat ini suaminya masih berada di luar negeri, jika ia menyimpan di rumahnya. Dia takut, suaminya melihat sendiri,” jelas Reyna.“Begitukah? Sungguh, bahagia mempunyai seorang cucu. Ibu pun menginginkannya, kapan kamu akan menikah, Rey? Sampai saat ini, kamu belum membawa seorang pria ke rumah,” tanya Ibunya.Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Reyna, benar-benar tidak ada jawaban. Karena sampai
Namun Adrian tidak menjawab pertanyaan dari Reyna, ia melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan wanita itu. Menarik tengkuk kepalanya, kemudian mencium kembali bibir wanita yang tiba-tiba membuatnya candu. Adrian sudah lupa diri, ia melupakan masalah yang akan datang jika dirinya kembali melakukan sesuatu. Malam penuh gairah itu yang tiba-tiba ia ingat kembali dan Adrian menginginkannya. Namun, tidak dengan Reyna. Tangannya berusaha keras menjauhkan tubuh Adrian dari dirinya. Hingga ciuman itu terlepas kembali, Reyna mengambil napas dalam-dalam karena ciuman itu terlalu kasar hingga membuatnya sesak. “Jangan lakukan ini! Tolong, pergi dari sini,” pinta Reyna. Adrian pun menyunggingkan bibirnya, kemudian ia mengusap wajahnya kasar. Perlahan, ia memukul pelan kepalanya karena sudah bodoh melakukan hal ini. Ia lupa jika saat ini, tidak boleh terlihat rendahan di depan Reyna. Tanpa basa-basi, ia melangkahkan kakinya ke luar dari rumah kontrakan Reyna. Namun, tiba-tiba ia harus ter
Walaupun terasa berat, Reyna melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah kontrakannya. Ia rasa sudah cukup untuk bertahan di kota itu. Karena rupanya, ia tidak mendapatkan kebahagiaan. Perihal kandungannya yang tak akan bisa terus ia sembunyikan, Reyna pun memilih sebuah desa yang saat ini ditinggali oleh paman dan bibinya. Reyna pun meraih ponsel di dalam saku celananya, ia memberanikan diri untuk menghubungi ibunya.Beberapa menit, belum ada jawaban dari ibunya. Namun, ketika Reyna mengulanginya kembali, tak lama panggilan itu pun dijawab oleh ibunya.“Iya, Nak. Ada apa?” tanya ibunya diseberang sana.“Bu, apa aku boleh bicara?” tanya Reyna.“Tentu saja, mau bicara apa?”Reyna pun menghela napasnya, kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya.“Tidak melalui telepon, aku ingin bertemu dengan ibu,” jawab Reyna.“Baik lah, kamu datang saja ke rumah Ibu,” jawab ibunya.Reyna pun menyanggupi hal itu, sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi tentang kehamilannya itu dari ibunya. Karena ia a
Reyna pun berjongkok di bawah kaki ibunya sambil menangis sesenggukan.“Aku mohon, Bu. Jangan mencarinya, aku bisa sendiri untuk mengurus bayi ini. Reyna kuat dan tegar menghadapi ini semua, jadi tolong jangan mencarinya. Aku sudah melupakan pria itu dan menghapusnya dari ingatan,” pinta Reyna.Melihat Reyna yang memohon seperti itu, hati ibunya menjerit. Ia tak menyangka jika putri kesayangannya harus menghadapi masalah seperti ini. Padahal, sebuah pernikahan sangat diidamkan oleh ibunya. Melihat Reyna menjalin ikatan rumah tangga yang sudah dimimpikan oleh ibunya, namun harus pupus jika Reyna rupanya tak mau bertemu dengan pria yang sudah menghamilinya. Apakah ini sangat adil bagi Reyna, dan apakah ini akan membuat hati ibunya tenang. Benarkah Reyna akan kuat dan tegar menghadapi ini semua, batin ibunya berkecamuk.Tangannya meraih tubuh Reyna dan membuat putrinya itu duduk kembali di atas kursi, mengusap air mata itu perlahan dan memeluk Reyna dengan erat.“Jadi, kamu akan pergi ke
Adrian menatap ke arah Ervan. “Apa maksudmu, Ibu hamil? Memangnya, selain Ibu hamil, orang lain tidak boleh makan?”“Ah, bu-bukan itu maksudnya—““Sudah, belikan aku makanan lain. Aku ingin Fiza,” potong Adrian.Ervan pun mengangguk patuh, ia berlari untuk membeli Fiza pesanan Adrian. Sedangkan pria itu, melahap kembali rujak yang membuat kepalanya sedikit demi sedikit lebih baik. Rasa mual itu pun seketika mereda, entah mengapa tiba-tiba saja Adrian yang jarang sekali menyantap makanan pedas, namun kali ini lidahnya benar-benar menginginkannya.Tak membutuhkan banyak waktu, Ervan pun sudah tiba. Ia terlihat ngos-ngosan, karena mungkin berlari kembali. Namun, belum ada satu jam, Adrian pun menyuruh dirinya membeli makanan lain. Alhasil, ia pun harus ke sana ke mari mencari makanan yang dipesan oleh Adrian.Hingga sore hari, Adrian terlihat menatap langit yang sudah mulai berwarna oranye. Tangannya melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa menyesakkan. Sejak tadi, ia hanya sibuk makan da
Beberapa hari berikutnya, Adrian mulai tidak fokus pada pekerjaan. Ia terus saja dibayang-bayangi dengan ketakutan jika Alexander akan mencari Reyna dan wanita itu mengatakan jika ia benar tengah mengandung darah daging Adrian. Walau bagaimanapun, ia dan Reyna pernah tidur bersama, jadi tidak ada yang bisa dipungkiri jika kelak Reyna pun akan mengandung. Akan tetapi, sejak awal Adrian tidak mau tahu dengan hal itu. Ia sudah banyak memberikan jaminan pada Reyna, termasuk menerimanya kembali untuk bekerja di perusahaan Alexander. Namun, ia tetap tidak akan percaya sepenuhnya pada Reyna jika wanita itu akan mengakui keadaannya ketika berhasil ditemukan oleh ayahnya.“Jadi, Reyna benar-benar sudah tidak ada di kota ini?” tanya Adrian pada seorang pria yang ia tugaskan untuk mencari keberadaan Reyna.“Iya, Bos. Sudah tidak ada, bahkan saya sudah mencari sampai pelosok,” jawabnya.Adrian pun terlihat memikirkan sesuatu, jika memang betul Reyna tidak ada. Wanita itu sudah menuruti perminta
Sementara di desa tempat Reyna tinggal saat ini, ia tengah sibuk menjemur pakaian. Karena cuaca pagi ini begitu sangat cerah, hingga ia sangat bersemangat untuk memulai aktivitas.Sejak tadi, bibinya yang bernama Maria menatap keponakannya itu dengan saksama. Setelah kedatangan Reyna ke rumahnya dengan mengatakan keadaannya saat ini, hati Maria tersentuh dan mengutuk pria yang sudah membuat Reyna harus seorang diri mengurus darah dagingnya. Untung saja, Maria adalah wanita yang berkecukupan dan sudah lama menginginkan seorang anak. Jadi, kedatangan Reyna sungguh diterima dengan baik, apalagi suaminya yang begitu bahagia ketika rumah besar itu tidak terus-menerus sepi.“Sudah Reyna, kamu jangan terlalu kecapekan,” ucap Maria sambil meraih pakaian di dalam ember, kemudian menjemurnya.“Ah, bibi. Biar aku saja, lagi pula berdiam diri di rumah sangat membosankan,” ujar Reyna.Maria pun tersenyum sambil meraih tangan Reyna. “Nak, bibi begitu bahagia ketika kamu akhirnya tinggal di sini. Sud
“Sudahlah, tidak perlu ke Dokter. Sudah jelas, jika aku tidak mengandung darah dagingmu, sekarang buka pintu mobilnya,” pinta Reyna sambil meraih kembali handle pintu.Namun, Adrian terlihat melonggarkan dasinya. Kemudian menatap Reyna kembali.“Baiklah, jika kamu sudah yakin. Maka jangan pernah mengatakan apa pun lagi, jika faktanya tak sama jangan pernah meminta apa pun dariku,” pekik Adrian.Reyna pun menyunggingkan bibirnya. “Maaf, Anda siapa? Hanya mantan bos, saya tidak akan pernah meminta apa pun. Jadi, buka pintunya saya harus pulang.”Adrian pun mengangguk, kemudian mengetuk kaca mobil. Tak lama, seorang pria pun masuk dan duduk di kursi kemudi.“Aku akan mengantarmu kembali ke rumah, setidaknya aku berbaik hati sedikit,” ucap Adrian.Mendengar hal itu, Reyna pun berucap di dalam hati. Jika anaknya jangan sampai mewarisi sifat menyebalkan dari Adrian. Cukup sudah ia menahan napas ketika tengah bersama pria itu.Tak lama kemudian, Reyna sudah sampai di depan rumah Maria. Mobil