Reyna masih terdiam, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan dari ibunya. Jujur saja, saat ini ia belum siap mengatakan hal yang sebenarnya.
“I—itu ... milik temanku, Bu.” Rena terpaksa berbohong.
“Temanmu? Kenapa kamu menyimpannya?” ibunya terdengar tak percaya.
Reyna pun menghela napas panjang, ibunya masih tak percaya dengan jawaban Reyna. Walaupun hal itu memang kebohongan darinya, akan tetapi ia benar-benar belum siap. Reyna tidak mau jika ibunya kecewa mendengar ia mengandung tanpa seorang suami.
“Iya benar temanku, dia menitipkannya padaku untuk kejutan pada suaminya. Karena saat ini suaminya masih berada di luar negeri, jika ia menyimpan di rumahnya. Dia takut, suaminya melihat sendiri,” jelas Reyna.
“Begitukah? Sungguh, bahagia mempunyai seorang cucu. Ibu pun menginginkannya, kapan kamu akan menikah, Rey? Sampai saat ini, kamu belum membawa seorang pria ke rumah,” tanya Ibunya.
Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Reyna, benar-benar tidak ada jawaban. Karena sampai saat ini, ia tidak berniat menikah, namun dirinya sudah mengandung darah daging Adrian.
“Rey, sudah dulu ya. Nanti jika kamu ada waktu, berkunjung lah ke mari,” pinta ibunya.
“Baik, Bu.”
Percakapan itu pun berakhir, Reyna menarik napas lega. Karena ibunya percaya jika alat tes kehamilan tersebut milik temannya. Padahal, Reyna merasa sangat bersalah sudah membohongi ibunya sendiri.
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah klub malam. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun tidak dihiraukan oleh Adrian. Sejak tadi ia kesal karena semua berita menayangkan pemberitaan tentang batalnya pernikahan dirinya dan Sonya. Ia pun semakin kesal, karena wajah Sonya tidak sedikit pun merasa sedih.
Di ruangan VIP yang ia pesan, Adrian kembali meneguk minuman beralkohol itu. Sejak tadi, walaupun beberapa kali ia meneguknya. Namun, Adrian belum mabuk sama sekali, akan tetapi kepalanya sungguh sangat berat dan hatinya masih tak terima jika Sonya mengkhianati dirinya di belakang. Ia bodoh dan sudah ditipu habis-habisan oleh Sonya, ia pikir selama ini hanya dirinyalah pria yang Sonya cintai. Nyatanya, kemapanan dan ketampanan Adrian tidak bisa meluluhkan seorang Sonya.
Ia tiba-tiba memukul meja, kesal karena tak dapat melampiaskan amarahnya sejak kemarin. Karena Adrian tahu, jika ia mengamuk, nama ayahnya akan tercoreng.
Tiba-tiba ketukan dari seseorang membuyarkan pikirannya, Adrian mempersilakan masuk. Seorang wanita yang saat ini memakai dres ketat berwarna merah pun berjalan menghampirinya.
“Tuan, apa minumannya masih kurang?” tanya wanita itu, sambil menuangkan minuman pada Adrian.
Wanita cantik itu menatap mata Adrian yang mulai merah namun belum mabuk sama sekali, jarinya dengan lincah menelusuri dada bidang milik Adrian yang masih tertutup kaos berwarna putih.
Dengan sigap, Adrian menangkap jari wanita itu.
“Panggilkan seorang wanita yang bernama Reyna,” titahnya.
Sontak saja wanita itu pun mengerutkan kening. “Tapi, tidak ada pegawai yang bernama Reyna di sini.”
“Kalau begitu, kamu ke luar saja. Aku hanya ingin Reyna malam ini,” ujar Adrian sambil mengusir wanita itu.
“Ta-tapi, Tuan—“
“Ke luar! Jangan sampai aku berbuat kasar,” teriak Adrian.
Wanita itu pun terlihat takut, ia dengan terburu-buru bangkit, kemudian ke luar dari ruangan itu.
“Bodoh, kenapa aku harus mengatakan nama Reyna? Ada apa denganku? Wanita yang tidak bisa bekerja itu, mengapa membuatku ketagihan? Oh ... Sial,” umpat Adrian.
Entah mengapa, sejak tadi pikirannya tertuju pada Sonya. Akan tetapi, Reyna pun mendominasi pikiran Adrian. Bayangan malam panas itu justru tidak bisa Adrian lupakan begitu saja. Ia pikir, dengan mudahnya bisa mengubur kejadian itu, namun Adrian salah. Semakin ia melupakan itu, dirinya malah semakin menginginkan Reyna.
Ia mengacak rambutnya, frustasi. Kemudian kembali menuangkan minuman itu, tak lama ia meraih jaket kulit kemudian pergi dari klub malam tersebut.
Saat ini, Adrian sudah berada di dalam mobil. Jika ia pergi ke klub malam, Adrian sengaja membawa sopir pribadi sekaligus orang suruhannya.
“Tuan muda, kita mau ke mana?” tanya pria itu.
Adrian yang saat ini menatap ke arah luar pun, tidak mengalihkan tatapannya
“Rumah kontrakan Reyna,” ucapnya.
Sopirnya pun mengangguk, ia memang sudah lama ditugaskan untuk memata-matai Reyna. Sejak wanita itu bertugas menjaga rahasia besar Adrian, tentang kejadian malam panas itu.
Tak membutuhkan waktu lama, Adrian pun berjalan ke depan kontrakan rumah Reyna. Sopirnya disuruh pulang oleh Adrian dan memarkirkan mobil di depan rumah kontrakan Reyna.
Ketukan pintu itu belum Reyna pedulikan, karena ia sudah tertidur pulas. Namun, beberapa kali ketukan pintu itu membangunkan tidurnya. Reyna masih mengumpulkan nyawanya, berusaha untuk bangkit dan berdiri.
“Siapa malam-malam begini?” ucap Reyna.
Tanpa curiga pada siapa pun, ia membuka pintu rumah. Namun, tiba-tiba Adrian menyerangnya dengan ciuman kasar pada bibir Reyna.
Sontak saja, Reyna langsung melepaskan ciuman Adrian.
“Kamu ... kenapa datang ke sini?” tunjuk Reyna pada Adrian.
“Ayah, apa yang barusan Ayah katakan? Bagaimana bisa—““Adrian, apa kamu tetap ingin menjadi direktur?” Alexander melangkah maju mendekati putranya itu.Adrian pun mengangguk cepat. “Ya, tentu. Aku sangat ingin menjadi seorang direktur.”“Kalau begitu, jangan sampai Reyna mengandung anakmu. Lakukan cara apa pun, agar tidak ada hal yang mencoreng namamu,” ujar Alexander.Adrian terdiam, sejenak. Namun, tak lama ia pun mengangguk.Melihat putranya yang sudah paham, Alexander pun menepuk pelan pundak Adrian, kemudian pergi dari hadapannya.Sementara Adrian masih diam di tempat, betapa bodohnya ia malam itu, karena sudah tergoda oleh Reyna. Seharusnya, ia biarkan saja wanita itu mabuk sendirian di klub tersebut, pikirnya.“Aku harus memaksa Reyna untuk menggugurkan kandungan itu,” ucapnya pelan.Keesokan harinya, setelah Adrian selesai mengurus pekerjaan. Ia pun pergi ke desa tanpa diketahui oleh sopir yang biasa mengantarnya, karena ia tahu jika pria itu sudah menjadi mata-mata untuk aya
Reyna pun berhasil pulang ke rumahnya, namun ia tiba-tiba terkejut ketika Aldo sudah berdiri di depan pintu rumah tersebut. Sedikit ngos-ngosan karena berjalan cepat untuk menghindari Adrian. Ia pun memilih duduk di atas kursi yang ada di depan rumah tersebut, sambil mengibas-ibaskan tangannya karena merasa gerah. Aldo pun berjalan menghampiri Reyna, ia menatap lekat wanita yang sudah mengusik hatinya itu. Entah apa yang saat ini tengah pria itu pikirkan, karena tak biasanya ia berekspresi seperti saat ini. "Rey, aku mau tanya sesuatu," ucap Aldo. Reyna pun menatap ke arah pria itu, sambil membuang napas perlahan. "Tanya apa?" ujar Reyna. Aldo pun sedikit menggeser tempat duduknya untuk lebih dekat dengan Reyna, sebelum melanjutkan pertanyaannya. "Apa benar, saat ini kamu tengah mengandung?" tanya Aldo lagi. Sontak saja, mata Reyna pun membulat. Ia yakin, jika gosip sudah menyebar di desa itu. Ia pun belum menjawab pertanyaan dari Aldo, Reyna hanya membuang tatapannya ke arah
"A-aku ... tidak menemuinya," jawab Adrian.Alexander pun memegangi bahu putranya itu. "Jangan berpikir hanya kamu saja yang punya mata-mata. Lupakanlah wanita itu, dia sudah mengambil uangnya. Kenapa kamu masih sibuk menemui dia?" "Tidak, Ayah. Aku hanya memastikan sesuatu," jawab Adian.Alexander pun menggeleng. "Jangan memastikan apa-apa. Fokus bekerja, jangan memikirkan ini dan itu lagi, jika kamu ingin menjadi direktur."Sebelumnya, Adrian pun memang tidak peduli pada Reyna. Akan tetapi, ia takut jika ayahnya memastikan sendiri kepada Reyna dan mendapati wanita itu tengah mengandung darah dagingnya. Walaupun, Reyna tidak mengatakan tentang kehamilannya itu.***Pagi harinya, Reyna pun tengah membeli sayuran di pedagang kaki lima. Namun, tiba-tiba wanita yang bertemu dengannya di puskesmas kemarin pun bertemu dengannya lagi hari ini."Rey, kamu kemarin ke luar dari ruangan poli kandungan, ya?" tanya wanita itu.Sontak saja, semua orang yang ada di sana pun menatap ke arah Reyna.
Keesokan paginya, Reyna dengan terburu-buru ke luar dari dalam rumah dan akan mengunjungi bidan desa.Lebih tepatnya, ia akan datang ke puskesmas yang ada di desa tersebut. Namun, Reyna memakai masker penutup wajah, agar tidak ada yang mengenalinya di sana.Tak lama, ia pun sudah sampai di tempat tersebut. Menatap ke semua arah, takut ada tetangga yang mengenalinya. Karena hal itu sudah pasti akan membuat dirinya jadi bahan gosip di desa tersebut.Ketika sudah masuk ke dalam ruangan periksa, Reyna pun harus tersenyum bahagia, ketika tahu kondisi bayinya sehat. Namun, ia disarankan untuk tidak banyak pikiran dan harus selalu bahagia.Reyna pun diberi vitamin agar kandungannya semakin sehat. "Reyna? Kamu benar Reyna bukan? Ponakannya Bu Maria?" ucap seorang wanita yang tiba-tiba menunjuk ke arah Reyna.Sontak saja, Reyna terkejut. Karena ia baru ke luar dari ruangan poli kandungan.Reyna pun tidak menjawab, ia hanya melangkahkan kakinya untuk menjauh dari wanita tersebut."Itu benar Re
Semenjak tahu, jika cinta pertamanya ada di desa. Aldo pun semakin intens berkunjung ke rumah Maria, ia selalu bersikap baik dan membawa oleh-oleh ketika berkunjung. Namun, Reyna merasa tidak nyaman dengan kehadiran Aldo, ia sangat tahu apa yang ada di dalam pikiran Aldo ketika intens mengunjunginya.Seperti saat ini, Reyna merasa risi ketika Aldo sudah tiga jam lamanya berada di rumah itu. Padahal, banyak yang harus Reyna lakukan hari ini. Termasuk mengunjungi bidan desa untuk mengecek kondisi kandungannya. Ya, walaupun ia harus lebih waspada ketika datang ke sana, dikhawatirkan ada tetangga yang melihat dirinya berada di sana.Akan tetapi, saat ini Reyna tidak bisa bergerak sedikit pun karena Aldo terlihat masih betah saja."Rey, kamu tidak ada keinginan untuk berkunjung ke sungai yang dulu sering kita datangi?" tanya Aldo.Reyna pun menggeleng. "Aku rasa, itu tidak perlu. Karena kita sudah dewasa dan tidak perlu ke sungai itu.""Tidak untuk berenang, lagi pula aku tidak akan melaku
“Sudahlah, tidak perlu ke Dokter. Sudah jelas, jika aku tidak mengandung darah dagingmu, sekarang buka pintu mobilnya,” pinta Reyna sambil meraih kembali handle pintu.Namun, Adrian terlihat melonggarkan dasinya. Kemudian menatap Reyna kembali.“Baiklah, jika kamu sudah yakin. Maka jangan pernah mengatakan apa pun lagi, jika faktanya tak sama jangan pernah meminta apa pun dariku,” pekik Adrian.Reyna pun menyunggingkan bibirnya. “Maaf, Anda siapa? Hanya mantan bos, saya tidak akan pernah meminta apa pun. Jadi, buka pintunya saya harus pulang.”Adrian pun mengangguk, kemudian mengetuk kaca mobil. Tak lama, seorang pria pun masuk dan duduk di kursi kemudi.“Aku akan mengantarmu kembali ke rumah, setidaknya aku berbaik hati sedikit,” ucap Adrian.Mendengar hal itu, Reyna pun berucap di dalam hati. Jika anaknya jangan sampai mewarisi sifat menyebalkan dari Adrian. Cukup sudah ia menahan napas ketika tengah bersama pria itu.Tak lama kemudian, Reyna sudah sampai di depan rumah Maria. Mobil