--Flashback On--
Saat itu, Lala dan Ichi tengah bermain basket bersama, tak lepas dari canda tawa yang keluar dari mulut mereka. Setiap Lala ingin memasukkan bola itu ke dalam ring, berkali-kali Ichi berhasil menggagalkannya. Hal itu membuat Lala pun semakin lama semakin cemberut.
Gadis kecil itu melipat tangannya di bawah dada, memperhatikan Ichi yang begitu menikmati permainannya, "Main sendiri aja sana!" ketus Lala kemudian berbalik menuju undakan yang menjadi akses jalan masuk ke pintu utama.
Lala duduk di undakan paling bawah, masih memperhatikan Ichi yang sepertinya tidak memperdulikannya. Tak berapa lama kemudian, Ichi pun berhenti bermain basket. Ia menoleh ke arah belakang, "Lala? Kok udahan sih mainnya?" tanya Ichi.
"Ichi kan main sendiri! Setiap aku mau masukin bolanya, selalu aja ditangkep sama Ichi!" jawab Lala.
"Hahaha, namanya juga main basket! Kalo aku bisa rebut, ya aku lakuin!" jawab Ichi.
"Tapi kan aku juga pengen masukin bolanya?" kata Lala.
"Yaudah sini! Jangan ngambek aja!" kata Ichi.
Lala pun berjalan mendekati Ichi, "Nih bolanya! Sekarang Lala coba masukin, bisa atau nggak!" kata Ichi.
"Aku bisa kok! Liat aja!" kata Lala sembari menerima bola itu.
"Yaudah coba!" kata Ichi.
"Oke!" kata Lala kemudian mulai melempar itu ke ring dan ternyata.. Nggak masuk.
"Ih~ kok bolanya nggak mau masuk sih?" gerutu Lala.
"Hahaha coba lagi ya?" kata Ichi sembari memberikan bolanya yang langsung diterima oleh Lala.
Lala mendribble bola itu sebentar kemudian melemparnya lagi ke ring. Namun hasilnya masih sama, bola tidak masuk.
"Ih~ nyebelin! Lala nggak mau main basket lagi!" kata Lala sembari melipat tangannya di bawah dada.
"Hahahaa Lala Lala! Kamu tuh lucu yah? Mau aku ajarin?" kata Ichi sembari mendekat kearah Lala.
"Tapi Lala nggak bisa!" katanya.
"Iya, makanya aku ajarin biar bisa! Ayo!" kata Ichi.
"Yaudah deh! Bener yah sampe bisa?" tanya Lala.
"Iya!" jawab Ichi.
Akhirnya Ichi pun mengajari Lala cara memasukkan bola itu ke ring basket. Dengan posisi Lala di depan dengan memegang bola, kemudian Ichi di belakangnya yang mengarahkan bola itu.
"Jadi, bolanya di arahin dulu! Nggak ngasal!" kata Ichi.
Akhirnya Ichi pun ikut memegang bola itu, tepatnya diatas tangan Lala. Membuat pipi gadis kecil itu pun sedikit merona. Tangan Ichi mengarahkan bola itu tepat pada ring basket.
"Udah siap? Aku hitung sampe tiga ya? Terus abis itu lempar bolanya!" kata Ichi.
"Iya!" jawab Lala.
"Oke. Satu.. Dua.. Tiga..!" aba-aba Ichi.
Lala dan Ichi pun melompat bersama, melempar bola itu kearah ring basket. Dan ternyata bola itu masuk ke dalam ring dengan mulusnya.
"Yee masuukkk!" teriak Lala gembira sembari melompat-lompat kemudian memeluk Ichi.
"Ichii aku bisaa!" teriak Lala di pelukan Ichi.
Bocah laki-laki itu pun tak bisa menahan senyumnya, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya saat Ia dipeluk Lala. Namun, tak berapa lama kemudian Lala pun melepaskan pelukannya dan tertawa lepas. Ichi yang masih kaget pun hanya ikut tersenyum, "Makasih yah? Ajarin aku lagi mau?" tanya Lala.
Ichi mengangguk, "Ayo!"
Akhirnya Ia mengajari Lala lagi seperi tadi. Dan memang, bola itu selalu berhasil masuk ke dalam ring. Namun, karena awan saat itu sedang mendung, hujan gerimis pun turun.
Tetapi Lala dan Ichi masih asik bermain, mereka kini bertanding. Lala pun sudah tidak bersedih lagi karena tidak bisa memasukkan bola basket itu ke dalam ring.
Sedikit basah juga baju mereka, "Ayo rebut kalo bisa hahaha!" kata Lala sembari mendribble bolanya.
"Oke!" kata Ichi kemudian menggerakan badannya lebih gesit lagi untuk merebut bola itu.
Mereka pun tertawa gembira, "Yee nggak bisa wlee~ hahaha!" kata Lala sembari memeletkan lidahnya dan menghindar dari Ichi yang hendak merebut bolanya.
"Awas ya kamu!" kata Ichi sembari berkacak pinggang.
Ia kemudian tersenyum seduktif seketika melihat Lala yang akan melayangkan bola itu ke ring basket.
Happ~
Ichi memeluk Lala dari belakang tepat saat gadis kecil itu mau melompat. Bola basket itu pun memantul-mantul entah kemana.
"Yee hahaha nggak masuk nggak masuk wlee~!" kata Ichi sembari mengeratkan pelukannya.
"Hahahahah Ichi lepasin!" tawa Lala sembari mencoba melepaskan tangan Ichi dari perutnya.
"Nggak mau! Aku mau kelitikin Lala dulu hahahaha!" kata Ichi sembari mengelitiki perut Lala.
"Hahahaha Ichii ampunn! Hahaha gelii tau!" kata Lala sembari memukul tangan Ichi dengan tangan kecilnya.
"Nggak ada ampun buat Lala hahahaha!" ejek Ichi.
Hujan itu pun menjadi saksi bisu kedekatan mereka.
--Flashback Off--
Adelia tersenyum mengingat kenangan manis itu, Ia kemudian mengeluarkan kalungnya dan memegang liontin keong itu, "Gue kangen sama Lo, pangeran kodok!" gumam Adelia dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca itu.
"When you come back? Do you remember me?" gumam Adelia kemudian mengadahkan kepalanya untuk mencegah air mata itu keluar.
"I always waiting for you, Dicky!" kata Adelia kemudian melangkahkan kakinya masuk kembali ke dalam kamarnya.
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli