ADELIA membuka pintu kamarnya dengan wajahnya yang ditekuk. Ia lalu melepas tas dan jaketnya dan duduk di pinggiran kasur. Mengingat Reno cs yang songong itu Ia jadi kesal sendiri. Padahal kakak kelasnya yang menjadi idola cewek-cewek itu hanya mengajak dinner, tidak lebih. Apa susahnya?
"Aduhh!! Gila gila gila!! Nyesel gue mau duel sama Reno tadi!! Tau kalah gitu mending nggak usah!!" gerutu Adelia sambil memukul-mukul sebuah bantal yang berada di pangkuannya.
"Apaan lagi maksudnya dia bilang pengen deket sama gue? Ah~ Jangan-jangan dia suka lagi sama gue? What the fuck!!" tambahnya lagi sembari berdiri dan melempar bantal itu ke sembarang arah.
"Ih geer banget ya gue? Biarin aja lah, mau dia suka kek sama gue, mau dia benci kek sama gue, mau dia sayang kek sama gue bodo amat! Gue nggak bakalan mau pacaran sama playboy kayak dia!!" kata Adelia kesal sembari berkacak pinggang.
"Segala ngajak dinner lagi? Malesin banget deh si Renooo!!" geram Adelia sembari mengepalkan tangannya dan mengambil bantal yang tadi sempat Ia buang. Adelia pun melempar kesal bantal itu ke kasurnya.
Tak lama kemudian ponsel Adelia pun berbunyi, menandakan kalau ada telefon masuk. Adelia pun merogoh sakunya dan melihat layar ponselnya. Tertera Friska's Calling, Ia langsung menggeser dial phone berwarna hijau itu dan mendekatkan ke telinganya.
"Hallo Del?"
"Iya, Friska."
"Lo kok kayak nggak semangat gitu sih? Kenapa? Jangan bilang kalauu??"
"Iya, gue kalah!"
"Apaa? Yahh padahal Lo itu jago banget loh, waktu SMP aja sering ikut turnamen kan dan menang berapa kali tuh?"
"Iyaaa tapi si Reno lebih jago dari gue Friskaa! Huuu nggak asik banget deh! Nyesel gue duel sama dia!"
"Hahahaa, woles aja kali Del? Lo kayak yang menderita aja sih!"
"Kok Lo ngatain gue kayak gitu sih, jahat Lo Fris!"
"Adel Adel! Please deh nggak usah kayak anak kecil gitu! Oh iya terus gimana sama taruhannya?"
"Duhh, ternyata Lo bener Friska! Kalo si Reno emang cuma mau modus doang! Masa iya gue diajak dinner sama dia? Ih~ males banget gue!"
"Ciee~ Ehem! Lampu hijau tuh! Dan bentar lagi pasti peje peje!"
"Jangan cie cie in gue! Emang lalu lintas apa, lampu hijau?"
"Hahahaa nggak! Yaa mungkin Kak Reno suka kali sama Lo?"
"Idihh, najong tralala! Gue nggak suka yah sama cowok kayak Reno!"
"Apa Lo bilang? Ih aneh ya? Semua cewek di sekolah klepek-klepek lagi sama Kak Reno, Del?"
"Iya, kecuali gue!"
"Lo sama sekali nggak tertarik sama Kak Reno yang gantengnya nggak ketulungan itu? Ah bokis Lo! Nggak percaya gue!"
"Bener Friska! Gue sama sekali nggak tertarik sama Reno! Playboy kayak dia mah buat apa? Cintanya tuh nggak utuh tau nggak? Kan udah dibagi-bagiin sama cewek lain!"
"Widihh Lo tau juga ya soal cinta, padahal nggak pernah pacaran! Tapi emang bener juga sih Kak Reno itu playboy!"
"Iya lah!"
"Eh eh terus gimana sama dinner nya? Lo pasti dateng dong?"
"Aduhh! Sumpah deh gue ogah banget dinner berdua sama Reno, Lo mau kan temenin gue? Yaa please? Lo kan sohib gue yang paling baik!"
"OMG helloww Adel! Gue nggak mau keles jadi obat nyamuk Lo sama Kak Reno! Ngenes banget tau nggak!"
"Kok obat nyamuk sih? Lo kira gue pacaran sama dia? Enggak keles!"
"Hahaha!! Ya kan itu acara Lo berdua?"
"Ih apaan sih! Yang bener nih, Lo nggak mau nemenin gue? Dinner loh! Makan-makan gratis? Dibayarin sama Reno! Lo nggak tergiur beneran?"
"Ih~ Adel! Nggak! Ini dinner kalian berdua! Jadi, gue nggak mau ganggu!"
"Jahat ih! Temenin gue dong Friska please!"
"Nggak mau Adel! Emang kapan sih?"
"Lusa! Lo bisa?"
"Yah, lusa gue ada janji sama Dimas hehe!"
"Hadehhh atau gue nggak usah dateng aja kalik yah?"
"Eh jangan dong! Itu kan udah jadi kesepakatan kalian, yang kalah harus menuruti permintaan yang menang! Jadi, Lo harus terima!"
"Kesepakatan apaan? Taruhan iya!"
"Yaudahlah dateng aja, kapan sih Lo diajak dinner sama cowok? Nggak rugi juga kan kalo Lo dateng?"
"Iya sih tapi-"
"Pokoknya Lo harus dateng! Siapa tau aja Kak Reno mau nembak Lo? Hahhaha!"
"Eh eh apa Lo bilang-"
Tut tut tut..
Sambungan terputus.
"Sialan si Friska!" gerutu Adelia.
Adelia mengerucutkan bibirnya kemudian berjalan keluar balkonnya. Dari sana Ia bisa menatap halaman rumahnya yang luas itu. Dengan tangannya yang berpegangan pada pagar balkon, Adelia menatap ring basket yang berada di dekat dinding yang membatasi rumahnya dengan rumah Ichi, teman kecilnya itu dengan pandangan matanya yang kosong.
Memori otak Adelia berputar ke 10 tahun yang lalu. Dimana Adelia kecil atau kerap disapa Lala itu sedang asik-asiknya bermain basket dibawah hujan gerimis bersama Dicky atau Ichi.
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli