Bintang. Satu objek yang menjadi perhatian Dicky saat ini di balkon apartemennya. Pemuda tampan itu mengadahkan kepalanya untuk melihat langit. Ribuan bintang bertaburan disana ditambah dengan bulan yang bersinar terang.
Dicky memperhatikan bulan itu beberapa saat, tiba-tiba saja sosok wajah Lala saat tertawa muncul disana. Dicky pun tersenyum. Sudah 10 tahun ini Ia pergi meninggalkannya ke Paris, karena mengikuti sang Ayah yang katanya ingin mengembangkan bisnisnya disana. Dan selama itu juga Dicky tak pernah menjalin hubungan dengan gadis manapun. Karena Ia hanya menyukai satu gadis, gadis yang selalu berlari-lari di fikirannya, gadis yang Ia berikan kalung berliontin keong waktu kecil dulu, gadis yang tomboy namun cantik dan suka bermain basket. Dicky yakin sekali kalau gadis itu adalah cinta sejatinya. Ia berharap dia pun memiliki rasa yang sama dengannya, yaitu cinta.
Namun tak berapa lama kemudian bayangan wajah Lala pada bulan itu hilang sendiri, seketika membuat senyum Dicky juga luntur. Pemuda tampan itu terlihat murung, Ia pun beralih menatap ke bawah. Melihat lampu-lampu kota disana, gedung-gedung tinggi, juga mobil-mobil yang berlalu-lalang di jalanan yang selalu ramai itu. Dicky menghela nafasnya.
"Gue jadi kangen sama putri keong! Pasti dia sekarang udah jadi gadis yang cantik deh!" gumam Dicky sembari memegang pagar balkon kamarnya.
"Banyak banget kenangan manis sama putri keong yang nggak bisa gue lupain!" gumamnya lagi.
"Andai aja Lo tau? Disini gue nggak bisa berhenti mikirin Lo, putri keong, gue selalu terbayang-bayang sama Lo!" tambahnya sembari melamun.
Tapi, tak lama kemudian sebuah suara teriakan dari arah belakang tiba-tiba terdengar memanggilnya, "Dickyyy?"
"Iya Ma!" jawab Dicky sembari menolehkan wajahnya. Disana, Renata -Mamanya- tengah berjalan kearahnya.
"Kamu lagi ngapain sih? Ngelamun ya?" tanya wanita itu sembari mendekat kearahnya.
"Ah nggak kok Ma! Cari angin aja!" jawab Dicky sembari tersenyum.
"Nggak usah boong! Mama tau kok!" kata Renata sembari menahan senyumnya.
"Dih~ Tau apaan sih Ma? Orang Dicky nggak ngapa-ngapain juga! Cari angin doang!" jawab Dicky masih ngeles.
"Mama liat kok tadi kamu senyum-senyum sendiri gitu sambil ngelihat ke langit! Ngapain lagi kalo bukan ngelamun? Hayoo loh Dicky abis ngelamunin siapaa?" kata Renata sembari menunjuk muka Dicky.
"Yee si Mama! Dicky enggak ngelamunin siapa-siapa kok Ma! Dicky suka aja gitu liat bintang-bintang sama bulan juga di langit, rasanya tenang, damai, gitu Ma! Beneran!" alibi Dicky.
"Jujur aja sama Mama! Nggak perlu kamu bilang juga Mama udah tau kok siapa gadis yang lagi kamu pikirin!" kata Renata.
"Hahaha Mama sok tau ya? Dicky nggak mikirin siapa-siapa kok Ma!" kata Dicky kikuk sembari mengusap tengkuknya.
"Hmm boleh Mama tebak?" tanya Renata sembari melipat tangannya di bawah dada.
"Nebak apaan sih Ma?" kata Dicky yang pura-pura tidak tahu.
"Kamu pastii lagiii mikirinn..." kata Renata menggantung.
"Siapa Ma? Nggak usah ngarang deh!" kata Dicky.
"Kamu pasti lagi mikirinn... Adelia kan? Hayoo bener kan Mama?" tebak Renata sembari tersenyum.
"Duh! Ngapain juga Dicky mikirin Adelia Mah? Nggak penting tau nggak!" elak Dicky.
"Hayo! Jangan boong! Jujur nggak sama Mama!" kata Renata mendesaknya.
"Mama kenapa jadi gitu sih?" bingung Dicky.
"Dicky! Jujur apa susahnya sih? Sebel deh Mama sama kamu" kesal Renata.
"Hmm, oke lah kalo Mama maksa!" tanya Dicky sembari menghela nafasnya.
"Mama pasti bener kan? Kamu lagi mikirin Adelia?" tanya Renata.
Dicky pun hanya menganggukkan kepala sembari menahan senyumnya. Sedangkan Renata hanya terkekeh geli melihat pengakuan anaknya itu.
"Emangnya kenapa Ma? Nggak boleh ya?" tanya Dicky sembari menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Eh, enggak! Boleh kok! Boleh banget malah! Oh iya, kamu pasti kangen kan sama Adel?" tanya Renata.
"Nggak Ma, biasa aja!" kata Dicky.
"Tuh kan boong lagi?" kata Renata.
"Tuh kan Mama maksa lagi?" kata Dicky.
"Dasar kamu!" umpat Renata.
"Hahaha emang kenapa sih Ma? Kok Mama jadi kepo gini?" tanya Dicky.
"Ya enggak! Mama sih cuma mau saranin kamu aja! Kalo kangen mending diungkapin sama orangnya biar terobati gitu! Soalnya Mama liat kamu akhir-akhir ini sering murung terus! Mama kan kasian liat kamu!" kata Renata.
"Ya tapi ngungkapinnya pake apa Ma? Dicky aja nggak punya kontaknya Adel?" kata Dicky.
"Ya ampun Dicky! Kenapa kamu nggak tanya sama Mama dari dulu? Mama tahu kok pin BB nya Adel!" kata Renata.
"Oh ya? Tau dari mana Mah?" tanya Dicky.
"Kan Mamanya Adel itu sahabat Mama, yaa Mama pasti tau lah!" kata Renata.
"Yaudah, berapa pin nya Ma? Biar Dicky invite sekarang?" kata Dicky sembari merogoh ponselnya di saku celana.
"Sebentar! Mama cari dulu!" kata Renata sembari mengotak-atik handphone yang memang sejak tadi Ia pegang.
"Nah, ini dia!" gumamnya.
"Berapa Mah!" tanya Dicky.
"7FAFE9B4!" jawab Renata.
"Oke Mah! Makasih yah?" kata Dicky sembari tersenyum setelah Ia menginvite pin itu.
"Iya! Yaudah kalo gitu Mama masuk dulu yah? Mau makan, laper! Kamu udah makan?" tanya Renata.
"Oh udah kok Mah! Udah tadi! Mama makan aja!" jawab Dicky.
"Yaudah! Mama masuk yah! Selamat berkangen-kangenan!" kata Renata kemudian berjalan masuk ke dalam.
"Yee si Mama! Bisa aja!" gumam Dicky sembari geleng-geleng kepala kemudian duduk di sofa empuk di dekatnya dan kembali membuka handphone nya.
Adelia berjalan dari arah dapur dengan kedua tangannya yang membawa segelas susu putih hangat. Gadis itu kini hanya mengenakan tanktop hitam yang dilengkapi dengan kemeja kotak-kotak dan celana hotpants dengan rambutnya yang tergerai. Gadis itu melangkah keluar rumahnya dan duduk di teras depan rumah. Ia kemudian meminum susu hangat itu perlahan-lahan. "Hmm enak!" gumamnya lalu meletakkan gelas itu di sampingnya. Adelia kemudian mengeluarkan handphone nya dari saku celana. Bersamaan dengan itu bunyi bbm tone tiba-tiba saja terdengar. Ia pun langsung menyalakan handphone nya dan membuka icon BBM pada layar utama.
SELAMA pelajaran Fisika Pak Judi, Adelia tidak berkicau seperti biasanya. Ia hanya diam, diam seribu bahasa, sebelah tangannya pun menopang dagunya dengan pandangan mata yang kosong. Dan kadang gadis itu senyum-senyum sendiri tidak jelas. Friska yang memang sedang sibuk mencatat pun tidak memperhatikan nya, Ia ingin fokus dengan pelajaran yang selalu menjatuhkan nilainya itu. Di fikiran Adelia saat ini hanya ada satu nama yaitu, Dicky, si pangeran kodoknya. Jujur, rasa rindunya kepada pemuda itu sedikit terobati. Baru sedikit ya? Belum sepenuhnya. Karena rindu itu akan benar-benar terobati kalau Ia sudah bertemu dengannya. Selama Ia remaja ini, tak pernah Ia memikirkan cowok manapun selain Dicky. Karena Adelia memang sudah menyukainya sejak kecil dan rasa itu masih abadi sampai sekarang ini. Bi
Hal itu spontan membuat Adelia pun melotokan matanya, "DICKYY!! INI KALI KEDUA YAA LO CIUM PIPI GUEE!! DASAR RESE" teriak Adelia dengan pipi merah padamnya sembari menoyor lagi kepala Dicky, namun berkali-kali. "Aduh duh~ Adell!! Lo kenapa sih suka banget noyor gue! Kalo kepala gue kenapa kenapa gimana? Mau tanggung jawab?" kata Dicky sembari menghentikan aktivitas Adelia dengan menahan pergelangan tangannya. "Lebay Lo, gitu doang juga!!" umpat Adelia sembari melepaskan cekalan tangan Dicky. "Hahhahaa!!" tawa Dicky. "Lagian Lo tuh ngapain sih, cium-cium gue! Ini sakral tau nggak! Yang
"Lo hari ini kenapa sih, Del? Nggak biasa banget deh ngelamun di kelas!" tanya Friska setelah Ia meneguk sedikit minuman dingin yang tadi sempat dibelinya di koperasi. Saat ini mereka berada di taman, di salah satu tempat duduk yang terbuat dari batu dan melingkari meja di tengahnya yang terbuat dari batu juga. "Ah gue belum cerita sama Lo sih? Jadi Lo nggak tau!" jawab Adelia lalu menyambar minuman Friska dan memintanya sedikit. "Emang apaan sih? Gue kemaks nih, Lo ceritain deh sekarang! Gue kan sahabat Lo dari SMP, jadi gue harus tau segala tentang Lo!" kata Friska sembari menunjuk Adelia. "Yaudah sekarang gue cerita! Jadi gini, gue tuh punya temen, temen kecil. Cowok, namanya Dicky. Kita sering banget maen bareng. Tapi pas kita udah berumur 7 tahun, dia cabut. Ke Paris. Karena bokapnya dia mau ngembangin bisnisnya disana, jadi mau nggak mau dia sama nyokapnya mesti ikut! Terus gue sama dia
"Ahaha yaa gue juga nggak tau! Cuma inget di dongeng itu aja sih kalo ada kodok dateng pas hujan-hujan itu tandanya dia jelmaan seorang pangeran yang ingin terbebas dari kutukannya! Terus kalo dicium sama perempuan dia bakalan bisa berubah jadi pangeran beneran. Sama halnya dengan keong! Kalo ada keong dateng pas hujan-hujan itu tandanya dia jelmaan putri cantik yang ingin terbebas dari kutukannya! Terus kalo dicium sama laki-laki, keong itu bakalan beneran berubah jadi putri cantik itu! Jadi, gue sama Dicky ngebuktiin deh, bener apa nggak sih dongeng itu? Maklum lah kan kita masih anak kecil, jadi nggak tau kalo dongeng itu cuma fiktif!" kata Adelia panjang lebar. "Hahahhahaa jelas lah! Mau Lo cium sampe mulut Lo berbusa juga nggak bakalan berubah jadi pangeran! Hahahhahaa!" ejek Friska. "Ih~ Friska! Malah ketawa! Gue kan udah bilang! Waktu itu gue masih kecil, jadi nggak tau!" kesal Adelia sembari mengerucutkan bibirnya.
Permen karet. Hanya dua kata itu yang mampu memperbaiki mood Reno yang tiba-tiba saja memburuk seketika melihat kertas di tangannya, kertas yang pada bagian atas tertulis Ulangan Harian 2 Matematika. Reno menatap malas kertas itu sebentar kemudian meremasnya santai. Karena nilai yang tertulis di dalamnya itu ditulis dengan menggunakan tinta merah. Jadi, sudah jelas Ia akan mengulangnya lagi. "Dapet berapa Lo, Bos?" tanya Ivan sembari mendekat kearah Reno yang masih stay duduk di meja guru. Cowok itu dengan bangganya memperhatikan kertas ulangannya, "Gue nih, dapet 4! Keren kan? Gue belum pernah loh dapet nilai segede ini pas ulangan matematik! Paling sering juga dapet 2 kalo nggak yah 2,5!" tambah Ivan dengan gayanya yang begitu sok. Reno menatapnya heran sembari menaikkan sudut bibirnya. Sham pun menghampiri dua sohibnya itu dan saling berpandangan dengan Reno. Mereka langsung geleng-geleng kepala bersamaan ke
Adelia berjalan menuruni undakan kecil untuk menuju parkiran. Gadis itu pun langsung menuju motor Ninja merahnya dan menaikinya kemudian memakai helf full face nya dan menyalakan mesin motornya. Tak butuh waktu lama, motor Adelia pun telah menjauhi pelataran sekolah. Dengan jagonya Adelia mengendarai motornya membelah jalanan di ibukota. Beberapa menit dalam perjalanan, Ia pun sampai di rumah. Adelia memelankan laju motornya ketika berbelok memasuki halaman rumahnya itu, Ia berhenti di depan garasi kemudian mematikan mesin motor dan melepas helm full face nya yang langsung saja Ia letakkan diatas tanki motor. Adelia pun turun dan melangkah kecil menuju undakan yang memang menjadi akses jalan menuju pintu utama, Ia berjalan santai di undakan dengan satu belokan tersebut. Saat sampai di atas. Adelia mengernyitkan dahinya heran, karena biasanya Marissa selalu membiarkan pintu ut
MARISSA dan Renata menatap intens dua orang muda mudi yang kini duduk di sofa di depan mereka dengan saling membuang pandangan masing-masing berlawan arah. Marissa menyilangkan kakinya lalu menggelengkan kepala memperhatikan anak gadisnya yang seperti tidak ada rasa berdosa itu. "Adelia ... Kamu nggak mau minta maaf sama Dicky, teman kecil kamu yang baru aja balik dari Paris setelah 10 tahun dia tinggal disana? Dan sekarang dia yang berniat mau kasih surprise ke kamu biar kamunya seneng tapi malah kamu sambut dengan nuduh dia maling dan gebukin dia pake sapu? Kamu nggak mau minta maaf? Emang di wajahnya ada tampang kriminal apa? Orang jelas-jelas ganteng kayak Zian Malik gitu? Jahat banget sih Del?" tanya Marissa panjang lebar juga penuh penekanan di setiap katanya. Begitu mendengar kata ganteng, Dicky pun berbalik menatap kearah Marissa. Pemuda itu tersenyum menyadari dirinya dipuji, "Ah tante nih bisa aja? Eman