“Kamu mau bekerja sekarang Ar?” tanya Pak Indra heran.Jarum jam baru menunjukkan pukul lima pagi. Arni sudah bersiap dengan pakaian office girl dan mekap yang menor. Sesuai permintaan Pak Lucky. Di kamar kos yang sempit, ia terpaksa menghias wajah di atas tempat tidur. Syukurlah tas khusus berisi peralatan mekap ia bawa sehingga aman dari daftar sitaan Nana.“Nggak Pa. Aku mau ke hotel sama Pak Lucky baru nanti pergi ke kampus untuk minta tanda tangan,” jawab Arni. Kemudian ia mengeriting rambut bagian bawah.“Oh,” balas Pak Indra pendek. Sudah tahu fantasi mantan rekanan kerjanya.“Papa sudah periksa kontrak kerjamu. Hanya enam bulan. Setidaknya masa kontrakmu akan cepat berakhir.”Sebulan lalu Arni menceritakan semuanya. Tentang Pak Lucky yang suka gonta-ganti simpanan, menahan karyawan yang pernah jadi simpanannya sampai Pak Lucky yang kemungkinan besar akan dilengserkan oleh anak pertamanya, Sania. Karena itulah Pak Indra rutin memeriksa kapan kontrak Arni di perusahaan ZY akan b
Hari demi hari berlalu. Tidak ada yang berubah di rumah besar Nana dan Roni. Masih suram dan dingin. Terutama di lantai satu. Hanya lantai dua yang terasa hangat dengan canda tawa anak-anak. Nana memindahkan kamar Maher ke lantai dua agar lebih mudah memantau anak-anaknya.Hubungan Nana dan Roni juga masih dingin. Wanita itu hanya bicara seperlunya dengan sang suami. Nana terpaksa melayani Roni berhubungan suami istri. Namun tidak ada lagi wajah mendamba serta suara manja Nana yang selalu menyebut nama Roni.“Kamu apa-apaan sih Na?” Roni memakai bajunya cepat. Menatap istrinya sebal.Nana juga sudah selesai memakai semua pakaiannya. Menatap Roni datar. Tidak ada lagi panggilan sayang atau dek setiap pria itu kesal. Tidak jarang Roni masih meninggikan suaranya saat marah. Tidak intropeksi diri padahal anak-anak makin menjauh darinya.“Maksud kamu apa Mas? Aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai istri. Apa ada yang salah dengan pelayananku? Tidak memuaskan seperti Arni?” ejek Nana men
“Untuk apa Papa ingin datang menemuiku?” tanya Roni jengah.Ia sedang sibuk meninjau proyek lapangan saat Pak Indra tiba-tiba datang. Menariknya menjauh. Roni ijin timnya akan membeli minuman dan cemilan di kafe terdekat. Jadilah dia bisa bicara dengan Pak Indra.“Aku ingin kamu memberi kompensasi nafkah pada Arni setiap bulan,” kata Pak Indra tidak tahu diri.“Apa Papa bercanda?” Roni tertawa meremehkan. Tidak ada lagi sikap hormat yang ia tunjukkan pada ayah mertuanya.“Aku tidak bercanda Ron. Kamu tetap harus memberikan kompensasi nafkah pada Arni setiap bulan. Bagaimanapun juga dia pernah menjadi mantan istri sirimu. Jika tidak kau akan tahu konsekuensinya.” Pak Indra tersenyum sinis.“Kalau Papa mengancam akan menyebarkan foto pernikahanku dan Arni, aku tidak perduli. Sebarkan saja. Toh aku bisa bilang kalau semua itu foto editan.” Roni menghabiskan es tehnya dalam sekali teguk. Menahan kesal mendengar permintaan Pak Indra. Walaupun di luar Roni tampak biasa saja.“Bukan foto per
Suasana pagi buta terasa sangat sepi dan menenangkan. Nana baru saja melaksanakan salat tahajud karena hanya bisa tidur satu jam. Dia menatap punggung Roni yang terlelap tidur. Punggung sang suami yang selalu ia peluk saat lelah. Dulu saat ia belum tahu perselingkuhan suami dan adik tirinya.Nana memilih bertahan bukan karena cinta pada Roni. Cintanya sudah luntur. Hanya menyisakan sedikit di ruang hatinya mengingat semua kebaikan pria itu selama ini. Ia bertahan karena Maher dan Dinda. Terutama Maher yang sangat dekat dengan ayahnya. Selain itu, Nana juga tidak ingin Arni merasa menang jika ia mengalah.Arni akan jadi wanita satu-satunya dan hidup mewah dengan menguasai harta pria itu untuk beberapa bulan ke depan. Nana tidak bisa membiarkan adik tirinya merasa senang sebelum kejahatan Roni terungkap.Baru beberapa hari Nana memberi kesempatan kedua, tadi dia tidak sengaja menemukan pesan Roni pada Arni dengan menggunakan nomor baru. Sama seperti sebelumnya, Nana menyadap nomor baru
Arni tertawa. Dia menatap kakak tirinya meremehkan. “Bagaimana bisa? Kamu tidak punya kuasa apapun untuk membuat Pak Lucky memecatku tanpa pesangon. Beliau masih sangat membutuhkan jasaku.” Arni menepuk dadanya bangga.Giliran Nana yang tertawa. Tawa yang terdengar seperti hinaan di telinga Arni. Nana menatap adik tirinya tajam. Adik tiri yang pernah menjadi adik madunya.“Maaf aku salah bicara. Bukan Pak Lucky, tapi Sania. Sahabatku yang baru saja kamu senggol tadi adalah pewaris perusahaan ini. Minggu depan akan ada rapat umum pemegang saham yang menentukan apakah Pak Lucky harus pensiun atau tidak. Mengingat sudah banyak orang mengumbar aibnya di sosial media. Oh ya kamu pasti belum lihat berita. Ada mantan karyawan yang melaporkan Pak Lucky dengan tuduhan pengancaman dan pe***.”“Ti—tidak mungkin.” Wajah Arni pias. Sejak siang dia menemani Pak Lucky bekerja. Tidak ada yang aneh sama sekali.Jika ada yang melaporkan Pak Lucky ke polisi seharusnya pria itu sibuk dengan pengacaranya.
Arni segera keluar dari lift. Tidak tahan mendengar ocehan salah satu karyawan yang masih berdenging di telinganya. Mainan baru. Itu berarti Pak Lucky sering memasukan wanita penggoda ke kantor. Sehingga semua karyawan sudah hafal dengan tingkah atasan mereka.Ia menunduk pada sekretaris yang berjaga di depan meja. Tersenyum sopan. Arni melirik namanya Ambar. Wajah wanita itu hanya judes menatapnya. Terlihat sekali kalau Ambar iri dengan Arni.‘Simpan saja rasa irimu karena aku yang akan mendampingi Pak Lucky untuk satu bulan ke depan,’ Batin Arni senang.Kemudian ia mengetuk pintu ruang kerja Pak Lucky tiga kali. Terdengar suara Pak Lucky yang berdehem. Arni membuka pintu perlahan. Melihat pria paruh baya itu tengah menunduk. Sibuk mengurus berkas yang menumpuk di meja.“Ini berkasnya Pak.” Arni meletakan map berwarna merah di meja.“Terima kasih Arni.” Pak Lucky meliriknya sekilas. Mengedipkan mata penuh rayuan hingga membuat wajah tuanya berkerut. Lalu sibuk dengan pekerjaannya lag