Home / Romansa / Cinta Seroja / Untuk melamar

Share

Untuk melamar

Author: Mentari
last update Huling Na-update: 2021-09-14 23:18:07

Bah Bani dan istri berdiri menyambut kedatangan tamunya yang ada sepuluh orang, laki-laki dan perempuan, semuanya berwajah sumringah penuh kebahagiaan.

Begitupun sang em punya rumah begitu ramah dan rona bahagia terpancar jelas dari wajahnya. Semua tamu di giring ke dalam rumah yang vukup sederhana itu.

"Assalamu'alaikum. Bah Bani apa kabar?" sapa juragan Anwar dengan ramahnya.

"Wa'alaikum salam ... warahmatullahi wabarokatuh! Alhamdulillah dalam keadaan baik. Sehat, gimana sebaliknya?"

"Alhamdulillah juga, seperti yang dilihat. Makanya bisa bersilaturahmi ke sini pada saat yang mungkin mengganggu istirahat kalian," ujar juragan Anwar.

"Ah. Tidak mengganggu justru saya merasa sangat bahagia, kedatangan tamu agung dari kampung sebrang. Ayok silahkan masuk, maaf rumahnya sempit. Maklum begini adanya," ucap bah Bani sangat merendah, dan mempersilahkan tamunya untuk duduk.

Umi marni duduk berdampingan dengan suaminya bah Bani menghadapi para tamu, sementara Neng Eza di dapur menyiapkan minun dan cemilannya.

Jantung Eza semakin tak menentu saja. Semakin berdegup kencang, tangannya bergetar. Badannya jadi panas dingin, menuang air saja beberapa kali tumpah saking gugup nya. Kali ini gak mungkin dia menolak lagi dengan alasan apapun.

Karena seperti yang abah Bani bilang kemarin, keputusan ada di Abah, jadi Eza tinggal menjalani saja, Eza berdiri menautkan jari jemarinya, dia belum bisa menenangkan dirinya itu. Membuang segala ke gugupan yang tengah menyelimuti. Dengan cara terus menarik napas dalam-dalam.

Dia merapikan kerudung yang ia kenakan.nTangannya mulai memegangi nampan yang berisi gelas minum. "Bismillah. Aku harus membawa dan menyuguhkannya," gumam Eza sembari menarik pelan napasnya lalu ia buang dengan panjang.

Langkah Eza pelan tapi pasti menuju ruang tengah, di mana para tamu sudah berkumpul di sana. Eza berlutut menyuguhkan air minum di meja "Silahkan diminum?" dengan senyum ramahnya.

Kemudian berdiri membalikan badannya! untuk ke dapur mengambil cemilan yang barusan tidak ke bawa.

"Ayok diminum? maaf cuma ada air putih," ucap bah Bani dan istri.

"Aduh, tidak apa-apa makasih, dan jangan merepotkan lah," sahut juragan Anwar menatap air minum di meja.

Sesaat kemudian Eza kembali membawa cemilan. Ia simpan di tengah-tengah meja, lalu Eza mundur beberapa langkah dan kembali ke dapur.

"Itu bukan gadisnya?" tanya seorang Ibu penasaran.

"Iya dia anaknya," sahut seseorang.

"Wah ... cantik. Sopan santun anaknya."

"Iya bener, geulis pisan. Ramah! shalehah, pastinya," gumaman mereka seakan berbisik namun terdengar dengan jelas.

Eza berdiri di dapur perasaannya semakin tidak menentu. Supaya tidak sia-sia. Eza mengisi waktu dengan mencuci peralatan bekas tadi memasak.

"Ehem ... maksud dari kedatangan kami kemari ini, iyalah tidak lain dan tidak bukan untuk melamar Neng Eza untuk putra saya Dirwan! dan semoga berkenan menerimanya. Ini data-data putra saya Dirwan," juragan Anwar memberikan sebuah berkas data putranya. Dirwan.

Bah Bani menerima dan membukanya, di baca dengan sangat teliti, umi Marni juga ikut meliriknya sesaat kemudian tersenyum pada para tamu seraya berkata. "Ayok silahkan diminum dan dicicipi kue nya, kuenya kebetulan buatan anak saya," menunjuk air minum dan cemulannya.

"Oh, iya makasih. Saya terima suguhannya," timpal seorang Ibu-ibu dan diikuti oleh yang lainya.

'Iya silahkan-silahkan," umi Marni mengembangkan senyumnya.

Sayup-sayup terdengar suara adzan magrib bersahutan, yang memerintahkan seluruh umat muslim untuk menunaikan kewajibanya. Bersujud dan berserah diri kepada sang pencipta.

"Sudah magrib. Gimana kalau kita berjamaah dulu, setelah itu kita lanjutkan lagi obrolan ini. Gimana?" ujar bah Bani menatap tamunya.

"Tentu! saya setuju, kita berjamaah dulu. Biar nanti obrolan ini dilanjut lagi," jawab juragan Anwar menyetujui saran bah Bani.

"Kalau begitu, kita bubar dulu. Untuk melaksanakan sholat magrib dulu Mi," bah Bani melirik sang istri.

"Iya Bah," umi Marni pergi ke dalam untuk menyiapkan keperluan sholat.

Eza sudah berada di kamarnya sedang melamun, umi Marni menghampiri Neng Eza yang duduk memeluk mukena. "Sudah sholat belum Neng?" tegur Uminya dengan suara lirih.

"Belum Umi, baru mau Mi."

"Sholat sama Umi ya?" bu Marni mengajak sholat bareng putrinya.

"Iya. Umi," Eza langsung mengenakan mukenanya dan sholat bareng uminya.

Selepas sholat, tidak lupa membaca doa, meminta segala kemudahan, usia yang panjang. Kesehatan, di cukupkan rejeki, tidak terasa mengalir air bening di pipi Eza. Entah apa yang dia rasakan saat ini.

Seusai berdoa. Eza mencium tangan sang Ibu, lalu Eza menatap wajah wanita paruh baya itu. "Umi ... apa benar abah akan menerima lamaran juragan Anwar?"

Umi Marni diam sesaat lalu tersenyum seraya berkata. "Yakinlah Neng, kalau itu jodong Neng Eza insyaAllh. Berdoalah yang terbaik ya Neng?" ucapan uminya sedikit menenangkan.

"Iya Umi." Eza meletakkan kepala di dada Uminya merasakan kehangatan kasihnya.

"Umi yakin. Allah akan memberikan sesuatu yang baik untuk putri Umi ini. Jodoh yang baik, rejeki yang baik. Kebahagiaan yang terbaik juga," ungkap imi Marni dengan lembut.

"Iya Umi, makasih atas doanya Umi dan abah, terimakasih juga Umi dan abah selalu menyayangi Eza sepenuh hati."

"Itu mah sudah kewajiban kami sebagai orang tua Neng. Nanti juga Neng akan menjadi orang tua dan akan merasakan gimana sayang nya terhadap anak yang kita lahirkan dan kita besarkan," sambung bu Marni kembali.

"Gitu Ya Mi?" Eza duduk tegak dan membuka mukenanya.

"Umi mau keluar lagi, nanti Neng Eza keluar juga ya kalau Umi panggil?" ucap uminya sambil mengelus kepala Eza dengan sangat lembut.

Bu Marni keluar dari kamar Eza dan berbaur dengan tamunya yang sudah menunaikan sholat magrib juga.

Inilah masa-masa menegangkan untuk para tamu, sebab di situ berharap-harap cemas apakah lamaran ini akan diterima. Apa justru sebaliknya? Begitupun perasaan Dirwan saat ini begitu tegang, jantung nya berdegup kencang, keringat di pelipisnya keluar. Sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban, diterima atau di tolak.

"Gimana Bah! apa sudah ada keputusan? rasanya kami semua sudah tidak sabar gitu. Ingin segera mendengar sebuah jawaban, kabar baik dan buruknya," ujar juragan Anwar.

Bah Bani masih berpikir, baik dan buruknya. Karena ini menyangkut nasib anak gadisnya. "Kalau saya harus menjawab saat ini juga, tentunya saya akan menerima lamaran ini, tapi walau bagai manapun yang akan menjalani, kan anak gadis saya, jadi alangkah baiknya kita menanyakan ini pada yang bersangkutan, Mi ... panggil anak kita."

Umi Marni mengaguk setelah suaminya menoleh. Ia bergegas berjalan ke kamar Eza, beberapa detik kemudian sampailah depan kamar Eza. Seraya membuka daun pintu umi memanggil Eza. "Neng, baiknya Neng keluar sekarang, abah memanggil Neng tuh."

Eza mendongak, perasaannya tak menentu, sangat gugup.Tangan pun bergetar, jantung terus berdegup kencang Dag dig dug seperti bedug yang ditabuh. Keringat dingin pun keluar, suhu tangan begitu dingin. Apa lagi setelah duduk berhadapan dengan para tamu. Eza menunduk tak berani mengangkat kepala sama sekali.

Bah Bani, menatap putrinya "Nah ... Neng Eza sudah berada di tengah-tengah kita, gimana Neng jawaban Neng Eza, tentang lamaran Dirwan ke Neng Eza diterima nggak? kalau Abah mah sudah menerima. Sebab semua kriteria yang di cari ada pada Dirwan. Gimana Neng sok jawab geulis?"

Bersambung....

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status