Share

Tamu rombongan

Biarpun berbisik. Namun terdengar jelas membuat Eza tertunduk malu.

"Baiklah Neng, nanti saya datang lagi. Bilang saja sama abah, kalau juragan Anwar dan puteranya datang kemari. Dan InsyaAllah malam nanti akan datang lagi dengan rombongan, kami pamit dulu ya Neng," ujar juragan Anwar sambil berdiri, di ikuti oleh putranya itu.

Setelah mengucap salam. Keduanya hendak berjabat tangan namun lagi-lagi Eza balas dengan menangkupkan kedua tangan dan senyuman.

Kini Eza bernapas lega akhirnya kedua tamu itu pergi juga "Huuh ... akhirnya pergi juga mereka mau apa jam segini bertamu ke sini segala. Tak tahu apa orang lagi mencari sesuap nasi, eh kok sesuap nasi sih. Dikit dong? terus apa dong yang pantas di ucapkan." Eza melihat langit seakan berpikir.

"Oiya, sedang mencari sebongkah berlian. Iya berlian, kan mahal jadi tidak cuma sesuap nasi saja yang akan di dapat." Eza bicara sendiri serta mengulas senyumnya.

Dia menyusuri jalan pesawahan untuk sampai ke perkebunan Abahnya. Selang beberapa lama perkebunan abahnya sudah kelihatan. Di sana ada sebuah saung untuk istirahat. Atau pun berteduh dikala panas dan hujan.

Mata Eza menyapu mencari keberadaan orang tuanya. "Kemana? tidak ada, oh itu mereka di saung," gumam Eza sambil mengembangkan senyuman di bibir.

Benar saja Abah dan Umi Marni tengah berada di saung. "Assalamu'alaikum ..." Eza tak lupa mengucap salam, Kebetulan Orang tuanya sedang makan.

"Hem ... wa'alaikum salam ... Neng, sudah makan belum.?" ucap Umi Marni menatap putrinya.

"Belum Umi, kebetulan sekali Neng juga lapar he he he." Eza nyengir lalu mengambil daun dan di isi nasi beserta lauknya."Bismillah ..." Eza langsung menyuapkan nasi ke mulutnya.

Disela mengunyah Eza ingat akan tamu tadi yang datang ke rumah, melirik Abahnya yang sedang makan. "Abah, tadi ada tamu."

"Siapa Neng?" Abah Bani penasaran.

"Orang, hehehe."

"Ya. Iya atuh pasti orang, bukan jin yang tidak keliahatan, kan pasti ada namanaya," tambah Bah Bani.

"Em ... itu." Eza mengerutkan keningnya. Mengingat nama tamunya tadi dan sesaat terdiam, membuat orang tuanya merasa penasaran.

"Em ... itu ... juragan Anwar katanya dari kampung sebrang, mau bertemu Abah."

"Terus Neng bilang apa?" tanya Uminya lirih sambil makan.

"Ya Neng bilang saja, kalau mau bertemu Abah. Sore atau malam, gitu," jawab Eza sambil menikmati makannya.

"Emang ada urusan apa Abah sama juragan itu? Abah gak berhutang, kan sama mereka!" Bu Marni bertanya penasaran akan keperluan mereka.

"Umi... apa Umi lupa. Kalau kita punyak anak gadis, Abah mah gak punya hutang apa-apa sama dia," jawab abah Bani.

Ucapan bah Bani membuat istri dan anak nya serentak menoleh. Eza mengerutkan keningnya, baru nyadar bahwa kedatangan mereka itu untuk melamarnya. Kemudian Eza menunduk seolah melihat makanan yang di tangannya. Entah apa yang kini ia rasakan. Sebuah rasa yang tak menentu.

Selesai makan, mereka melanjutkan aktivitasnya di kebun. Untuk menanam sayuran. Namun Eza membantu orang tuanya hanya sampai dzuhur saja, dia pulang untuk mengurus pekerjaan di rumah.

"Umi. Eza pulang dulu ya? mau nyetrika!" sambil berdiri merapikan kerudung nya.

"Iya. Neng pulang saja sudah siang. Adikmu sebentar lagi pasti pulang sekolah," sahut Bu Marni.

"Ya udah. Neng pulang dulu," mencium tangan sang ibu setelah sebelumnya mencuci tangan dengan bersih.

"Abah... Neng pulang dulu ya, Assalamu'alaikum... " lalu Eza pergi menjauh dari dari tempat tersebut.

"Wa'alaikum salam. Neng" suara bah Bani dan istri serempak.

"Semoga anak gadis kita mendapat jodoh yang sholeh ya Mi? Yang dapat menyayangi dia seperti kita menyayanginya," ucap bah Bani lirih.

"Iya Bah, itu juga yang Umi harapkan Umi doakan setiap waktu. Siapa orang tua yang tidak ingin anaknya mendapat yang terbaik atuh Bah. Pasti menginginkan yang terbaik, ya Bah?"

"Iya atuh Mi!" sahut bah Bani lagi dengan cepat.

"Abah, memang nya sudah yakin akan menerima juragan Anwar?" menatap suaminya lekat.

"Bukan juragan Anwar nya Mi ... tapi putranya yang bernama Dirwan."

"Oh, putranya. Semoga aja dia anak baik ya Bah?" suara umi Marni dengan lirihnya.

"Iya atuh. Abah juga gak akan gampang begitu saja memilihkan calon buat anak kita. Setau Abah anak nya baik, saleh lah," sahut bah Bani.

Kemudian mereka bersih-bersih dan mengambil air wudhu! untuk menunaikan sholat dzuhur di saung.

Eza sampai rumah. Langsung bersih-bersih kemudian menunaikan sholat dzuhur, lanjut mengambil pakaian yang sudah pada kering. Adik bungsunya yang bernama Zikri baru pulang sekolah ketika Eza sedang menyetrika.

"Baru pulang Dek?" tanya Eza memandangi Zikri yang tengah membuka kaos kakinya.

"Iya teh, Umi belum pulang ya?" Zikri balik nanya. Zikri yang kini duduk di kelas satu SMA sanawiyah yang berada di daerah sana.

"Belum! makan dulu sana. Nanti sakit loh," Eza menunjuk ke belakang.

"Nanti teh, mau ganti pakaian dulu." Zikri pergi membawa tasnya ke kamar.

"Iya lah, jangan lupa sholat Zik," sambung Eza saraya mengayunkan setrikaan di tangan dan menggosokannya.

"Oy teh lupa, tadi ada salam dari pak guru Dayat, nanyain teteh," suara Zikri yang seketika langkahnya kembali menghampiri.

Eza menoleh sekilas. "Wa'alaikum salam!" guru Dayat adalah seorang duda yang pernah juga mengajari Eza ketika sekolah dulu.

"Gitu aja teh?" Zikri mengernyitkan dahinya.

"Emang harus gimana lagi Zik? ya. Itu saja cuman titip salam kan," dia manaikan kedua bahunya.

"Ya ... kali aja apa gitu. Beliau baik loh," sambung Zikri lagi, di dalam pandangan dirinya pak Dayat sosok seorang guru yang baik dan bersahaja.

Neng Eza menggeleng. "Emang baik, teteh, kan lebih dulu mengenal beliau ketimbang Zikri."

"Dia duda Teh," jelas Zikri lagi.

"Aduh Zikri ... emang kenapa kalau dia duda? Zikri mau comlangin teteh sama dia gitu, iih ... yang lebih muda juga masih banyak! yang perjaka juga gak kurang tuh," ucap Eza dengan nada sedikit kesal.

"Waduh ... si teteh, gitu amat bicaranya, tapi ... kalau teteh mau bisa-bisa saja Zikri codohkan, hehehe." Zikri segera meninggalkan kaka nya sebelum Eza melemparnya dengan gantungan yang sudah mengayun di tangan Eza.

"Dasar, tau apa soal jodoh? nih anak ada-ada saja." Eza menggeleng dan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Dikala senja memerah, orang tua Eza sudah duduk santai di teras depan rumah. Keluarga yang penuh kasih sayang itu sedang menikmati suasana sore yang indah. Rumah nya yang jauh dari tetangga hanya di kelilingi pesawahan milik orang. Karena perkebunan milik bah Bani sendiri berada agak jauh dari rumah.

Dari jauh terlihat rombongan orang yang datang, Sepertinya menuju rumah bah Bani sekeluarga.

"Siapa itu Bah? rombongan gitu, membawa hantaran segala." suara umi Marni. Memandangi rombongan tersebut, kebetulan rumah mereka tidak dapat dimasuki mobil. Yang bisa masuk ke halaman hanyalah roda dua saja. Jadi kalau mobil di parkirnya di depan, pinggir jalan sekitar sepuluh meter dari halaman rumah.

Bah Bani menoleh. "Wah ... itu mah juragan Anwar Mi! Ternyata mereka datang lagi, sesuai janjinya," bah Bani tersenyum bahagia.

Eza pun ikut menoleh, hatinya merasa tegang. Jantungpun mendadak berdebar tak karuan. Sudah pasti Abahnya akan menerima lamaran itu. Jika benar mereka mau melamar, hati Eza seketika mencelos.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status