Home / Romansa / Cinta Seroja / Tamu rombongan

Share

Tamu rombongan

Author: Mentari
last update Last Updated: 2021-09-13 23:00:46

Biarpun berbisik. Namun terdengar jelas membuat Eza tertunduk malu.

"Baiklah Neng, nanti saya datang lagi. Bilang saja sama abah, kalau juragan Anwar dan puteranya datang kemari. Dan InsyaAllah malam nanti akan datang lagi dengan rombongan, kami pamit dulu ya Neng," ujar juragan Anwar sambil berdiri, di ikuti oleh putranya itu.

Setelah mengucap salam. Keduanya hendak berjabat tangan namun lagi-lagi Eza balas dengan menangkupkan kedua tangan dan senyuman.

Kini Eza bernapas lega akhirnya kedua tamu itu pergi juga "Huuh ... akhirnya pergi juga mereka mau apa jam segini bertamu ke sini segala. Tak tahu apa orang lagi mencari sesuap nasi, eh kok sesuap nasi sih. Dikit dong? terus apa dong yang pantas di ucapkan." Eza melihat langit seakan berpikir.

"Oiya, sedang mencari sebongkah berlian. Iya berlian, kan mahal jadi tidak cuma sesuap nasi saja yang akan di dapat." Eza bicara sendiri serta mengulas senyumnya.

Dia menyusuri jalan pesawahan untuk sampai ke perkebunan Abahnya. Selang beberapa lama perkebunan abahnya sudah kelihatan. Di sana ada sebuah saung untuk istirahat. Atau pun berteduh dikala panas dan hujan.

Mata Eza menyapu mencari keberadaan orang tuanya. "Kemana? tidak ada, oh itu mereka di saung," gumam Eza sambil mengembangkan senyuman di bibir.

Benar saja Abah dan Umi Marni tengah berada di saung. "Assalamu'alaikum ..." Eza tak lupa mengucap salam, Kebetulan Orang tuanya sedang makan.

"Hem ... wa'alaikum salam ... Neng, sudah makan belum.?" ucap Umi Marni menatap putrinya.

"Belum Umi, kebetulan sekali Neng juga lapar he he he." Eza nyengir lalu mengambil daun dan di isi nasi beserta lauknya."Bismillah ..." Eza langsung menyuapkan nasi ke mulutnya.

Disela mengunyah Eza ingat akan tamu tadi yang datang ke rumah, melirik Abahnya yang sedang makan. "Abah, tadi ada tamu."

"Siapa Neng?" Abah Bani penasaran.

"Orang, hehehe."

"Ya. Iya atuh pasti orang, bukan jin yang tidak keliahatan, kan pasti ada namanaya," tambah Bah Bani.

"Em ... itu." Eza mengerutkan keningnya. Mengingat nama tamunya tadi dan sesaat terdiam, membuat orang tuanya merasa penasaran.

"Em ... itu ... juragan Anwar katanya dari kampung sebrang, mau bertemu Abah."

"Terus Neng bilang apa?" tanya Uminya lirih sambil makan.

"Ya Neng bilang saja, kalau mau bertemu Abah. Sore atau malam, gitu," jawab Eza sambil menikmati makannya.

"Emang ada urusan apa Abah sama juragan itu? Abah gak berhutang, kan sama mereka!" Bu Marni bertanya penasaran akan keperluan mereka.

"Umi... apa Umi lupa. Kalau kita punyak anak gadis, Abah mah gak punya hutang apa-apa sama dia," jawab abah Bani.

Ucapan bah Bani membuat istri dan anak nya serentak menoleh. Eza mengerutkan keningnya, baru nyadar bahwa kedatangan mereka itu untuk melamarnya. Kemudian Eza menunduk seolah melihat makanan yang di tangannya. Entah apa yang kini ia rasakan. Sebuah rasa yang tak menentu.

Selesai makan, mereka melanjutkan aktivitasnya di kebun. Untuk menanam sayuran. Namun Eza membantu orang tuanya hanya sampai dzuhur saja, dia pulang untuk mengurus pekerjaan di rumah.

"Umi. Eza pulang dulu ya? mau nyetrika!" sambil berdiri merapikan kerudung nya.

"Iya. Neng pulang saja sudah siang. Adikmu sebentar lagi pasti pulang sekolah," sahut Bu Marni.

"Ya udah. Neng pulang dulu," mencium tangan sang ibu setelah sebelumnya mencuci tangan dengan bersih.

"Abah... Neng pulang dulu ya, Assalamu'alaikum... " lalu Eza pergi menjauh dari dari tempat tersebut.

"Wa'alaikum salam. Neng" suara bah Bani dan istri serempak.

"Semoga anak gadis kita mendapat jodoh yang sholeh ya Mi? Yang dapat menyayangi dia seperti kita menyayanginya," ucap bah Bani lirih.

"Iya Bah, itu juga yang Umi harapkan Umi doakan setiap waktu. Siapa orang tua yang tidak ingin anaknya mendapat yang terbaik atuh Bah. Pasti menginginkan yang terbaik, ya Bah?"

"Iya atuh Mi!" sahut bah Bani lagi dengan cepat.

"Abah, memang nya sudah yakin akan menerima juragan Anwar?" menatap suaminya lekat.

"Bukan juragan Anwar nya Mi ... tapi putranya yang bernama Dirwan."

"Oh, putranya. Semoga aja dia anak baik ya Bah?" suara umi Marni dengan lirihnya.

"Iya atuh. Abah juga gak akan gampang begitu saja memilihkan calon buat anak kita. Setau Abah anak nya baik, saleh lah," sahut bah Bani.

Kemudian mereka bersih-bersih dan mengambil air wudhu! untuk menunaikan sholat dzuhur di saung.

Eza sampai rumah. Langsung bersih-bersih kemudian menunaikan sholat dzuhur, lanjut mengambil pakaian yang sudah pada kering. Adik bungsunya yang bernama Zikri baru pulang sekolah ketika Eza sedang menyetrika.

"Baru pulang Dek?" tanya Eza memandangi Zikri yang tengah membuka kaos kakinya.

"Iya teh, Umi belum pulang ya?" Zikri balik nanya. Zikri yang kini duduk di kelas satu SMA sanawiyah yang berada di daerah sana.

"Belum! makan dulu sana. Nanti sakit loh," Eza menunjuk ke belakang.

"Nanti teh, mau ganti pakaian dulu." Zikri pergi membawa tasnya ke kamar.

"Iya lah, jangan lupa sholat Zik," sambung Eza saraya mengayunkan setrikaan di tangan dan menggosokannya.

"Oy teh lupa, tadi ada salam dari pak guru Dayat, nanyain teteh," suara Zikri yang seketika langkahnya kembali menghampiri.

Eza menoleh sekilas. "Wa'alaikum salam!" guru Dayat adalah seorang duda yang pernah juga mengajari Eza ketika sekolah dulu.

"Gitu aja teh?" Zikri mengernyitkan dahinya.

"Emang harus gimana lagi Zik? ya. Itu saja cuman titip salam kan," dia manaikan kedua bahunya.

"Ya ... kali aja apa gitu. Beliau baik loh," sambung Zikri lagi, di dalam pandangan dirinya pak Dayat sosok seorang guru yang baik dan bersahaja.

Neng Eza menggeleng. "Emang baik, teteh, kan lebih dulu mengenal beliau ketimbang Zikri."

"Dia duda Teh," jelas Zikri lagi.

"Aduh Zikri ... emang kenapa kalau dia duda? Zikri mau comlangin teteh sama dia gitu, iih ... yang lebih muda juga masih banyak! yang perjaka juga gak kurang tuh," ucap Eza dengan nada sedikit kesal.

"Waduh ... si teteh, gitu amat bicaranya, tapi ... kalau teteh mau bisa-bisa saja Zikri codohkan, hehehe." Zikri segera meninggalkan kaka nya sebelum Eza melemparnya dengan gantungan yang sudah mengayun di tangan Eza.

"Dasar, tau apa soal jodoh? nih anak ada-ada saja." Eza menggeleng dan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Dikala senja memerah, orang tua Eza sudah duduk santai di teras depan rumah. Keluarga yang penuh kasih sayang itu sedang menikmati suasana sore yang indah. Rumah nya yang jauh dari tetangga hanya di kelilingi pesawahan milik orang. Karena perkebunan milik bah Bani sendiri berada agak jauh dari rumah.

Dari jauh terlihat rombongan orang yang datang, Sepertinya menuju rumah bah Bani sekeluarga.

"Siapa itu Bah? rombongan gitu, membawa hantaran segala." suara umi Marni. Memandangi rombongan tersebut, kebetulan rumah mereka tidak dapat dimasuki mobil. Yang bisa masuk ke halaman hanyalah roda dua saja. Jadi kalau mobil di parkirnya di depan, pinggir jalan sekitar sepuluh meter dari halaman rumah.

Bah Bani menoleh. "Wah ... itu mah juragan Anwar Mi! Ternyata mereka datang lagi, sesuai janjinya," bah Bani tersenyum bahagia.

Eza pun ikut menoleh, hatinya merasa tegang. Jantungpun mendadak berdebar tak karuan. Sudah pasti Abahnya akan menerima lamaran itu. Jika benar mereka mau melamar, hati Eza seketika mencelos.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status