"Jangan menolak, aku, Maya, atur nafas kamu dan nikmati saja," hembusan nafas hangat dari bibir Reno di leher Maya membuatnya mengelenjir tidak jelas. Tubuhnya meremang dan tak mampu menolak permintaan Reno.
Tangan lincah Reno dengan cepat sedang menikmati permainan meremasnya. Reno tersenyum saat dia berhasil melihat wajah polos Maya yang kini memerah menahan gejolak ingin meminta terus diremas olehnya. Reno terus memutar benda kecil dari kedua bongkahan kenyal Maya. "Mas, ahh shh umm shh ahh. Aku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku berjanji akan membayar semua hutangku padamu, tapi tolong jangan lakukan ini, Mas" kesadaran Maya dengan desahan membuat Maya sepenuh sadar. Tiba-tiba wajah ibunya yang terbaring di rumah sakit membuatnya kembali waras. Maya menghentikannya, tangan Maya mencengkram kedua tangan Reno. Reno menghentikan gerakan memutar dan meremasnya. Melihat wajah Maya sedih seolah hatinya tersentuh. "Sampai kapan Maya? Memangnya kamu mau seumur hidupmu melayani aku? Uang yang kuberikan tadi sebagai jaminan tidak kecil, kamu juga tahu itu kan? Aku hanya memintamu sedikit berkorban, memang apa ruginya? Bukankah ini pengorbanan kecil demi kesembuhan ibumu. Bukankah kamu ingin, ibumu cepat sembuh?" dengus Reno. Kesal saat Maya menolak dan menghentikan pergerakan. Dibawah sana, milik Reno sudah ga sanggup menahannya. Makin mengeras dan menegang saat dia meremas dua bongkahan kenyal milik Maya. Yang mengeras sudah meminta dikeluarkan dan dimanjakan oleh lipatan kenikmatan yang membuat Reno makin penasaran dengan milik Maya yang disembunyikan dibalik gaunnya itu. Maya terdiam. Tidak berani lagi melawan perkataan Reno, perlawanannya perlahan melemah. Dia tak lagi mencengkam kedua tangan Reno. Dia melepaskannya dengan pasrah. Apa yag dikatakan Reno benar adanya. Dia memang secara tidak langsung sudah menjual dirinya untuk pengobatan sang ibu. "Katakan padaku, kau masih perawan?" pertanyaan itu sekarang dijawab dengan anggukan lemah oleh Maya. "Kau memiliki kekasih?" Maya mengangguk pelan lagi. Dia memang memiliki seseorang yang sangat dicintainya. "Apa saja yang sudah kalian lakukan? Apa kau sudah melakukan sejauh ini?" Reno sedikit kecut saat mengetahui Maya sudah mempunyai kekasih. Padahal sebelumnya, mau wanita secantik dan seseksi apapun, asalkan urusan ranjang dengannya terpenuhi, hal itu bukan masalah buatnya. Reno penasaran meremas kedua bongkahan kenyal milik Maya, tapi Maya menggeleng. Saat mendapatkan jawaban Maya, Reno tersenyum. Lalu kembali Reno menyambar bibir Maya, tetap sama saat Reno meminta jawaban, Maya tetap menggeleng. Cih, apa saja yang dilakukan kekasihnya? Mereka berdua bodoh atau si Maya ini yang menolak melakukan itu. Mereka belum melakukan apapun atau kekasihnya tidak normal. Daging begitu kenyal dan nikmat seperti ini dibiarkan begitu saja. Tapi, setidaknya aku benar benar tidak rugi banyak. Dia masih perawan dalam hal apapun. "Jadi, aku yang pertama melakukan ini?" Maya tertunduk malu mengakuinya. Sekilas tanpa diketahui Maya, Reno tersenyum kembali. Entah apa yang membuatnya tersenyum melihat wajah Maya. Tapi, ada perasaan bahagia saat dia tahu, dialah orang pertama yang melakukannya. Ceklek! Reno terkejut saat pintu mobilnya dibuka, "Untung saja mobil lo belum jalan. Gue malas nyetir," ucap Rama menerobos masuk dan tanpa sengaja melihat bagian atas Maya yang sudah dibuat toples oleh kakaknya. Maya melompat memeluk Reno dengan erat, “Cih, kalau masuk bilang bilang, bikin dia terkejut saja!” celetuk Reno, dengan cepat dia menarik resleting Maya, menutup dan membenarkan apa yang sudah dibukanya tadi. “Heheheh, maaf gue ga sengaja. Biasanya juga tidak apa-apa. Lagian kita kan biasanya menikamtinya bergantian,” ceplos Rama, dia melirik wajah Maya yang masih merah seperti udang rebus. Malu. Sedangkan Reno melingkarkan tangannya dipinggang Maya. “Kali ini tidak, yang ini tidak bisa lo ikut campur. Dia hanya boleh buat gue, lo mengerti, Rama?” Reno secara langsung memberi peringatan untuk adiknya. Reno tahu, apa yang dia pakai atau gunakan, jika kakaknya bosan atau tidak suka lagi, Rama boleh memilikinya juga sampai bosan. “Kenapa? Bukannya dia sama saja?” Rama heran karena Reno tak pernah bersikap seprotek ini pada wanita manapun. Baginya, wanita itu, yang dibawa dan diperkenalkannya sebagai istri adalah yang pertama diperlakukan berbeda olehnya. “Tidak yang ini berbeda. Jangan sentuh, dia hanya milik gue. Gue juga harap lo sudah mulai mencari seseorang juga!” Reno menambah erat pelukannya dan mencium pipi Maya. Dia benar benar ga mau berbagi wanitanya yang ini. Reno mau menikmatinya sendiri sampai dia bosan dan kalau sudah bosan entah apa yang akan dia lakukan terhadap Maya. “Oke. Heheheh, rupanya kakak ipar gue ini memiliki pesona yang berbeda sampai bikin lo sebegitunya,” Rama memberikan tatapan yang hanya dimengerti oleh mereka. “Iya, dia beda. Sangat berbeda dan spesial!” celetuk Reno tidak memperdulikan lagi Rama, kini menarik Maya dalam pengkuannya. Maya ingin menolak, tapi tidak berani. Diam dan pasrah yang dapat dia lakukan, tapi tatapan Rama membuat Maya bergidik ngeri. Maya? Hemm. Sepertinya dagingnya lebih nikmat dari bayanganku. Aku nggak sabar buat mencicipinya juga. Tenanglah, tunggu sebentar lagi kakak ipar, aku pasti kan kau juga bisa merasakan kenikmatan dariku sampai kau tidak bisa membedakannya lagi. Mobil Reno berhenti disebuah rumah dengan pekarangan yang cukup besar. Rama turun lebih dulu membuka pintu dan diikuti Maya yang didorong keluar untuk mengikuti adiknya. “Mas, aku mau pulang bisa kan? Acaranya juga sudah selesai, tolong kembalikan tas dan ponselku. Aku mau menelpon Bram kekasihku,” Maya mendekatkantubuhnya. Yang terlihat Rama adalah wanita itu sedang merayu dan mengoda kakaknya. Cih, apanya yang berbeda. Dia atau wanita manapun tetap sama. Hanya butuh uang dan jabatan dari kami keluarga Baskoro. “Aku tidak akan mengizinkanmu pulang sebelum aku mendapatkan jatah malam pertamaku. Kau mengerti kan? Yang tadi tidak termasuk hitungan. Aku hanya baru meremasnya sebentar dan,” Reno melihat mata Maya terlihat gelisah. Dia tidak menginginkannya ikut masuk bersama dua saudara yang menurut Maya siap menerkam kapan saja. “Ti-tidak, aku tidak mau!” Maya spontan berteriak saat Reno menarik tangannya. Rama menoleh sesaat dan melihat Maya menahan keras tubuhnya saat kakaknya menarik paksa. “Maya aku hitung sampai tiga, kalau kau tetap menolak jangan salah kan aku memaksamu dengan caraku,” Reno mulai memberikan ancaman dan tekanannya. Maya tetap menggeleng kuat. Menolaknya untuk ikut. “Satu dua tiga,” kini Reno yang menarik keras tangan Maya hingga tubuh mungilnya menghantam tubuhnya. Reno mengangkat Maya di pundaknya. Meski Maya berteriak keras pun tidak di dengarkan oleh Reno. “Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau masuk. Aku mau pulang, tolong aku!” teriak Maya semakin menjadi dengan ronta di tubuhnya. Sepatu yang dia pakai pun sudah berceceran di lantai. Hahahah, rupanya kakak iparku ini memang lebih menarik. Pantas saja aku merasa ada yang berbeda tadi, ternyata dia tidak seperti wanita lainnya yang gampang kami taklukan dengan uang. Aku salah menilainya tadi, dia memang benar benar berbeda. Oh, Maya, kakak iparku, bersiaplah aku akan segera mengejarmu. Aku ingin tahu sekuat apa nanti kau menolak pesonaku. Rama dengan senyuman smirk saat melihat Reno si kakak sedikit kewalahan dengan sikap Maya. Maya berontak seperti gorilla yang sedang mengamuk. Memukul dan menjambak rambut Reno yang sedang membawanya masuk ke kamar pengantin.Reno berjalan menyusuri tempat dimana dia mengurung Nadia. Dia akan mengecek bagaimana kondisi Nadia saat ini. Meski hatinya sedih pada akhirnya dia harus mencoba merelakan wanita yang sangat dicintainya. Reno benar-benar tidak ingin membuat Maya dalam kondisi bingung seperti kemarin. Ia ingin mencoba berjuang keluar dari lingkaran yang sudah direncanakan secara sengaja olehnya. "Yah, setidaknya, ini hutang gue sama lo, Rama. Gue akan mengalah dan gue akan belajar mencoba menerima Nadia. Meski sulit, gue akan tetap mencobanya, Rama. Gue ingin, kita sama-sama mendapatkan pasangan yang lebih baik," gumam Reno sendiri sebelum dia benar-benar memasuki lorong dengan suasana remang dan tangga baru yang menuju sel dimana Nadia di kurung. Perlahan Reno menuruni tangga berbatu itu. Tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan emosi saat akan bertemu dengan Nadia. Sekarang Reno sedikit tenang dengan hatinya yang mantap untuk berbicara dengan Nadia. Reno membuka selnya. Aroma menyengat dan tak
"Baik, Tuan. Saya akan menjalankan semua yang Anda katakan," jawab Markus yang akan pergi."Urus perceraian saja dulu. Aku akan melihatnya kesana," ucap Reno.Reno sudah memutuskan untuk memberikan Nadia kesempatan dan dia akan melihat kondisinya sekarang. Kemudian Reno melangkah pergi dan saat itu berpapasan dengan Maya dan Rama.Reno melihat wanita yang dicintainya itu keluar dengan kemeja milik Rama."Mau kemana?" Rama bertanya saat melihat wajah kakaknya gusar."Gue mau ke danau belakangan," jawab Reno seolah memberikan kode pada adiknya."Jangan bilang lo …"Rama tidak melanjutkan kata-katanya yang menggantung. Cukup menatap wajah kakaknya saja."Hah, lo benar-benar sudah nggak waras!" sedikit komentar kecut penuh penekanan keluar dari mulut Rama."Gue cuma kasih dia sedikit pelajaran karena dia sudah mengganggu dan menyakiti Maya," balas Reno lagi dan mengalihkan wajahnya pada Maya.Maya menoleh saat namanya disebut lalu dia mencoba mencerna apa yang sedang dua lelaki itu bicara
"Kalo gitu, gue bawa Maya. Gue anggap, mulai hari ini, lo setuju dengan omongan gue. Dan mulai hari ini dia akan tidur di kamar gue. Jadi, lo nggak usah cemburu lagi."Perkataan Rama tegas, ia menarik tangan gadis itu."Oya, jangan lupa bilang Markus untuk urus surat perceraiannya. Setelah itu, gue mau nikah sama dia," Rama berkata penuh percaya diri meraih pinggang Maya untuk ikut bersamanya. "Ra–ma tunggu, ini serius?"Maya menghentikan langkah kaki Rama saat dia akan membawanya masuk ke kamar. "Serius sayang, memangnya aku main main sama kamu. Aku kan sudah bilang, aku serius melakukannya. Aku sudah ada disini dan akan menjagamu. Aku akan menepati janjiku. Aku nggak akan meninggalkan kamu lagi," jelas Rama. "Tapi, aku nggak mau disini. Ini dimana sih? Aku boleh pulang ke rumahku saja nggak?"Maya mencoba bernegosiasi, kalau memang Rama bisa melepaskan dirinya, dia akan benar-benar pergi. "Kamu kan tahu, aku nggak suka liat kamu tinggal di tempat seperti itu. Itu tempat jelek d
Maya dengan kuat menggigit bibir Reno dan tanpa sadar mendorong tubuhnya hingga dia tersungkur di samping ranjang."Ahh shh lebih cepat, aku mau sampai."Mungkin itu terdengar menyakitkan di hati Reno. Dia benar-benar melihat penolakan dari mata istrinya."Jangan sentuh aku, Mas Reno. Aku mohon. Kalau kau berani menyentuhku lagi, aku akan bunuh diri," ancam Maya.Sedetik kemudian kepala Maya ke belakang, tangannya meremas sprei saat Rama menghujamnya dengan kencang."Ughh ah!" lolongan panjang dari Rama dan Maya menandakan keduanya sudah sampai pada tahap pelepasan.Maya mengatur napasnya yang memburu, Rama dengan cepat menarik benda beruratnya dan menunjukkan di depan kakaknya."Dia, bukan Nadia, Ren. Dia, nggak akan pernah menerima diperlakukan kayak begitu. Lo salah kalau menilai wanita gue seperti itu," dengus Rama, dia memakai celananya dulu. Berjalan ke lemari dan mengambilkan baju untuk Maya."Pakai ini, Sayang. Kita hanya beristirahat sebentar," ucap Rama. Maya menurutinya dan
"Tolong jawab aku, sayang, apa kau baik-baik saja?" Kini tanpa ragu, tangan Rama menyentuh pipinya. Rama sedikit gusar karena Maya belum memberikan respon apapun.Jelas mereka berdua tahu kalau gadis itu sedang kebingungan. Tapi, mereka pun penasaran dengan sikap apa yang akan dipilih oleh gadis itu.Gadis dimana dia berstatus istri dari kakaknya dan dia tanpa sadar sudah memberikan hati untuk menjadi kekasih dari adik iparnya."A-aku, baik-baik saja, hanya masih sedikit pusing," jawaban itu mau tak mau keluar dari mulut Maya."Pusing? Di sebelah mananya, sayang? Katakan. Aku akan memijat kepalamu!"Sebelum Reno kalah start dari adiknya, dia sudah mencuri start lebih dulu mendekati Maya."Ti-tidak, aku tidak apa-apa, Mas Reno," jelas Reno mendengar kalau gadis itu menyebutkan namanya.Sesaat Reno tertegun dan kembali menarik tubuhnya. Bagaimanapun sekarang, dia tak boleh membuat bingung atau menekan perasaan gadis itu. Sepertinya yang James katakan, kondisi pemulihannya beresiko."Kau
"Kenapa? Kenapa lo diam? Apa yang gue bilang benar kan? Jadi, lo nggak usah sok perhatian dan bilang lo cinta sama dia deh. Lo tuh cuma manfaatin dia demi kepentingan lo.""Gue, nggak apa-apa. Apa yang lo inginkan bisa lo dapetin. Sebab dari dulu gue nggak minat dengan semua ini. Gue ingin bebas tanpa harus menyandang nama keluarga.""Dan, itu lo bisa ambil semua. Kita barter saja. Lo dapatkan semua, dan gue dapat apa yang gue mau. Gue cuma mau dia dan gue mau bawa dia pergi jauh dari sisi lo!"Terdengar dengan jelas dan tegas permintaan yang keluar dari mulut Rama. Itu bukan main-main. Rama tidak pernah seserius ini terhadap seorang wanita.Reno memang tahu, sejak dulu adiknya lebih senang membangun apapun tanpa nama besar keluarga. Bukan Reno tak sanggup melakukan itu, tapi dia pun sudah banyak ambil andil dalam kontribusi membuat nama perusahaan Baskoro semakin melambung."Nggak. Lo tau itu nggak mungkin. Gue nggak akan pernah melakukan itu. Dia, sudah gue pilih jadi istri gue, sel