Share

BAB 2| Haruskah Aku membahasnya?

Rasanya duniaku selalu saja dilanda kesialan. Seperti tak bisa menghirup ketenangan saja, selalu saja kesialan datang menghampiriku tanpa ada undangan sebelumnya, tanpa ada peringatan terlebih dahulu.

Aku menatap pria dewasa yang ada di depanku dengan sendu. Pria ini adalah salah satu dosenku, umurnya sudah menginjak kepala tiga dan sudah memiliki seorang putra tampan dan pintar. Aku pernah bertemu dengan anak kecil itu dan rasanya sangat menyenangkan.

Jemari kekar itu melingkari pinggangku yang ramping di tengah koridor yang sepi, aku mendongak dan memandangi dosenku dengan wajah yang memelas. Aku berkata dengan pelan, “Pak, tolong lepas … saya adalah murid bapak ….”

Namun, pria dewasa ini tak memberikan respon apapun, justru lebih mendekatiku dan mengelus wajahku dengan tak tahu malu. “Saya tahu, Alice tapi kamu terlalu cantik untuk dilepaskan begitu saja. Andai saya belum menikah, saya akan memperistri kamu, sayang.”

Aku memejamkan mata merasa muak, tak tersanjung sedikit pun mendengarkan respon dari Dosen ini. Hatiku sangat menyesal karena berani berjalan di tengah suasana kampus yang sudah sepi. Dan sialnya, aku harus bertemu dengan Dosen Tua ini yang menjadi kekasih gelapku.

“Pak, tolong … saya harus pulang sekarang.” Ucapku kembali dengan nada ketakutan.

Dean menatapku dengan mata mesumnya, ia berucap dengan santai dan menampilkan seringaian mesum di bibirnya, “Ke Hotel dulu ya, Alice. Kamu tahu ‘kan saya sudah bosan jika berhubungan badan dengan istri saya, rasanya tak senikmat dulu setelah bertemu dengan kamu, Alice. Saya suka badan kamu, sayang.”

 “Pak, saya mohon … tolong lepaskan saya kali ini. Saya harus pulang, Pak Dean ….” Ucapku kembali. Aku menatap ujung sepatuku, rasanya tak mungkin jika aku dilepaskan oleh Dean. Aku pasti akan berakhir di Hotel dan disetubuhi dengan kasar bak hewan liar. Lalu paginya, saldo rekeningku akan terisi penuh.

“Ck, kenapa kamu nolak, Alice? Uang kamu pasti sudah habis, ‘kan, sayang? Saya sudah ngasih kamu rumah buat kamu tinggali jadi tidak usah tinggal di kosan murah itu lagi. Kamu dengar itu, Alice?” aku hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Pak Dean, saya nggak bisa hidup kayak gini lagi. Saya akan kembalikan semua uang bapak, tapi tolong lepaskan saya, Pak Dean. Saya capek ….”

Dean buru-buru memeriksa tubuhku, namun aku menepisnya dengan kasar. Aku berkata pelan, “Lepasin saya, Pak Dean ….”

Beliau menggelengkan kepalanya dan berkata pelan, “Kenapa kamu capek, Alice? Ayo istirahat, saya tidak akan melakukannya jika kamu capek, tapi, tolong jangan pergi, Alice. Saya sayang kamu …”

Aku tertawa sinis memandang wajahnya, “Saya capek selalu berhubungan dengan bapak. Dan saya nyesal harus terikat dengan Anda, Pak Dean.”

Aku kembali berkata, “Ayo akhiri semuanya, Pak Dean. Saya lelah ….”

Tatapan Dean berubah tajam, beliau melepaskan cekalan dari tubuhku dan meninggalkanku begitu saja. Tanpa kata, tanpa usapan-usapan lembut di kepalaku seperti sebelum-sebelumnya.

Aku memandangi tubuh Dean yang kian menjauh dan menghilang dari pandanganku. Aku menunduk, jemari tanganku meremas ujung kemeja yang kukenakan. Air mataku mengalir begitu saja, pelan-pelan aku melangkahkan kakiku dan pergi menuju tempat tinggalku.

Di sana, aku memeluk tubuhku sendiri. Rasa kehilangan tetap ada di dalam hatiku begitu Dean benar-benar meninggalkanku. Aku masih menangisi beliau, kenangan yang aku dan Dean ciptakan tidak sedikit. Kami sering bersama dan menghabiskan waktu berdua di Ranjang. Menghangatkan tubuh satu sama lain.

Awalnya aku memang dipaksa oleh Dean saat kali pertama aku masuk di kelas yang beliau ajar atau sebagai dosen pembimbing di Organisasi yang kuikuti. Namun, rayuan manis dan sentuhan lembut yang beliau berikan padaku membuatku terbuai dan akhirnya menikmati setiap sentuhannya.

Aku tahu jika Dean sudah memiliki istri yang cantik dan seorang putra yang tampan. Tak jarang, putra Dean yang bernama Kenzo pun ikut bersama saat kami kencan di Pantai.

Awalnya aku menyukai kebersamaan itu, namun tidak lagi saat Alma—istri dari Dean—menemuiku dan mengancam akan menyebarkan identitasku ke publik jika tak mengakhiri hubunganku dengan Dean.

Aku tak akan mengacaukan masa depanku demi Dean saja, namun di hatiku yang paling dalam perasaan bersalah hadir. Saat pertemuanku dengan istri Dean, Alma memang terlihat sedikit ketus padaku, namun matanya tak bisa berbohong jika wanita itu sedang terluka.

Aku seorang wanita, mengapa aku tak bisa memahami perasaan sesama wanita? Aku bahkan menikmati setiap sentuhan dari Dean padahal aku tahu jika pria yang itu sudah memiliki keluarga. Aku sesungguhnya … adalah pelacur yang sebenarnya.

Di sisi lain … bagaimana denganku. Maksudku, bagamana dengan janin yang sedang kukandung? Haruskah aku membahasnya bersama Dean?

Sepertinya hukum alam tengah bekerja untuk menghukum para penjahat. Dan kali ini, giliranku telah tiba.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status