Share

BAB 3| Pertemuan Pertama dengan Pangeran Fakultas

Aku membuka pintu Supermarket yang jaraknya tak jauh dari tempat tinggalku. Perutku berbunyi keroncongan pagi ini, aku akan membeli beberapa makanan ringan yang bisa mengganjal isi perutku agar bisa beraktivitas dengan baik.

Setelah selesai memilah makanan ringan, segera aku berjalan menuju kasir untuk menyelesaikan proses transaksi. Aku merogoh tas yang kubawa untuk mencari dompetku, setelah menemukan aku menyerahkan kartu untuk membayar belanjaanku.

“Mohon maaf, kak kartunya tidak bisa dipakai.” Ucap seorang kasir yang melayaniku.

Aku tersenyum malu dan kembali menyerahkan kartu yang lain, namun lagi-lagi kasir kembali berbicara, “Sepertinya kartu ini juga tidak bisa dipakai, Kak.”

Jantungku mulai berdebar, aku menyerahkan kartu yang lain lagi dan jawabannya tetap sama, tidak bisa. Aku menatap belanjaanku dan memegangi perutku yang keroncongan, “Maaf, kak saya cancel, ya. Nggak ada uang tunai, hehe,”

Kasir itu pun hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Sedangkan aku hanya tertunduk malu, aku memandangi ketiga kartu yang diberikan oleh Dean. Sepertinya, Dean mengabulkan keinginanku tadi malam dan memblokir semua fasilitas yang pernah pria itu berikan padaku.

Ah, sial, aku tak memiliki uang sepeser pun. Bagaimana aku hidup ke depannya, aku tak bisa mencari pekerjaan disaat sibuknya segala aktivitas akademis maupun non akademis.

Aku mendengus malas, perutku masih terasa lapar dan tak akan kenyang jika tak diisi. Dan tiba-tiba saja, keningku terkena lemparan kemasan kaleng kosong.

Aku menunduk dan memungut sampah kaleng minuman itu tepat di samping sepatuku. Aku menatap sekeliling untuk mencari siapa pelaku yang telah membuat keningku memerah. Namun, mataku tak menangkap adanya tanda-tanda pelaku di sekitar sini. Aku pun melemparkan kaleng kosong itu dengan kasar dan berjalan dengan cepat sambil menghentak-hentakkan kakiku.

“Tunggu, gadis yang pakai gaun motif bunga-bunga.” Aku menoleh saat seseorang memanggilku dengan menyebutkan ciri-ciri gaun yang sedang kupakai saat ini.

Aku berdiri dan menunggu seorang pemuda yang berjalan menghampiriku. Setelah tiba tepat di hadapanku, langsung saja ia berkata dengan nafas yang tak beraturan. “Sebelumnya aku minta maaf karena udah buang sampah sembarang dan kena kepala kamu. Ini kesalahan aku dan maaf untuk itu.”

Aku memutar bola mataku malas mendengar ucapan dari pemuda ini, “Lain kali buang sampah pada tempatnya. Nggak sopan lempar-lempar sampah, apalagi kaleng. Kalo kena jidat orang rasanya sakit. Ngerti?”

Ia terlihat membasahi bibirnya dan kembali menjawab pelan, “Iya, aku minta maaf. Jidat kamu merah ya kena lemparan kaleng tadi?”

Aku mengangguk sambil menunjukkan keningku yang terasa nyeri akibat terkena lemparan kaleng. Pemuda asing ini mendekati bibirnya ke keningku dan mengecupnya dengan tak tahu malu.

Aku memukul lengannya dengan kasar dan langsung berkata dengan nada tak suka, “Nggak sopan banget jadi orang! Pergi sana, belajar tata krama dulu dong!”

Aku menjauhi pemuda asing ini dan berlari dengan cepat sambil mengusap-usap keningku bekas kecupan pemuda tadi. Hatiku terasa sangat dongkol karena selalu saja mendapatkan perlakuan seperti itu.

Pelataran kampus sudah terlihat, aku menambah kecepatan lariku namun pemuda tadi melingkarkan lengannya di bahuku. Aku ingin melepaskannya, namun ia tersenyum tipis ke arahku.

Salah satu temanku yang bernama Diva memanggilku dengan suara khasnya, “Alice, kamu pacaran ya sama si Pangeran Naka?”

Aku menatap Diva tak paham. “Ngomong apa sih, Diva?”

Diva mendekatiku dan menampilkan senyum menggoda ke arahku, “Naka, Alice pura-pura nggak paham ya, hehe.”

Mataku membulat, aku menoleh dengan cepat dan menatap pemuda yang masih merangkulku. Aku melepaskan rangkulan itu dengan paksa dan meninggalkan Diva yang masih menggodaku dan pemuda tadi yang baru kuketahui bernama Naka.

Wajahku memanas saat Naka memanggil namaku membuat pusat perhatian tersorot ke arahku. Aku menyembunyikan wajah merahku akibat godaan yang dilemparkan oleh temanku. Diva benar-benar membuatku malu dan tak bisa berkutik.

“Teman-teman, ada pasangan baru nih, Alice sama Naka udah pacaran, Hehe.”

Ucapan Diva dengan suara yang cukup lantang membuat perhatian orang-orang lebih menyorot ke arahku dan Naka yang sudah berada di sampingku, entah sejak kapan. Aku berucap pelan, “Diva, aku nggak ada apa-apa sama Naka. Jangan malu-maluin deh!”

Setelah mengatakan itu, aku berlari karena sudah tak sanggup memandang wajah menggoda dari Diva. Benar-benar menyebalkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status