Share

1. Keributan di Tengah Malam

Terdengar suara musik yang disetel begitu keras. Volume yang mengganggu pada jam tidur. Beberapa orang mulai keluar dari pintu apartemennya. 

"Siapa yang memutar musik di jam dua dini hari seperti ini?"

Haidar, ayah Kinanti keluar terlebih dahulu dari kamar apartemennya. Ia masih menggunakan sarung dan kaos oblong. Melemparkan pandangan ke  kamar di depan dan samping miliknya.

"Iya, berisik sekali!" timpal Pak Burhan yang masih mengerjapkan mata di depan kamarnya. 

Tampak Burhan membuka pintu kamarnya. Sepertinya lelaki dengan kumis tebal itu baru saja bangun, matanya terlihat berwarna merah dan berair.

Beberapa penghuni apartemen kemudian berkumpul di lorong, saling pandang lalu menengok ke kiri dan kanan. Mereka merasa terganggu dengan suara musik dengan keras di jam dua malam.

Suara musik itu terdengar sangat jelas dari kamar nomor 5076. Haidar yang emosi segera mengetuk pintunya.

Beberapa kali mengetuk dengan sopan, nyatanya pintu kamar itu tak terbuka. Kini, Ayah Kinanti menggedor pintu lebih keras. Pak Burhan ikut membantu menggedor pintu.

"Hey, buka pintunya?" teriak Ayah Kinanti.

"Heh, apa kau mabuk? Pelankan sedikit suara musikmu itu. Pergilah ke diskotek atau klub malam jika masih ingin berpesta!" tambah Haidar lagi.

"Iya, benar!" sahut beberapa warga yang lain.

"Matikan musiknya!" bentak Pak Burhan dengan suara keras.

"Heh, keluar kau!" ucap warga lain.

Pak Burhan kembali menggedor pintu kamar 5076 beberapa kali dengan lebih keras.

Ceklek.

Pintu tiba-tiba dibuka. Seorang lelaki tanpa pakaian yang menutupi bagian atas tubuhnya menatap para warga bergantian. Tubuhnya terlihat berkeringat. Di bagian lengan dan dada bagian kanannya terdapat motif berwarna hitam. Lelaki bertato yang terlihat sangar dan garang

Tingginya kira-kira sekitar 170 cm. Dada bidang dan berotot. Rambutnya bergelombang agak panjang. Rahangnya tegas, alis tebal, sorot mata tajam. Terkesan menakutkan.

Pak Burhan mundur beberapa langkah dari depan pintu kamar 5076. Sang penghuni lebih sangar dan menakutkan dari bayangannya.

"Apa yang kalian lakukan malam- malam begini di depan kamarku?" sergah lelaki di kamar 5076.

"Dasar kurang ajar, kamu yang menganggu kami. Menyetel musik dengan keras pukul dua pagi seperti ini!" jawab Bu Nelly dari depan pintu kamarnya.

Kamar Bu Nelly sebaris dengan pria di kamar 5076. Hanya berselang satu kamar. Jelas saja dia merasa terganggu dengan suara musik yang begitu keras.

"Matikan musiknya, anak muda!" perintah Haidar.

Lelaki di kamar 5076 keluar dari ambang pintu. Kini ia berada satu langkah di depan kamarnya, menatap tajam pada orang-orang yang protes padanya.

"Apa hak kalian melarangku menyetel musik di dalam kamarku sendiri? Justru aku bisa melaporkan kalian kepada pihak berwajib karena telah berteriak-teriak dan menggedor-gedor pintu kamarku, hal itu bisa kulaporkan dengan tindakan tidak menyenangkan atau pengrusakan!" ucap lelaki di kamar 5076 sambil menyilangkan tangan di dada. Terlihat angkuh dan keras kepala.

Suara lelaki penghuni kamar 5076 terdengar tegas, jawabannya terdengar pintar. Ia berani menjawab dan membalikkan perkataan orang-orang yang protes padanya.

"Dasar tak punya sopan santun!" 

Ayah Kinanti yang marah berlalu, ia merasa percuma protes pada lelaki di kamar 5076. Ia membanting pintu dengan keras dan masuk ke kamar apartemennya.

Bruakgh!

Pak Burhan dan beberapa warga lain yang terganggu dan ikut keluar dari kamar sewa mereka perlahan-lahan membubarkan diri. Masuk ke kamar mereka masing-masing.

Lelaki bertato di kamar 5076 tersenyum menyeringai penuh kemenangan. Sepasang tangan terlihat merengkuh tubuhnya dari belakang.

"Sayang, ayo, kita lanjutkan olahraga malam kita!" bisik seorang perempuan di belakang tubuhnya 

Lelaki bertato menengok ke kiri dan kanan beberapa saat lalu menutup pintu kamarnya.

Setelah pintu ditutup sang lelaki bertato membalikkan badan, gadis cantik dengan rambut kecokelatan yang tergerai itu segera menciumi lelaki bertato dengan penuh gairah. 

Lelaki bertato membalas ciuman demi ciuman dari kekasihnya. Lama mereka saling berpagutan di belakang pintu. Lelaki bertato membopong kekasihnya menuju ranjang. Melewati nakas, tangan kekar si lelaki bertato terulur menekan tombol off pada benda pipih di atas nakas itu. Ia mematikan playlist.

Suara dentuman musik yang keras telah lenyap. Suasana kembali hening. Kini, suara musik itu berganti suara desahan dan lenguhan panjang di kamar 5076. 

Sepasang kekasih sedang menikmati indahnya cinta dalam gairah asmara. 

Tampak dua sosok berbeda jenis sedang menyatukan hasrat di atas ranjang. Lelaki bertato menjelajahi tiap lekuk demi lekuk sang kekasih. Membubuhkan tanda cinta di setiap daerah yang ia singgahi.

*

*

*

"Dasar kurang ajar!"

"Anak muda jaman sekarang, tak punya sopan santun! Sudah berbuat onar malah mengancam," Ayah Kinanti terus mengomel.

Lelaki dengan sarung motif kotak-kotak berwarna merah maroon itu menatap pintu kamar sewanya. Seakan-akan berhadapan langsung dengan lelaki bertato di kamar 5076.

"Ada apa, Yah?" 

Ibu dari Kinanti keluar dari kamar. Melihat suaminya mengomel seorang diri, ia mendekat dan bertanya.

Kinanti menggeliat di atas kasurnya, gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali. Ia melirik benda pipih di dinding. Tak jelas, matanya tak dapat melihat dengan jelas. Ia meraba-raba kepalanya. Merasa yang dicari tak ada Kinanti mencari di atas nakas sebelah ranjangnya. Tangannya meraih sesuatu, sebuah kacamata tebal. Ia langsung memakainya. 

Kinanti kembali menatap jam di dinding. Jarum pendeknya menunjuk angka dua, dan jarum panjangnya di angka enam.

"Astaga, apa yang terjadi sepagi ini?" gumam Kinanti dari atas ranjang. Gadis berumur dua puluh tujuh tahun itu menyibakkan selimut. Hendak turun dari ranjang. Tangannya meraba-raba nakas di samping tempat tidurnya. Mencari kaca mata rabun jauhnya.

"Itu, preman kampung di kamar 5076. Sudah berisik, ditegur malah mengancam kami. Dasar, tak punya sopan santun!" ayah Kinanti terus menggerutu.

Haidar melangkah masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. Ia menghempaskan bokongnya dengan kasar, terlihat sangat kesal.

Tiba-tiba suara hening. Tak terdengar lagi suara musik seperti sebelumnya.

"Akhirnya dia mematikan musiknya, Bu!" pekik Haidar.

"Sudahlah Yah, ayo, kita tidur lagi. Masih terlalu dini untuk melaksanakan salat subuh. Besok Ayah, bekerja. Beristirahatlah!" ajak ibu dari Kinanti.

"Kenapa tidak sedari tadi preman pasar itu mematikan musiknya, aku tak perlu marah-marah dan menggedor pintu kamarnya!" sungut Pak Haidar lagi.

"Ada apa, Yah?" tanya Kinanti yang baru keluar dari kamar tidurnya. Rambutnya yang tergerai dan panjang terlihat acak-acakan.

"Sudah, semua sudah selesai. Ayo, kita tidur lagi!" perintah Haidar pada keluarganya.

Haidar menuntun anak pertamanya masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia sendiri masuk ke kamar tidurnya, diikuti sang istri.

Saat Kinanti telah masuk ke kamarnya Haidar menoleh pada sang istri dan berkata, "Jangan sampai Kinanti mendapatkan suami seperti lelaki preman di kamar 5076."

Ibu Kinanti mengernyitkan alisnya menatap sang suami, "Apa sebegitu buruknya lelaki di kamar 5076 itu, Yah?"

"Sangat buruk. Aku tak mau punya menantu sepertinya!"

"Sudahlah, jangan berkata yang tidak-tidak. Besok pagi kita harus bersiap. Keluarga Imran akan datang untuk melihat Kinanti semoga perjodohan ini akan lancar!" ucap Ibu dari Kinanti 

Ayah dan Ibu dari Kinanti kembali berbaring di ranjang. Mencoba memejamkan mata, kembali tidur.

"Tuhan, lancarkanlah pertemuan besok. Buat lelaki itu menyukaiku. Tolonglah Tuhan ...," pinta Kinanti.

Kinanti yang terbaring di ranjang terlihat memejamkan mata, mengangkat kedua tangannya. Berdoa pada Tuhan.  Selesai berdoa Kinanti kembali melepas kacamata minus, menaruhnya di atas nakas kembali.

***

To be Continued ….

Komen (1)
goodnovel comment avatar
MetroWoman
Ahah... Jangan2 penghuni 5076 pula nanti yang jadi menantu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status