Share

Bab 2

Penulis: Juliet
Aku menatap mata Anto yang teguh. Dengan lembut, kuusap kepalanya dan berbisik,

“Baiklah.”

Kemudian, aku mengangkat pandangan ke arah kamar Irfan. Dalam hati, aku berkata.

‘Irfan, anakmu memberimu tiga kesempatan terakhir.’

‘Jika kau menyia-nyiakannya, aku dan anakmu akan benar-benar pergi dari hidupmu.’

‘Kita tak akan bertemu lagi.’

Keesokan paginya, Irfan tidak makan sarapan dan pergi terburu-buru. Aku tahu dia pasti pergi menemui cinta pertamanya, Citra Kusuma.

Mereka adalah teman masa kecil. Seharusnya menjadi pasangan sempurna.

Tapi beberapa tahun lalu, karena pergolakan, Irfan terpaksa pindah ke desa. Sementara Citra menikah dengan orang lain di luar kota.

Sejak itu, hubungan mereka putus total.

Saat tiba di Desa Pawani, Irfan bahkan butuh waktu beberapa bulan untuk bangkit lagi.

Setelah pindah ke desa, dia tinggal di rumah kami. Dan suatu malam, dalam keadaan mabuk, dia meniduriku. Lalu, dia terpaksa menikah denganku.

Hanya dari satu malam itu, lahirlah Anto.

Saat Anto berusia dua tahun, Irfan kembali ke Jenang dan membawaku bersamanya.

Di saat aku merasa senang karena aku berpikir dia mulai menyukaiku, dengan wajah dinginnya, dia memperingatkanku untuk tidak mengumumkan statusku sebagai istrinya.

Aku hanya dianggap sebagai pengasuh rumah tangganya.

Sejak itu, aku menjadi istri yang tidak boleh diakui. Anak kami pun juga bernasib sama.

Biasanya, jika di jalan umum, kalau bertemu pun, kami harus menghindarnya.

Menjelang jam pulang kerja, aku pergi ke kantor kepala pabrik tekstil untuk mengajukan pengunduran diri. Dia pun menatapku heran.

“Susi, meskipun kamu hanya pekerja sementara, tapi kami memberikanmu tunjangan yang cukup bagus. Kenapa tiba-tiba ingin mengundurkan diri?”

Aku tersenyum dan menjawab, “Suamiku tinggal di desa. Akan lebih baik jika saya kembali ke sana.”

“Jadi kamu bukan ibu tunggal?”

“Saya selalu melihat kamu sendiri. Kukira suamimu sudah meninggal!”

Aku melihat ekspresinya yang terkejut, dan rasa pahit menyebar di hati.

Dalam sisi tertentu, dia memang sudah "meninggal" bagiku.

Kepala pabrik hanya mengangguk pelan, “Benar juga yang kamu katakan. Jika suami di desa, lebih baik kalau kamu kembali. Aku akan daftarkan pengunduran dirimu.”

Setelah menyelesaikan semua proses, aku pergi menjemput Anto di Taman Kanak-kanak Binrah. Tapi di tengah jalan, aku melihat Irfan sedang bersama Citra.

Ekspresi dan tatapan Irfan begitu lembut.

Aku belum pernah melihat dia dengan wajah begitu lemah lembut.

Aku tertegun melihat mereka berdua, lalu menunduk melihat pakaian kerjaku yang kotor.

Rasa rendah diri menyelimuti hatiku.

Seorang rekan kerja yang juga sedang menjemput anaknya ikut melihat mereka, dan berkata.

“Pak Irfan sudah sendirian bertahun-tahun, akhirnya dia akan menikah.”

“Aku iri sekali kepada wanita itu!”

“Iri? Untuk apa? Kita ini bukan dari dunia yang sama dengan Pak Irfan. Hanya Nona Citra yang pantas berdiri di sisinya.”

Aku menekuk bibirku dengan rasa pahit.

Aku memang bukan dari dunianya.

Aku menggunakan waktu delapan tahun pun tak cukup untuk masuk ke dalam dunianya.

Kami semakin dekat. Dan Irfan juga melihatku. Ekspresinya berubah sedikit, tatapan matanya yang tajam memberi sinyal peringatan kepadaku.

Dia memperingatkan aku untuk tidak bicara macam-macam di depan Citra, tidak mengungkapkan hubungan kami.

Aku hanya tersenyum dingin, lalu dengan tenang aku melewati mereka seolah kami tak saling kenal.

Tapi pada saat aku mendongak, aku sedikit panik.

Entah sejak kapan, Anto sudah berdiri di depan gerbang sekolah, dengan tas kecil di punggungnya.

Matanya yang jernih terus menatap ayahnya yang mesra dengan wanita lain.

Melihat ayahnya yang sedang tersenyum lembut dan menjemput seorang anak laki-laki lain.

Aku melihat mata Anto yang jernih perlahan menjadi kecewa, dan hatiku merasakan sakit luar biasa.

Pada saat itu, Irfan akhirnya menyadari kehadiran anak kandungnya yang berdiri tepat di sampingnya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 8

    Irfan berdiri lesu di depan pintu kayu yang tertutup rapat. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa hubungan dia dan Susi bisa sampai tahap ini.Padahal dia menyukai Susi. Dia menyukai senyumnya yang cerah.Tapi mereka bertemu saat dia berada di titik terendah. Setiap kali melihat Susi, dia terus teringat di mana dia dikhianati kekasih, difitnah oleh teman, dan terpaksa pindah ke desa.Dua tahun yang dia habiskan di desa itu adalah pengalaman yang dia selamanya tidak ingin diingat kembali.Itu bagaikan noda dalam hidupnya.Keberadaan Susi justru menjadi pengingat terus-menerus atas masa lalu yang dia coba kubur.Makanya dia memperlakukannya dengan dingin, seolah bisa menutupi hal tersebut.Selama bertahun-tahun, dia berusaha menyiapkan mental untuk berkehidupan yang stabil bersama Susi. Dia sebenarnya hampir berhasil. Tapi saat Citra kembali, dia sadar bahwa kebenciannya pada Citra tidak sedalam dulu.Ketika menyadari hal itu, dia sangat senang karena ini membuktikan dia mulai menerima

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 7

    "Bukankah Anto selalu ingin aku berada di sisinya?"Mendengar Irfan menyebut nama Anto, tatapanku langsung berubah semakin dingin. Amarahku hampir tak tertahan."Kamu masih berani menyebut Anto?""Kamu tahu sendiri bagaimana kamu memperlakukannya!”“Kamu larang dia memanggilmu 'ayah', kamu tidak pernah dekat dengannya, bahkan kamu tidak pernah berikan hadiah.""Sekarang kamu mana berhak suruh dia mengikuti kamu.” Irfan tampak canggung dengar omelanku, dia bergumam, "Aku bisa berubah, semua ini bisa aku ubah."Aku melihat sekilas penyesalan di matanya dan menghela napas."Sudah terlambat, Irfan. Tidak semua orang bisa terus menunggumu.""Anto berdiri di belakangmu. Tanyalah apakah dia masih mau kembali padamu."Irfan buru-buru menoleh. Dia melihat Anto berdiri diam di jarak yang tak jauh dengan pandangan polos, tanpa rasa rindu. Tidak ada sedikit pun keinginan untuk mendekat. Seolah-olah, yang dia lihat hanyalah orang asing.Khawatirnya semakin dalam. Dia berusaha menurunkan nada suara

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 6

    Aku melihatnya dengan senang. Yang penting, Anto bahagia.Setelah sebulan kami tinggal di desa, Irfan datang mencari kami.Saat itu aku baru saja pulang dari membantu ibu di sawah. Ketika melihatnya berdiri di depan rumah, aku tidak merasa terkejut. Tempatku untuk pergi tidak banyak, jadi tentu saja dia bisa ke sini untuk mencari kami.Aku menatapnya dengan tenang dan berkata, "Kamu sudah datang? Baiklah, kita cari waktu untuk urus penceraian.""Kamu mau cerai denganku?" Irfan tampak terkejut.Wajahnya yang terperangah hampir membuatku tertawa. Seolah-olah, dia tidak pernah berpikir bahwa aku bisa meninggalkannya."Aku bahkan tak pernah diakui sebagai istrimu, dan tidak mengakui bahwa Anto sebagai anakmu.”“Aku sudah enam tahun hidup di kota tanpa status, dan aku sendiri yang mengurus anak.”“Ada kamu atau tidak sama saja. Jadi kenapa aku tidak boleh minta cerai?"Aku bertanya balik dengan tatapan sinis.Setelah melepaskan bayangan "pria berpendidikan dari kota", baru aku sadar bahwa

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 5

    Setelah tiba di rumah, aku langsung berkemas. Lalu, aku mengirim pesan singkat pada Irfan:[Irfan, mari kita bercerai.]Tak lama kemudian, ponselku dengan kencang.Irfan baru pulang larut setelah seharian bersenang-senang di taman hiburan bersama Citra dan Santo. Begitu sampai di depan rumah yang gelap gulita, hatinya tidak tenang. Biasanya, seberapa larut pun dia pulang, selalu ada satu lampu menyala menunggunya.Ia membuka pintu dengan kunci dan menyadari bahwa rumahnya begitu sunyi sehingga sedikit menakutkan. Saat ia menyalakan lampu, ruang tamu tidak ada seorang pun. Selembar kertas putih di meja menarik perhatiannya.Ketika membaca isinya, pupil matanya mengecil dan jari-jarinya mulai gemetar.Cerai?Mana mungkin Susi mau cerai sama dia?Susi sangat mencintainya!Irfan menarik napas dalam dan meremas surat itu, lalu melemparkannya dengan kuat.Ia duduk diam di sofa, termenung semalaman. Keesokan harinya, ia pergi bekerja dengan wajah biasa.Dalam hatinya, dia merasa Susi tidak

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 4

    Aku berkata dengan suara gemetar, "Ibu akan belikan untukmu sebanyak-banyaknya.”Anto mengusap air matanya dan mengangguk dengan patuh. Tapi kali ini, dia tak lagi terus bertanya soal paman kenapa belum datang.Aku menatap mata Anto yang sembab, dan berkata dalam hati, ‘Irfan, ini kesempatan terakhirmu.’Detik-detik sebelum lomba dimulai, Irfan datang dengan napas terengah-engah. Anto yang awalnya diam dan suram, langsung melihatnya. Matanya seketika bersinar dan dia langsung lari dengan cepat ke arahnya."Ayah! Akhirnya kamu datang!"Irfan mendengar suara itu dan menatapnya dengan wajah tak menyenangkan."Kalian berdua kenapa di sini?"Aku mendengar pertanyaannya, firasat buruk merayap pelan dalam hatiku.Anto berlari dan berdiri di sebelahnya, dan menatap penuh harap sambil mendongak."Ayah…"Namun Irfan malah menatapnya dengan tajam dan bertanya dingin, "Kamu panggil aku apa?"Kegembiraan di wajah Anto langsung membeku. Ia berkata pelan, "Paman, terima kasih sudah datang ikut lomb

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 3

    Namun tubuhnya hanya kaku sesaat. Setelah itu, dia tetap membawa anak laki-laki itu melewati Anto begitu saja dengan sikap dingin.Seolah mereka benar-benar orang asing!Mata Anto tiba-tiba memerah. Aku segera menghampirinya. Dia masih menatap punggung Irfan dan bertanya dengan suara pelan, "Ibu, apakah itu orang yang disayangi ayah dan anaknya?"Mendengar suara kecilnya yang penuh luka, seluruh tenagaku seakan hilang. Air mataku jatuh tanpa bisa ditahan.Anto pun tak bertanya lagi. Dia hanya menggenggam tanganku erat dan berjalan pulang. Hanya mata yang semakin merah menunjukkan rasa sakitnya.Aku hanya bisa menatapnya penuh iba, kasihan melihat Anto menahan emosinya sendiri.Irfan, kau hanya punya dua kesempatan lagi.Setelah Anto menyelesaikan tugas sekolahnya, dia bertanya ragu-ragu, "Ibu, hari minggu nanti ada lomba olahraga keluarga. Ayah bisa datang?"Aku menatap mata yang penuh harapan, dan terdiam.Sejak masuk sekolah, Irfan belum pernah sekalipun ikut kegiatan keluarga. A

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status