Share

Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah
Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah
Author: Juliet

Bab 1

Author: Juliet
Suamiku selalu memandang rendah diriku hanya karena aku seorang wanita petani. Bahkan, dia tidak sayang pada anak kami.

Setelah usia anak kami genap 100 hari, dia baru memeluknya untuk pertama kalinya.

Lalu, kekasih pertamanya kembali ke Kota Jenang.

Pria yang selama ini bersikap dingin itu, untuk pertama kalinya tersenyum di meja makan dan bahkan menyuapi anakku.

Semalaman, anakku tampak sangat bahagia. Sebelum tidur, dia bertanya dengan suara lembut.

"Ibu, apakah paman sedikit menyukaiku?"

Aku memeluknya erat-erat. Mataku berkaca-kaca dan aku menggeleng pelan, berkata, "Bukan, tetapi kekasih paman telah kembali. Jadi kita harus pergi."

Setelah putraku tertidur, aku mencari surat nikahku dengan Irfan, berencana untuk mencari waktu untuk mengurus perceraian.

Tahun ini adalah tahun kedelapan pernikahan kami dan tahun keenam kami hidup terpisah.

Waktu yang panjang telah mengikis habis semua cinta aku padanya.

Kini, aku siap melepaskannya.

“Ibu…”

Putraku yang berusia delapan tahun sudah bangun tanpa aku sadari. Dia datang ke depanku dengan kaki telanjang, matanya dipenuhi rasa enggan berpisah.

“Kita benar-benar harus pergi?”

“Hari ini ayah...paman memelukku dan memberiku makanan. Mungkin dia mulai menyukaiku?”

Aku tersentak sejenak mendengar kekeliruan panggilannya.

Akibat meniduriku saat mabuk, Irfan terpaksa menikahiku.

Jadi dia membenci aku, dan bahkan membenci anak kami karena aku.

Sejak anakku mulai bisa berbicara dan memanggilnya "ayah", dia langsung memarahinya dan melarang memanggil seperti itu.

Saat anakku berusia tiga tahun dan masih pelupa, dia dengan alami memanggil Irfan “ayah” lagi. Tapi Irfan, dengan wajah dingin, memukul mulutnya sepuluh kali dengan rotan.

Bibirnya bengkak dan berdarah. Anakku pun menangis tersedu-sedu. Sejak itu, ia hanya memanggilnya “paman” dan tidak pernah memanggilnya “ayah” lagi.

Saat aku kembali sadar, aku memeluknya dengan mata berkaca-kaca.

“Anto, kekasih sejati paman sudah kembali. Kita harus pergi.”

Namun dalam hati, aku melanjutkan, ‘kalau tidak, kita akan semakin tersakiti.’

Mata Anto berkaca-kaca dan suaranya bergetar.

“Dua hari yang lalu, paman masih bilang aku anak yang baik. Dan hari ini, dia memelukku, memberiku makanan…”

“Jelas, dia sudah mulai suka padaku!”

“Tidak bolehkah kita tidak pergi?”

Ekspresinya penuh harapan. Dia berpikir ayahnya sudah mulai menyukainya!

Dia mengira, dengan menjadi lebih patuh lagi, ayahnya akan benar-benar menyukainya!

Aku melihat keinginannya yang kuat untuk mendapatkan cinta ayahnya.

Aku pun tersentak, bahkan satu kalimat pun tak bisa kuucapkan.

Bagaimana caraku menjelaskannya?

Haruskah aku katakan bahwa sejak lahir, dia tidak pernah diterima oleh ayah kandungnya?

Atau bahwa tindakan Irfan memeluknya hanyalah karena kegembiraan melihat kekasihnya kembali, sebuah pelukan yang tidak tulus?

Aku tidak bisa mengatakan semua itu. Aku tidak tega memberitahu semua kenyataannya.

Dia baru umur delapan tahun. Bagaimana mungkin dia bisa menanggung kenyataan sekejam itu?

Lebih baik aku membawanya pergi. Membiarkan waktu menghapus lukanya perlahan.

Ini adalah cara terbaik yang bisa aku lakukan sebagai ibu.

“Anto, ibu sudah tidak sayang paman. Bolehkah kamu pergi bersama Ibu?”

Akhirnya air matanya jatuh juga, suaranya tersendat.

“Benar-benar tidak boleh tetap di sini?”

“Aku belum mendapatkan pengakuan dari ayah…”

Hatiku terasa sakit. Aku berkata dengan pelan, “Tapi kamu sudah tahu sejak dulu kalau dia tidak menyukaimu, kan?”

Anto mulai menangis lebih parah, tetapi dia menangis dengan terdiam. Isaknya membuat dadaku sesak.

Lama kemudian, dia berkata dengan suara serak dan parau, “Ibu, bolehkah kita beri paman tiga kesempatan lagi?”

“Aku masih ingin mencoba.”
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 8

    Irfan berdiri lesu di depan pintu kayu yang tertutup rapat. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa hubungan dia dan Susi bisa sampai tahap ini.Padahal dia menyukai Susi. Dia menyukai senyumnya yang cerah.Tapi mereka bertemu saat dia berada di titik terendah. Setiap kali melihat Susi, dia terus teringat di mana dia dikhianati kekasih, difitnah oleh teman, dan terpaksa pindah ke desa.Dua tahun yang dia habiskan di desa itu adalah pengalaman yang dia selamanya tidak ingin diingat kembali.Itu bagaikan noda dalam hidupnya.Keberadaan Susi justru menjadi pengingat terus-menerus atas masa lalu yang dia coba kubur.Makanya dia memperlakukannya dengan dingin, seolah bisa menutupi hal tersebut.Selama bertahun-tahun, dia berusaha menyiapkan mental untuk berkehidupan yang stabil bersama Susi. Dia sebenarnya hampir berhasil. Tapi saat Citra kembali, dia sadar bahwa kebenciannya pada Citra tidak sedalam dulu.Ketika menyadari hal itu, dia sangat senang karena ini membuktikan dia mulai menerima

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 7

    "Bukankah Anto selalu ingin aku berada di sisinya?"Mendengar Irfan menyebut nama Anto, tatapanku langsung berubah semakin dingin. Amarahku hampir tak tertahan."Kamu masih berani menyebut Anto?""Kamu tahu sendiri bagaimana kamu memperlakukannya!”“Kamu larang dia memanggilmu 'ayah', kamu tidak pernah dekat dengannya, bahkan kamu tidak pernah berikan hadiah.""Sekarang kamu mana berhak suruh dia mengikuti kamu.” Irfan tampak canggung dengar omelanku, dia bergumam, "Aku bisa berubah, semua ini bisa aku ubah."Aku melihat sekilas penyesalan di matanya dan menghela napas."Sudah terlambat, Irfan. Tidak semua orang bisa terus menunggumu.""Anto berdiri di belakangmu. Tanyalah apakah dia masih mau kembali padamu."Irfan buru-buru menoleh. Dia melihat Anto berdiri diam di jarak yang tak jauh dengan pandangan polos, tanpa rasa rindu. Tidak ada sedikit pun keinginan untuk mendekat. Seolah-olah, yang dia lihat hanyalah orang asing.Khawatirnya semakin dalam. Dia berusaha menurunkan nada suara

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 6

    Aku melihatnya dengan senang. Yang penting, Anto bahagia.Setelah sebulan kami tinggal di desa, Irfan datang mencari kami.Saat itu aku baru saja pulang dari membantu ibu di sawah. Ketika melihatnya berdiri di depan rumah, aku tidak merasa terkejut. Tempatku untuk pergi tidak banyak, jadi tentu saja dia bisa ke sini untuk mencari kami.Aku menatapnya dengan tenang dan berkata, "Kamu sudah datang? Baiklah, kita cari waktu untuk urus penceraian.""Kamu mau cerai denganku?" Irfan tampak terkejut.Wajahnya yang terperangah hampir membuatku tertawa. Seolah-olah, dia tidak pernah berpikir bahwa aku bisa meninggalkannya."Aku bahkan tak pernah diakui sebagai istrimu, dan tidak mengakui bahwa Anto sebagai anakmu.”“Aku sudah enam tahun hidup di kota tanpa status, dan aku sendiri yang mengurus anak.”“Ada kamu atau tidak sama saja. Jadi kenapa aku tidak boleh minta cerai?"Aku bertanya balik dengan tatapan sinis.Setelah melepaskan bayangan "pria berpendidikan dari kota", baru aku sadar bahwa

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 5

    Setelah tiba di rumah, aku langsung berkemas. Lalu, aku mengirim pesan singkat pada Irfan:[Irfan, mari kita bercerai.]Tak lama kemudian, ponselku dengan kencang.Irfan baru pulang larut setelah seharian bersenang-senang di taman hiburan bersama Citra dan Santo. Begitu sampai di depan rumah yang gelap gulita, hatinya tidak tenang. Biasanya, seberapa larut pun dia pulang, selalu ada satu lampu menyala menunggunya.Ia membuka pintu dengan kunci dan menyadari bahwa rumahnya begitu sunyi sehingga sedikit menakutkan. Saat ia menyalakan lampu, ruang tamu tidak ada seorang pun. Selembar kertas putih di meja menarik perhatiannya.Ketika membaca isinya, pupil matanya mengecil dan jari-jarinya mulai gemetar.Cerai?Mana mungkin Susi mau cerai sama dia?Susi sangat mencintainya!Irfan menarik napas dalam dan meremas surat itu, lalu melemparkannya dengan kuat.Ia duduk diam di sofa, termenung semalaman. Keesokan harinya, ia pergi bekerja dengan wajah biasa.Dalam hatinya, dia merasa Susi tidak

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 4

    Aku berkata dengan suara gemetar, "Ibu akan belikan untukmu sebanyak-banyaknya.”Anto mengusap air matanya dan mengangguk dengan patuh. Tapi kali ini, dia tak lagi terus bertanya soal paman kenapa belum datang.Aku menatap mata Anto yang sembab, dan berkata dalam hati, ‘Irfan, ini kesempatan terakhirmu.’Detik-detik sebelum lomba dimulai, Irfan datang dengan napas terengah-engah. Anto yang awalnya diam dan suram, langsung melihatnya. Matanya seketika bersinar dan dia langsung lari dengan cepat ke arahnya."Ayah! Akhirnya kamu datang!"Irfan mendengar suara itu dan menatapnya dengan wajah tak menyenangkan."Kalian berdua kenapa di sini?"Aku mendengar pertanyaannya, firasat buruk merayap pelan dalam hatiku.Anto berlari dan berdiri di sebelahnya, dan menatap penuh harap sambil mendongak."Ayah…"Namun Irfan malah menatapnya dengan tajam dan bertanya dingin, "Kamu panggil aku apa?"Kegembiraan di wajah Anto langsung membeku. Ia berkata pelan, "Paman, terima kasih sudah datang ikut lomb

  • Cinta Telah Padam, Jalan Kita Berpisah   Bab 3

    Namun tubuhnya hanya kaku sesaat. Setelah itu, dia tetap membawa anak laki-laki itu melewati Anto begitu saja dengan sikap dingin.Seolah mereka benar-benar orang asing!Mata Anto tiba-tiba memerah. Aku segera menghampirinya. Dia masih menatap punggung Irfan dan bertanya dengan suara pelan, "Ibu, apakah itu orang yang disayangi ayah dan anaknya?"Mendengar suara kecilnya yang penuh luka, seluruh tenagaku seakan hilang. Air mataku jatuh tanpa bisa ditahan.Anto pun tak bertanya lagi. Dia hanya menggenggam tanganku erat dan berjalan pulang. Hanya mata yang semakin merah menunjukkan rasa sakitnya.Aku hanya bisa menatapnya penuh iba, kasihan melihat Anto menahan emosinya sendiri.Irfan, kau hanya punya dua kesempatan lagi.Setelah Anto menyelesaikan tugas sekolahnya, dia bertanya ragu-ragu, "Ibu, hari minggu nanti ada lomba olahraga keluarga. Ayah bisa datang?"Aku menatap mata yang penuh harapan, dan terdiam.Sejak masuk sekolah, Irfan belum pernah sekalipun ikut kegiatan keluarga. A

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status