Share

Bab 3

Author: Oriza
Bau cairan disinfektan menusuk tenggorokanku sampai terasa sesak.

Saat aku terbangun, langit-langit putih rumah sakit berada tepat di atas pandanganku. Lampu di sana dingin seperti salju.

Dokter sedang berbicara pelan di samping ranjang. Aku tidak mendengar jelas apa yang mereka katakan, hanya terdengar suara detak jantungku. Pelan, kacau, tidak beraturan.

"Dokter ...." Aku berusaha membuka mulut. Suaraku serak dan kering seperti kertas pasir.

"Anakku ... masih ada?"

Pada detik itu, bahkan udara pun ikut membeku.

Dokter melepas masker. Suaranya tenang. "Kamu datang tepat waktu. Anakmu selamat. Kamu sangat beruntung. Kalau terlambat beberapa menit saja, mungkin nggak bisa diselamatkan."

Aku mengembuskan napas berat. Tanganku refleks menyentuh perut.

Saat itu, suara gaduh tiba-tiba terdengar dari luar. Aku membuka mata, melihat sekelompok dokter dan ahli bergegas melewati pintu.

Perawat di depan kamar sedang bergumam pelan, "Pak Yosef benar-benar sayang istrinya. Bu Zoey cuma lecet sedikit di tangan, tapi dia memanggil semua ahli di rumah sakit."

"Ya, dengar-dengar Pak Yosef sampai menyewa satu lantai penuh supaya Bu Zoey bisa istirahat dengan tenang."

Suara itu semakin menjauh. Aku memejamkan mata. Air mata mengalir tanpa suara. Yosef ... Yosef ... kamu benar-benar baik padanya.

Sama-sama perempuanmu, tapi aku sendirian di ruang rawat, menghitung tetesan infus, sementara dia diperlakukan begitu hati-hati seperti kaca tipis yang rapuh. Aku teringat, dulu demi bersama Yosef, aku rela berseteru dengan keluargaku.

Saat itu, ibuku bersungguh-sungguh menasihatiku, "Maia, Yosef itu pemimpin mafia, tipe pria yang dikejar banyak perempuan. Godaannya banyak. Dia nggak mungkin hanya mencintaimu seorang."

Namun, aku tidak mau mendengarnya. Aku yakin Yosef bukan orang seperti itu. Sekarang dipikir-pikir, aku benar-benar bodoh. Mulai sekarang, aku tidak akan lagi meminta cintanya. Aku harus hidup demi anak ini.

Begitu keluar dari pintu rumah sakit, aku melihat Yosef dengan hati-hati membantu Zoey turun dari mobil.

Melihatku, sudut bibir Zoey terangkat dan tampak mengejek, lalu seketika berubah menjadi ekspresi polos. "Maia? Kamu juga di sini?"

Wajahnya tampak terkejut. Suaranya lembut, tetapi volumenya cukup agar Yosef bisa mendengar.

"Jangan salah paham ya, Yosef cuma menemani aku cek kehamilan. Aku kurang nyaman kalau sendirian."

Benar saja, alis Yosef langsung berkerut.

"Maia." Suaranya terdengar lelah dan menahan emosi. "Aku tahu belakangan ini emosimu nggak stabil. Jangan berpikir terlalu banyak ya?"

Aku tetap diam. Angin yang lewat di lorong membuat ujung jariku mati rasa.

Nada suaranya melembut, seolah-olah sedang menenangkan anak kecil. "Ayo pulang. Malam ini kamu masak sendiri untuk Zoey, buatkan sesuatu yang ringan. Biarkan kejadian hari ini berlalu."

Dia bahkan mengangkat tangannya, hendak merapikan sehelai rambutku. Gerakannya sangat lembut, tetapi itu justru lebih melukai daripada ketidakpedulian.

Aku tersenyum tipis, hanya menjawab, "Baik."

Dia mengira aku menerima semuanya, padahal dia tidak tahu bahwa satu kata "baik" itu adalah suara retaknya hatiku yang terakhir.

Aku mengikuti mereka masuk ke mobil dengan kaku. Kedekatan yang dulu paling kuinginkan, kini menjadi siksaan.

Sesampainya di rumah, aku mengenakan celemek dan masuk ke dapur. Air di panci mendidih, uapnya membasahi bulu mataku.

"Zoey nggak makan seafood." Yosef mengingatkan dengan nada lembut, "Masak yang ringan saja. Belakangan ini dia suka mual. Dan jangan pakai jahe. Baunya bikin dia ingin muntah."

Sambil berbicara, dia membuka ponsel dan mencatat semua makanan yang tidak boleh dimakan Zoey.

Aku terus memotong sayur. Pisau menyentuh talenan, menghasilkan suara "tak, tak, tak". Itulah irama hatiku yang retak.

Dulu, dia juga berdiri di pintu dapur seperti ini, melihatku memasak. Dia berkata, "Mulai sekarang jangan masak lagi. Tanganmu nggak boleh kena minyak."

Namun, sekarang dia bahkan lupa janji itu.

Yosef sepertinya menyadari diamku. Dia berhenti sejenak, lalu menatapku. Ketika mata kami bertemu, ada secercah rasa bersalah di matanya.

Dia mendekat dan memelukku dari belakang dengan lembut, "Maia, maaf, akhir-akhir ini aku memang mengabaikanmu."

"Kamu tenang saja. Setelah Zoey melahirkan, aku akan suruh dia pindah. Kamu juga tahu, waktu kakakku meninggal, aku berjanji akan menjaga Zoey dengan baik;"

Aku menunduk, tidak mengatakan apa-apa. Dia kira dengan pindahnya Zoey dari vila ini, semuanya akan selesai. Namun, aku tahu ada hal-hal yang sekali hancur tidak akan pernah bisa disatukan kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 9

    Mendengar itu, seberkas keputusasaan melintas di mata Yosef. Dia tiba-tiba menggenggam tanganku, berusaha menarikku ke mobil."Maia, aku mohon, ikut aku pulang. Aku nggak akan membiarkanmu terluka lagi, aku bersumpah."Aku terkejut dan berusaha keras menarik tanganku dari genggamannya. "Yosef, kamu ngapain? Lepaskan aku!"Namun, Yosef seperti kehilangan akal. Dia mencengkeramku erat dan tidak mau melepaskan.Saat itu, suara yang sangat familier terdengar di telingaku. "Maia!"Aku mendongak dan melihat Nixon berlari ke arah kami. Dia langsung menarikku ke belakangnya, melindungiku, lalu menatap Yosef dengan dingin."Apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia!" bentak Nixon.Melihat Nixon, mata Yosef dipenuhi amarah. "Kamu siapa? Kenapa ikut campur?"Aku menggenggam erat tangan Nixon. Hatiku terasa hangat. "Ini pacarku, Nixon."Mendengar itu, wajah Yosef seketika memucat. Dia menatapku dengan tak percaya dan penuh keputusasaan."Nggak ... nggak mungkin! Maia, kamu pasti bohong!"Nixon menatapny

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 8

    Setelah kembali, aku mengambil alih perusahaan keluarga. Mungkin karena ingin melarikan diri dari masa lalu, aku menuangkan seluruh energiku ke dalam pekerjaan.Nixon juga sering datang membantuku. Kami menyelesaikan banyak masalah bersama-sama.Perlahan-lahan, hubunganku dengan Nixon semakin dekat. Kami sering makan bersama, menonton film bersama, mengobrol bersama.Ayah dan ibuku juga mulai menyadari ada sesuatu di antara kami. Suatu kali, mereka berkata padaku secara pribadi, "Maia, Nixon anak yang baik. Keluarga kita juga saling mengenal dengan baik. Kami tenang kalau kamu bersama dia."Mendengar itu, aku sedikit ragu. Sebenarnya selama beberapa hari ini bersama Nixon, aku memang merasakan kebaikannya. Dia lembut, perhatian, dan sangat bertanggung jawab. Namun, setiap kali memikirkan untuk memulai hubungan baru, hatiku tetap merasa waspada."Ibu, aku tahu. Aku akan mempertimbangkannya baik-baik." Mulutku berkata begitu, tetapi hatiku tetap penuh keraguan.Malam itu, aku berbaring d

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 7

    Setibanya aku di bandara hari itu, dari kejauhan aku sudah melihat seorang pria berdiri di sana.Pria itu mengenakan setelan jas yang rapi dan pas. Tubuhnya tinggi dan proporsional, karismanya lembut dan menenangkan.Saat melihatku, wajahnya langsung memunculkan senyuman hangat. Kemudian, dia melangkah cepat menghampiriku."Maia, lama nggak ketemu."Aku tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangan dan memeluknya."Nixon, lama nggak ketemu."Nixon adalah sahabat masa kecilku. Karena kondisi keluarganya, dulu dia pernah tinggal di rumahku untuk beberapa waktu. Saat itu, dia lembut dan teliti, selalu merawatku seperti seorang kakak. Setelah itu, karena urusan keluarga, dia pindah dan kami tidak pernah bertemu lagi.Usai berpelukan, Nixon melepaskanku, lalu berkata sambil tersenyum, "Pesawatnya sudah diatur. Kita bisa berangkat sekarang.""Oke." Aku mengangguk dan mengikutinya menuju landasan pesawat.Di tengah perjalanan, Nixon menoleh sekilas padaku, lalu bertanya dengan sedikit ragu, "Maia,

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 6

    Yosef menggenggam erat lembar hasil pemeriksaan itu dan langsung bergegas keluar. Sepanjang jalan, dia melaju secepat mungkin menuju rumah sakit.Begitu tiba, dia hampir kehilangan kendali. Dia menahan seorang perawat dan langsung bertanya, "Halo, boleh tanya siapa dokter utama yang menangani Maia?"Perawat itu terkejut melihat ekspresinya yang mengerikan. Dia buru-buru menjawab, "Tunggu sebentar, saya cek dulu."Beberapa menit kemudian, perawat itu mendapatkan informasinya. "Dokter utama untuk Maia adalah Dokter Liam di ruang pemeriksaan nomor 3.""Baik, terima kasih!" Yosef menjawab singkat, lalu langsung berlari menuju ruang pemeriksaan.Dia membuka pintu dengan keras, melemparkan hasil pemeriksaan itu ke meja. Suaranya penuh kemarahan saat bertanya, "Dokter Liam, aku suaminya Maia. Aku mau tanya, apa yang sebenarnya sudah dia alami?"Dokter itu terkejut melihat keadaan Yosef. Dia mengambil hasil pemeriksaan itu dan memeriksanya dengan saksama. Setelah membaca semuanya, dia menghela

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 5

    Yosef membantu Zoey kembali ke kamar. Baru saja hendak membaringkannya di tempat tidur, Zoey tiba-tiba mengangkat tangan dan memeluk lengannya.Tubuhnya mencondong ke depan, menempel pada dada Yosef. Matanya penuh dengan godaan."Yosef, malam ini kamu bisa temani aku nggak?"Yosef menatap Zoey yang begitu menggoda, tetapi di kepalanya justru muncul bayangan sorot mataku yang suram. Hatinya mendadak kacau. Dia mendorong Zoey menjauh."Zoey, kamu istirahat dulu. Aku balik ke kamar." Setelah berkata begitu, dia berbalik dan segera keluar dari kamar.Yosef kembali ke kamar, tetapi kamar itu kosong melompong. Dia mengernyit, lalu keluar dan bertanya dengan keras kepada para pelayan, "Maia mana?"Para pelayan saling memandang, lalu menggeleng. "Nggak tahu, Tuan. Kami nggak melihat Nyonya keluar."Hati Yosef terasa dingin. Dia segera berlari menuruni tangga. Saat itu, Zoey keluar dari kamarnya, memasang wajah sedih."Yosef, kamu cari Maia ya? Apa dia ... marah dan kabur dari rumah karena aku?

  • Cinta Terdalam yang Menghancurkan   Bab 4

    Saat itu, tiba-tiba terdengar suara lembut Zoey dari ruang tamu. "Yosef, aku nggak bisa buka kacang ini. Bisa bantu aku sebentar?"Tanpa ragu sedikit pun, Yosef melepaskan tanganku dan melangkah cepat keluar. Aku berdiri di tempat. Kedua tanganku masih ada luka-luka kecil bekas tergores cangkang udang. Rasanya perih.Namun, separah apa pun, tetap tidak lebih sakit dari hatiku.Saat makan malam, Yosef duduk di posisi utama, sementara aku dan Zoey duduk di kedua sisinya.Yosef terus mengambilkan makanan untuk Zoey, menuangkan air. Setiap gerak-geriknya penuh dengan kasih sayang.Aku menunduk, menatap piringku sendiri, berusaha untuk tidak melihat tatapan puas Zoey. Tiba-tiba, ponselku bergetar.Aku pun membukanya. Muncul sebuah pesan.[ Jangan pura-pura nggak lihat. Aku tahu kamu lagi lihat! ]Tanpa perlu menebak pun, aku tahu itu dari Zoey. Aku menggigit bibir, tidak membalas. Aku telah memutuskan pergi, jadi tidak ingin lagi terlibat dengannya.Namun, Zoey tidak berniat melepaskanku. D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status