Kaina membawa dua kresek besar berwarna hitam, dia sedikit kesusahan membawa dua kresek yang berisi penuh belanjaannya. Kedua tangan nya merasa lelah membawa dua kresek besar itu hingga dia memilih untuk berhenti sebentar.
"Berat sekali! Huh mana masih jauh lagi mau naik angkot uang sudah habis." Kaina mengusap keringat di dahi nya.
Dia duduk di trotoar jalan dengan kedua kresek belanjaannya tersebut mungkin dengan sedikit beristirahat rasa lelah nya akan berkurang.
Kaina duduk melihat lalu lalang kendaraan yang lewat. Hembusan nafas lesu membuat Kaina memejamkan mata sebentar.
[indah namun tak bisa untuk digapai. Bahagia namun tak bisa aku temukan dan Senang tak bisa aku miliki saat ini. Seperti aliran air yang mengalir apa adanya, seolah olah mampu tapi tak kuat untuk di akhir, ]
Kaina tersenyum dengan ucapan di hati nya tersebut. Benar benar dalam makna dan pengorbanan nya, berjuang
Brian berjalan menuju ruangan pribadi di kantor Ayah nya. Dia berjalan dengan sangat angkuh nya, ekspresi wajah nya selalu dingin. Setiap sapaan karyawan yang ia lewati tidak pernah di jawab oleh Brian."Selamat pagi Tuan.""Pagi Tuan muda.""Selamat pagi Tuan muda Brian.""Selamat pagi Pak.""Selamat pagi Pak Brian."Kurang lebih seperti itu sapaan dari para karyawan yang Brian lewati. Brian acuh, dia tidak peduli dengan semua sapaan yang hanya membuang waktu berharganya itu."Setiap hari menyapa Tuan muda tidak pernah di jawab yang ada hanya marah marah," kata salah satu karyawan perempuan yang berbadan agak gemuk."Iya senyum pun gak pernah terhadap semua karyawan apalagi mau menjawab sapaan kita," sahut teman nya yang berambut keriting."Kenapa bisa begitu ya? Padahal Tuan Wilson gak seperti Tuan muda, Malahan Tuan Wilson jauh
"Rangga kenapa pergi ke London? Bukan karena di usir sama kamu kan Mas?" tanya Kaina pelan.Sementara Brian tidak memperdulikan itu, ia terus menikmati makan malam nya."Iya kan Mas? Rangga pergi karena di usir?" Kaina semakin penasaran.Brian langsung menghentikan makan nya, dia melempar garpu dan sendok ke arah lantai dengan sembarangan membuat Kaina yang berdiri di dekat Brian sontak sangat terkejut karena itu.[Oh tidak aku melakukan kesalahan malam ini, ]Kata Kaina di dalam hati nya lalu dia memilih untuk diam dan menunduk ketakutan. Brian menoleh ke arah Kaina, ekspresi kesal terlihat jelas di wajah nya sekarang."Bisa diam tidak? Tidak ada urusan nya kamu dengan Rangga, buat selera makan aku hilang saja!" bentak nya."Maaf Mas," jawab Kaina langsung."Maaf maaf! Isi otak kamu itu selalu di isi kata maaf terus dasar gadis tolol kal
Kaina malam ini tidak bisa tidur nyenyak, ia memikirkan keadaan Rangga. Rasa penasaran nya semakin besar terhadap kepergian Rangga ke London. Kaina menduga bahwa kepergian Rangga tidak lain ada hubungan nya dengan Brian.Kaina mencoba untuk tidur namun rasa gelisah membuat dirinya tidak bisa tertidur dengan tenang. Miring kanan lalu miring kiri mencoba agar dia bisa tertidur namun tetap saja tidak bisa. Kaina langsung bangun dari tidurnya, duduk di atas ranjang sambil lalu mengusap wajah nya."Hm, semoga saja tidak terjadi apapun terhadap Rangga di sana, semoga dia baik baik saja," ucap Kaina dengan penuh harapan."Hebat sekali keluarga ini, bisa keluar negeri dengan bahasa Inggris yang sudah sangat fasih dalam berbicara. Keluarga kaya, rasanya malu sekali aku berada di bagian keluarga ini juga meskipun tidak pernah di anggap oleh Mas Brian dan juga orang tuanya masih belum tau pernikahan ini. Menyedihkan sekali diriku" tutur
Hujan di pagi hari membuat semua orang merasa enggan untuk keluar rumah atau pun beraktivitas, termasuk Kai Jordan yang tidak lain adalah sahabat Rangga. Sekarang dia dengan duduk santai dengan kaki di angkat ke atas meja, tangan kanannya memegang satu batang rokok yang terus mengeluarkan asap.Kai menyandarkan kepala nya di sofa berharga miliyaran itu. Dia memejamkan mata nya sebentar, berusaha menenangkan pikiran nya yang sangat kacau."Gue bingung dengan hidup ini, kapan rasanya gue bisa di pertemukan dengan dokter kecil gue! Sudah bela belain datang ke Surabaya seminggu yang lalu untuk bertemu dengan dokter kecilnya namun tetap saja gak ada, kenapa sulit sekali rasanya bisa menemui dia," tutur Kai berbicara sendirian.Kai menghisap rokok nya lalu melempar batang rokok yang sudah kecil itu di atas meja."Mungkin gue yang bodoh mencintai dokter kecil itu hingga terlalu dalam seperti ini, selalu memikirkan di
Kaina berniat mulai sore ini akan mendiami Brian karena kejadian tadi malam, sebenarnya dia tidak ingin melakukan itu namun mungkin dengan cara tersebut dia bisa menghilangkan sedikit rasa kecewanya terhadap Brian.Sore ini Kaina sedang membereskan ruang tamu. Hujan masih belum berhenti sejak tadi pagi meskipun hujannya sudah tidak deras seperti tadi siang namun gerimis sore ini masih tetap bisa membasahi tanah.Hari ini sangatlah malas sekali rasanya beraktifitas di luar karena hujan. Brian pun masih setia dari pagi hingga sore ini tidur di balik gulungan selimut, udara yang sejuk karena hujan semakin membuatnya terlelap tidur."Mas Brian dari tadi perasaan tidak keluar dari dalam kamarnya! Apa ada sesuatu dengannya? Atau bahkan dia sakit?" Kaina mulai khawatir terhadap Brian."Ah, sudahlah aku tidak peduli dengan dia, bukannya Mas Brian tidak suka dengan aku lalu kenapa aku harus mengkhawatirkan dia?"
Kaina memasak sambil nangis sesenggukan. Ucapan kasar Brian terus berputar dengan sangat jelas di kepala nya hingga membuat air mata itu tidak pernah terhenti.[Sakit, sakit hati yang sangat mendalam yang aku rasakan saat ini Tuhan. Selalu salah di mata suamiku bahkan di anggap sebagai istrinya aku tidak pernah sekalipun. Aku capek, aku ingin pergi dari sini, aku mohon hilangkan lah rasa cinta ini terhadap dirinya agar aku bisa bebas seperti biasanya. Aku mohon Tuhan,]Pinta Kaina di dalam hati, memohon agar penyiksaan ini secepatnya berakhir. Sudah cukup dia berlari mengejar cinta yang terus melangkah pergi untuk di kejar. Sudah cukup dia mengemis cinta yang telah membeku berabad abad, cukup! Cukup hilangkan saja rasa suka itu dari hati Kaina.Air mata terus berjatuhan, sesekali Kaina mengusap air mata nya. Dia ingin bangkit agar tidak terlelap dalam rasa sakit itu namun dia gagal untuk itu, pertahanan nya lan
Kai menghisap putung rokok nya, tangan kanan nya memegang gelas kecil berisikan anggur merah kesukaannya. Setiap dia berada pada kondisi yang tidak baik baik saja pasti dua buah item itu akan menemaninya."Gabut banget gue hari ini, males banget rasanya ngelakuin apapun." Kai diam menatapi sekeliling ruangan itu.Ruangan yang menjadi tempat ternyaman baginya, tempat kedua setelah rumah militknya. Di dalam ruangan tersebut Kai selalu di perlakukan sebagai seorang Raja oleh para anak buahnya.Kai tiba-tiba tertawa dengan itu. Dia sebenarnya bingung dengan dunia ini bisa bisanya dia di perlakukan seperti itu. Layaknya Raja yang di takuti oleh semua rakyat nya."Gue bingung sama semuanya, kenapa bisa gue ditakutin oleh semua anak buah gue? Padahal gue sama dengan mereka, sama sama manusia biasa. Heh, membingungkan." Kai meneguk isi gelas kecil itu."Bos ada di dalam?" tanya seorang laki laki di bal
"Bagaimana jika Mama sama Ayah balik ke Indonesia dan menetap di sana bersama Rangga dan Brian, mengurusi kami berdua?" kata Rangga dengan sangat antusias sekali.Sementara Ayah dan Mama nya hanya bisa saling melihat satu sama lain, bukan karena mereka tidak ingin balik ke Indonesia melainkan mereka berdua sudah mempunyai tanggung jawab di rumah Oma itu."Bagaimana? Rangga sudah menduga bahwa kalian tidak akan mau, iya kan? Kalian akan memberikan alasan yang begini begitu! Memangnya Brian sama Rangga bukan anak kandung kalian? Sampai sampai kalian kejam membiarkan kami berdua, berbeda negara dengan kalian berdua." Rangga langsung memperlihatkan ekspresi wajah tidak suka."Not so Rangga, but we have a big responsibility in this house. So maybe we won't be back in Indonesia for a long time," jawab sang Ayah dengan cepat.Rangga tersenyum sinis mendengar itu, rasa curiga kian membesar di pikiran nya.