Di rumah, Arini terbelalak kaget melihat balasan dari dokter saka.
Semua akan baik-baik saja, jika ayah dan ibu menerimanya!
"What? Apa dia membalasnya dalam keadaan sadar? Jika ayah dan ibu menerimanya, otomatis pernikahan itu akan terjadi!"
Arini menggigit bibir mungilnya yang memerah tanpa lipstik. Langkah kedua kakinya tak berhenti mondar-mandir ke sana kemari mencoba mencerna pesan dari Saka.
"Pernikahan?" tanya Arini duduk dan berpikir kembali."Apa mungkin aku menikah dengan dia?"
Arini mulai merebahkan tubuhnya. Helaan nafas panjang terlihat jelas di dirinya. Kedua bola matanya terus memandang atap-atap rumahnya.
"Argh ... kenapa jadi seperti ini?" gumam Arini mengacak-acak rambutnya sambil memiringkan tubuhnya.
Sejenak, kedua matanya menyipit menatap sepasang kaki yang terlihat di kolong meja.
Perlahan, Arini mulai mendongak. Senyum manisnya tertoreh melihat ibu mengernyit ke arahnya.
"Ibu!" kata Arin
"Kamu ini bagaimana? Mereka pacaran sudah hampir 7 tahun. Bagaimana bisa kamu tak tau hal itu!"Tujuh tahun? Bagaimana bisa mereka bilang sama kakek seperti itu? Bukankah tujuh tahun itu saka berpacaran dengan Aura? batin Devian bertanya.Apa mereka ...?Tepukan keras sang kakek membuyarkan lamunan Devian."Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu berniat tak mau menemani adik kamu setelah apa yang dilakukan adikmu begitu besar padamu selama ini?" Pertanyaan sang kakek membuat Devian tak bisa berkata-kata.Memang, selama ini ia banyak berhutang budi pada saka. Tapi, ia malah selalu menyakiti hati adiknya berulang kali tanpa saka sadari."Jika besok kalian sudah bertemu dengan keluarga Arini. Pastikan tanggal pernikahan mereka tepat di hari ulang tahun kakek!'"Devian mengernyit. Ia terkejut akan permintaan kakeknya yang terkesan sangat mendadak."Kek, ulang tahun kakek kan satu bulan lagi. Mana mungkin mereka mau melaksanakan per
Apa iya mereka ke sini untuk melamar Arini? batin ayah bertanya seraya menatap ke arah baju batik yang ia kenakan. Jika itu benar, aku sangat bersyukur mendapatkan menantu setampan dan sebaik nak saka.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mewah mulai terlihat dari pertigaan yang menuju rumah Arini. Seketika, Ayah dan ibu berdiri. Senyum manis mulai tertoreh di diri mereka."Ayah, itu pasti saka dan keluarganya!" tunjuk ibu sumringah menyambut kedatangan sang calon menantu idaman."Iya, itu saka!" jawab ayah merapikan rambut dan kemeja yang terbilang sangat mahal bagi orang susah sepertinya.Sesaat, ayah dan ibu tak berhenti mengerjap ketika melihat saka dan keluarganya yang terlihat memang orang konglomerat. Setelan jas hitam yang melekat di diri dua kakak beradik itu, membuat ayah mengingat kembali momen di masa lalunya.Terlihat begitu jelas, cara membuka kacamata, cara berjalannya, mengingatkan ayah pada dua majikan kecilnya yang
"Ehm, dua-duanya!" jawab Alya yang membuat tawa mereka pecah melihat kelucuan Alya. Tapi tidak halnya dengan Aura.Hatinya seakan memanas terbakar rasa cemburu yang menyesak di dada.Apa iya dia cantik melebihi kecantikanku? Sampai-sampai Alya memujinya setinggi itu! kata batin Aura seraya mengambil minuman yang tersaji di depannya.Devian menoleh ke arah istrinya. Senyum manisnya sedikit memudar saat Aura menegak minuman itu dengan buru-buru. Ia sangat tau akan arti di balik perasaan istrinya itu."Om Saka, lihatlah!" pinta Alya menunjuk Arini yang berjalan menghampiri.Sejenak, Saka seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Kedua matanya mengerling menatap wanita yang terkenal akan tomboynya bisa tampil cantik dan anggun seperti wanita lainnya."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Arini tersenyum tipis seraya membenarkan rambutnya yang terurai. Sesaat, senyum Arini memudar dan mengernyit heran ketika dua kakak beradik yang a
"Apa perlu aku menghubungi boss kalian?" Pertanyaan saka yang membuat mereka serempak menolehnya."Apa kamu mengenal boss kami?" tanya mereka balik.Saka tersenyum tipis. Apa yang saka pikirkan memang benar. Mereka sama sekali tak ingat kepadanya yang telah menolong mereka dan boss mereka setahun yang lalu."Dokter, apa dokter mengenalnya?" bisik Arini yang juga terkejut mendengarnya.Saka tersenyum dan berkedip seakan mengisyaratkan bahwa dirinya memang mengenal boss mereka."Baiklah! Jika kalian tak mau menghubungkan aku dengan boss kalian, aku akan menghubunginya sendiri," gegas Saka mengambil ponsel dan menghubungi Pak Berto, selaku rentenir yang telah menjadi pasiennya saat berada di Papua.Kelima preman itu bingung dan terlihat raut wajah mereka yang gelisah dan cemas."Gimana ini, Bang? Kalo boss besar tau, bisa abis kita!" bisik salah satu mereka yang membuat Arini mengernyit melihat tingkah laku mereka.Ken
"Aku berbicara indah dan panjang lebar seperti itu, kamu pikir aku hanya akting?" Pertanyaan saka yang membuat senyum arini memudar.Lentik indah bulu kedua matanya tak berhenti mengerjap saat Saka memarahi dirinya."Aku serius, Arini! Entah sejak kapan rasa itu muncul tapi yang jelas aku ingin hubungan kita benar-benar serius," kata Saka meraih tangan Arini yang mulus tanpa noda sedikitpun.GlekArini menegak salivanya dengan paksa. Ia tak menyangka jika dokter tampan yang sangat hobi menggodanya, diam-diam memiliki perasaan kepadanya.Tenang Arini tenang! Kamu harus waspada dengan ucapannya. Jangan sampai mempermalukan diri kamu hanya karena pernyataan cintanya yang terlihat sangat tulus. Ini yang ke 99 kali dia menyatakan perasaannya. Tapi, itu semua hanyalah sebuah candaan belaka baginya.Yach, meski sebenarnya aku mengharapkan cintanya! gumam batin Arini mengernyit menatap saka yang menunggu jawaban darinya."Bagaimana? Apa aku
"Apa aku harus mempercayainya? Jujur, aku sangat malu dengan tingkah lakumu itu. Sangat mengecewakan!" ketus Devian pergi meninggalkan aura seorang diri.Aura mendesah sebal. Kepalan tangannya mulai menghantam meja yang ada di depannya."Lagi lagi, aku gagal menjatuhkannya!"Kedua matanya memicing dan dengan cepat mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Amarah aura semakin memuncak saat nomor telepon yang akan ia hubungi tidak dapat di hubungi."Kenapa mereka tak bisa di hubungi, sih?"Aura semakin kesal."Mereka hanya salah paham!" Perkataan Saka yang mulai melintas di benak aura."Apa ini hanya alasan saka saja untuk menutupi hutang mereka?" tanya Aura menebak."Tak mungkin juga jika keluarga Arini sanggup membayarnya."Di rumah, Arini terbangun dari tidurnya. Ia baru menyadari telah membiarkan saka menunggu."Bukankah kamu bilang akan menjenguk Bunda Elena? Hari ini, aku memiliki
Bukankah aku sudah bilang, kalo pernikahan kita tetap harus berjalan?"Arini terkejut, lentik indah kedua bulu matanya tak berhenti mengerjap saat saka menatapnya dengan tajam."Dokter!" keluh arini seakan lelah dan tak mau mendengarkan candaan saka kepadanya."Aku harus bagaimana lagi supaya kamu percaya bahwa semua perkataanku ini serius?"Saka mendekat. Kedua bola matanya tak berhenti menatap wanita yang kini telah mengisi hatinya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai memberanikan diri untuk menyentuh pipi mulus yang dimiliki arini."Aku ingin kita selalu bersama. Tidak hanya menjadi partner dalam bekerja tapi aku ingin kamu menjadi partner dalam hidupku!"GlekArini menegak salivanya dengan paksa. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu untuk berkata-kata. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat saka mencium bibirnya dengan mesra.DegJantung arini berdetak begitu kencang. Hati
Sebuah foto yang membuat arini tak berhenti mengingatnya. Kapan dan di mana foto dirinya itu. Senyum indahnya terlihat natural dan sangat manis."Bunda dapat dari saka. Apa kamu tak punya foto kamu yang manis ini?" tanya bunda yang mengejutkan Arini.Arini menoleh menatap saka yang tersenyum seraya menaikkan alis tebalnya."Apa kamu menginginkan foto itu? Aku punya banyak koleksi foto kamu," lirih Saka mengejutkan wanita yang kini telah resmi menjadi tunangannya."Koleksi fotoku?" tanya arini penasaran. Dahinya mengernyit seraya berpikir. Bagaimana bisa saka mendapatkan foto darinya sedangkan dia tak merasa pernah berfoto berdua dengannya.Ia mendongak melihat ke arah ponsel saka yang memang penuh dengan foto dirinya.Kedua matanya mengerling dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat."Apa kamu ingat foto ini?" tunjuk saka ke arah foto arini yang terlihat sangat polos dan wajah cantiknya belum berpoles make-up sama sekali.