Kedua mata Arini berbinar. Ia tak menyangka saka benar-benar memperlakukan dirinya bak seperti seorang ratu. Semua di turuti.
"Sesayang itu kamu padaku? Padahal, jelas-jelas aku telah lupa hari ulang tahunmu," gumam Arini mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi.
Matahari mulai menenggelamkan cahayanya. Udara malam terasa begitu dingin menembus pori-pori kulit putih yang di miliki dokter tampan tersebut. Duduk termenung, kedua kaki menyilang di sertai kedua tangan menopang di dada itulah yang di lakukan saka saat ini.
"Makan malamnya lain kali saja, ya. Hari ini aku ada janji dengan teman SMA-ku." Perkataan Arini mulai melintas kembali dalam pikirannya.
"Padahal, aku ingin merayakan ulang tahunku bersamanya. Jalan-jalan naik motor bersama, makan malam bersama, rasanya sangat menyenangkan. Hah, tapi apa daya, aku tak bisa memaksanya untuk menuruti keinginanku itu," gumam saka terkejut saat suara bel berbunyi memanggilnya.
Saka menghela nafas p
"Syukurlah!" ucap Arini menyeringai."Hari ini adalah hari ulang tahun kamu, kamu ingin meminta hadiah apa dariku?" tanya Arini yang membuat saka mengernyit menatapnya."Apa kamu akan menurutinya?" tanya Saka sembari tersenyum manis. Sesaat, kedipan matanya yang genit membuat Arini berpikir yang tidak-tidak terhadapnya."Ya, maksud hadiah seperti jam, baju atau apa gitu dan jangan aneh-aneh!" umpat arini membuat saka terkekeh pelan. Dengan lembut, saka mengusap rambut arini yang terurai panjang."Pasti berpikiran macam-macam, ya? Dasar, otak ngeres!" kata saka yang berhasil menggoda tunangannya tersebut."Si-apa yang berpikir macam-macam?" jawab Arini gugup.Saka tersenyum. Tanpa meminta ijin ataupun memberi kesempatan bertanya, saka menarik tangan arini dan mengajaknya pergi."Mau ke mana?" tanya Arini penasaran.Sepanjang perjalanan, Saka tak berhenti memegang tangan mulus yang melingkar di pinggangnya. Begitu nya
Tanpa ia sadari, kakinya tersandung dan terjatuh tepat di atas tubuh saka.BukSaka terbangun dan terkejut saat bibirnya menempel tepat di bibir arini. Kedua mata saling memandang. Hati mereka sama-sama berdesir hebat saat ciuman itu terjadi lagi.Dengan cepat, Arini terbangun dan duduk di samping saka."Aku hanya ingin memakaikan ini untukmu," kata Arini menyodorkan selimut untuk Saka.Saka menyeringai. Perlahan, ia terbangun dan duduk tepat di hadapan arini."Apa kamu ingin aku libur?" Pertanyaan Saka yang membuat arini mengernyit heran."Tidak, mana mungkin aku menginginkanmu untuk libur," bantah Arini seraya memayunkan bibirnya."Buktinya, kamu memberikan selimut ini untukku. Bukankah itu tandanya kamu menyuruhku untuk tertidur lagi?"Arini menghela nafas panjang. Sudut bibirnya mencibir saat saka mulai menggodanya."Ya ya, terserah apa yang kamu katakan!" jawab Arini mengalah.S
Berbaringlah! Aku akan menjahitnya!" pinta saka terlihat begitu dingin. Arini menegak salivanya dengan paksa. Ia tak menyangka jika saka benar-benar marah padanya. Bibirnya memanyun, tangan kanannya menarik baju saka agar mendapatkan perhatian lebih darinya. "Aku akan berbaring jika kamu memaafkanku terlebih dahulu!" ancam Arini menahan rasa sakit di tangannya. Saka mendesah sebal. Bisa-bisanya arini mengancam di saat dirinya terluka parah. Sebenarnya, dalam hati kecil saka masih sangat marah dengan tindakan kekasihnya tersebut. Dahinya mengernyit, wajah cantik yang dimiliki arini terlihat pucat pasi, keringat dingin sebesar jagung mulai membasahi paras cantiknya. "Berbaringlah!" ucap Saka terdengar begitu lembut. Arini tersenyum senang. Tanpa banyak buang waktu, ia mulai berbaring secara perlahan. Dengan hati-hati dan penuh perhatian, Saka mulai membersihkan luka di tangan Arini yang terbilang cukup parah.
Aura terhenti. Kedua matanya terbelalak kaget melihat arini terbaring lemas di ruangan tersebut."Arini? Kenapa dia?" tanya aura penasaran.Sejenak, Aura menegak salivanya dengan paksa. Perhatian papanya terlihat begitu besar pada arini. Hal kecil yang seharusnya juga ia rasakan.Pak Dirga tersenyum melihat putri kesayangannya sudah terbangun dari tidur. Wajah manis yang dimiliki Arini perlahan terlihat segar tak seperti saat masih di ruang IGD."Arini, kamu sudah bangun?" Ayah sumringah. Setelah menunggu hampir dua jam lamanya, arini bangun juga.Kedua mata arini berputar. Ia tak menyangka jika saka sudah memindahkan dirinya ke ruang rawat inap. VVIP pula.Kenapa dia tak membangunkanku? Aku kan baik-baik saja dan tak perlu di rawat seperti ini! gumam batin Arini menghela nafas panjang."Arini, apa kamu baik-baik saja? Apa ada yang sakit? Mana yang sakit?" gumam ayah yang membuat arini tersenyum akan perhatiannya."Tidak, Ayah.
"Berlebihan?" Saka bingung dengan maksud tunangannya tersebut."Ya. Tak seharusnya kamu memesan ruang rawat untukku apalagi di ruang paling mahal di rumah sakit ini. Mubasir tau nggak uangnya," gumam arini yang membuat saka terkekeh pelan."Tak ada kata mubasir untukku jika uangku habis karenamu."Arini berpaling sambil menahan senyum manisnya. Wajah cantiknya seketika memerah saat kata-kata itu terlontar dari mulut tunangannya."Ah, rasanya enak kalo malam ini bisa tidur berdua," kata Saka merebahkan dirinya tepat di samping arini.Arini menoleh. Kedua matanya terbelalak kaget melihat tingkah laku yang sangat aneh."Apa yang kamu lakukan?" Arini menggeser tubuhnya."Tidurlah! Aku akan memelukmu sepanjang malam ini." Perkataan saka kembali membuat arini tercengang."Apaan, sih? Nanti kalo tangan aku tak sengaja kamu senggol gimana? Kamu mau, tangan aku terluka lagi?"Saka menghela nafas panjang. Ia memilih me
"Yang ini saja! Ini kualitasnya sangat bagus dan nyaman di pakai!" Ibu tersebut mengambil pembalut dan menyerahkannya pada saka.Lentik bulu mata yang dimiliki saka seakan tak berhenti mengerjap. Seumur hidupnya, baru kali ini ia memegang pembalut wanita di tangannya.Saka menoleh saat semua orang terkekeh melihatnya, begitupun ibu yang menolongnya.Saka tersenyum tipis. Rasa malu di dirinya seketika hilang saat ia teringat apa yang di alami arini saat ini.Di saat sakit, arini harus datang bulan yang selalu membuat perutnya kesakitan."Istri saya sakit, jadi saya yang membelikan semua keperluannya, termasuk pembalut ini," jawab saka membuat tawa mereka memudar. Tegakan mereka seakan mengalir bersaman. Ekspresi mereka terlihat terkejut, tak percaya, seakan menyatu jadi satu mendengar penjelasan dari saka."Ya ampun, ternyata jaman sekarang masih ada cowok seperti dia," bisik salah satu orang yang juga berdiri tak jauh dari Saka.Saka
"Maafkan aku!" kata Arini tersenyum sembari menunggu kedatangan sang kekasih hati yang akan datang menjemputnya.Selang beberapa menit kemudian, Arini menoleh saat mendengar hentakan kaki yang terdengar menghampiri dirinya.DegArini terkejut dan seakan tak percaya melihat orang yang berdiri tegak di hadapannya."Kelihatannya kamu baik-baik saja. Apa yang menyebabkan kamu di rawat di ruang sebagus ini?" tanya Aura tersenyum sinis.Arini menghela nafas panjang. Sebenarnya, di dalam hati kecilnya arini merasa sangat kasian dengan apa yang terjadi pada aura. Tapi, lagi-lagi aura memperlihatkan sifat tak suka padanya, sampai-sampai rasa kasihan itu hilang seketika."Ada apa kamu kemari?" tanya arini berdiri menghampiri aura.Aura tersenyum tipis. Kedua matanya melirik ke arah tangan arini yang masih mengenakan perban."Arini, apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Aura yang mengejutkan arini.Wajah sinis dan terlihat in
Arini terkejut saat saka memeluk tubuhnya."Apa yang harus dimaafkan, aku melakukannya dengan ikhlas. Dan berhentilah menyalahkan diri kamu sendiri."Dengan lembut, Saka memegang kedua pipi arini yang menggemaskan itu.Arini tersenyum. Ia tak menyangka saka memiliki hati yang tulus kepadanya."Aku tak akan berhenti mengucapkan terimakasih padamu, I love you!" ucap arini dengan mata yang berbinar.Saka menyeringai. Dengan penuh kelembutan, ia melumat bibir arini dengan mesra.Kedua bola mata saling memandang. Senyum manis merekah dikuti wajah yang berseri-seri di diri mereka."Aku tak sabar ingin memilikimu," ucap Saka tak berhenti membelai rambut arini.Di luar rumah, ayah dan ibu baru saja pulang mengantar pesanan. Sesaat, langkah mereka terhenti dan tersenyum melihat mobil saka terparkir di depan rumahnya."Ayah, apa arini sudah pulang?" tebak ibu terlihat senang."Iya. Untung saja, kita