Pintu terbuka. Sejenak, ayah terbelalak kaget saat orang yang menjemputnya adalah Dhaniel, sahabat lamanya."Dhaniel?" Ayah seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Kedua matanya seakan mengerling dan tak percaya, bodyguard dari keluarga kakeknya saka adalah Dhaniel, sahabatnya sendiri."Selamat pagi, Pak Dirga. Saya ke sini datang untuk menjemput anda," ucap Dhaniel yang begitu santun. "Dhaniel, apa ...!" kata ayah terhenti."Silahkan, Pak Dirga. Tolong jangan menyita waktu kita!" Perkataan Dhaniel benar-benar membuat Ayah seakan tak mampu berkata-kata. Mulutnya seakan tertutup rapat melihat kenyataan yang terjadi di hadapannya. Pikirannya mulai melayang dan mulai berpikir kalo kakeknya saka adalah atasannya dulu. Di mobil, ibu dara terus menatap ke arah suaminya. Sejak masuk mobil hingga sekarang, suaminya terdiam dan terus menatap bodyguard yang menjemput mereka.Perlahan, ibu dara meraih tangan sang suami dan menggenggamnya begitu erat.Dingin dan berkeringat, wajahnya sea
"Jika saya tau arini adalah putri kamu, saya tidak mungkin menyetujui hubungan mereka. Karena kelalaian kamu, saya kehilangan anak dan menantu yang saya cintai!" Perkataan kakek Rendra benar-benar membuat ayah semakin tersudut dan merasa bersalah.Bagaimana kalo pak Rendra benar-benar akan memisahkan mereka berdua? batin ayah menebak. Pikiran ayah tertuju ke arah putrinya. Jari jemari tangannya dengan cepat meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.MenscrollSampai terlihat nama kontak arini di ponselnya.Sesaat, niatnya terhenti ketika ibu mengambil ponsel dan meletakkan kembali di atas meja."Kita sholat dulu, Yah! Kita minta petunjuk pada-Nya," pinta ibu Dara mencoba bersikap tegar meski di dalam hatinya juga memiliki kekhawatiran yang teramat sangat pada putrinya."Iya, Bu!" gegas ayah mencoba untuk tersenyum.Kakek Rendra seakan tak percaya dengan apa yang terjadi. Kedua tangannya mengepal, sirat matanya penuh dengan kebencian yang mendalam setiap kali teringat orang yang i
"Selalu begitu! Seharusnya, kamu bilang dulu kalo mau menciumku," ujar Arini meletakkan makanan tersebut di atas meja.Saka menyeringai. Perlahan, ia mulai memeluk arini dari belakang."Jika aku ingin menciummu sekarang, apa kamu mengijinkannya?" Arini berbalik. Tanpa banyak buang waktu, ia melepas tangan saka dan menyuruhnya untuk duduk."Hilangkan dulu pikiran mesum kamu ini. Dari tadi siang, perut kita kosong dan sudah seharusnya kita memberikan tenaga. Ok!" pinta arini yang membuat saka tersenyum tipis."Katakan! Kamu mau makan yang mana? Biar aku ambilkan untukmu!"Saka menghela nafas. Kedua matanya berputar menatap makanan yang ia masak sendiri.Sesaat, ia menoleh. Menatap Arini yang masih berdiri di sampingnya. Wajah arini yang manis dan imut mulai menyunggingkan senyum sembari menunggu sebuah jawaban darinya."Mau apa?" Arini mengernyit. Lentik indah bulu matanya seakan tak berhenti mengerjap saat saka berdiri mendekatinya kembali.Jantungnya kian berdetak begitu kencang. Tata
Arini tak berhenti mengerjap. Dada bidang saka terlihat sungguh sempurna."Apa aku boleh memainkannya?" tanya Saka memegang tangan arini yang menutupi bukit kembar tersebut."Memainkan apa?" Saka menyeringai melihat kepolosan arini yang tak tau akan apa yang ia maksud.Perlahan, jemari tangannya mulai menyingkirkan tangan mulus arini.Terlihat begitu indah dan mempesona melihat dua bukit kembar yang berada di hadapannya itu.Arini tak berhenti mengerjapkan mata. Tegakkan salivanya mengalir begitu saja. Detakan jantungnya berdetak begitu kencang saat wajah saka berada tepat di atasnya.Tubuhnya kembali meremang. Remasan tangan saka tertuju ke arah buah dada yang mengundang nafsu birahi tunangannya tersebut.AaahhhhhhSaka tak menghiraukan rintihan dan desahan arini. Dengan mesra ia melumat puting susu yang menambah nafsu mereka berdua."Geliiiiiiiiii ...," rintih arini menjambak rambut saka dengan kuat.Saka semakin menjadi. Jemari tangannya mulai membuka kancing hotpans yang di ken
"Kebetulan kamu datang. Ada hal yang harus kita bicarakan, Arini!" ucap Kakek Rendra yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Perkataan yang selalu lembut padanya kini mendadak menjadi seperti bicara dengan orang asing.Saka menggeliat dan terkejut saat tak melihat arini di sampingnya. Ia terbangun, kedua matanya berputar mencari keberadaan sang kekasih hati."Apa dia di bawah?" tebak Saka bergegas turun dari tempat tidur.Sejenak, langkah kakinya terhenti saat melihat selembar kertas yang tergeletak di atas meja. Selembar kertas yang tertindih asbak kecil mulai menari saat terkena angin dari balik jendela yang sudah terbuka lebar.Saka melangkah menghampiri kertas tersebut. Ia mengambil dan membacanya secara perlahan."Tunanganku, aku pulang dulu! Maaf, karena tidak memberitahu kamu sebelumnya. Kamu terlihat sangat lelah, sampai-sampai aku tak tega membangunkanmu. Tapi, kamu tenang saja. Sebelum keberangkatanmu nanti, aku akan pastikan aku sudah bersamamu lagi.
"Baiklah! Kalo begitu bagaimana kabar kamu?"Saka tersenyum melihat sang kakek menuruti perintahnya."Alhamdulillah, sehat, Kek. Apalagi, sebentar lagi akan menikah. Jadi, saka dan arini harus menjaga kesehatan sampai hari H nanti!" ucap Saka yang membuat senyum kakek Rendra mulai memudar."Apa kamu benar-benar mencintai Arini?" tanya Kakek Rendra hati-hati.Saka mengernyit. Tatapannya memicing menatap sang Kakek yang juga menatap dirinya."Kenapa kakek tanya seperti itu? Bukankah kakek pernah bilang, jika kamu mencintai seseorang melebihi dirimu sendiri maka nikahilah dia! Jadikan ratu meskipun kamu dalam kondisi tak mempunyai apa-apa. Apa kakek lupa!" Jawaban Saka benar-benar membuat Kakek tak mampu menegak salivanya sendiri. Perkataan yang membuatnya merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan pada Arini."Tidak. Mana mungkin kakek lupa dengan perkataan kakek," gumam kakek mencoba untuk tersenyum."Oiya. Saka punya sesuatu buat kakek! Kakek tunggu sebentar, ya!" pinta Saka mul
Drt ...Arini menoleh dan membuka pesan dari saka."Aku bisa kehabisan nafas jika perkataanmu yang terakhir selalu kamu ucapkan!"Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Hati kecilnya seakan terkoyak mendengar kalimat indah yang tertuang dalam ponsel miliknya. "Bisa jalan sekarang, Pak!" pinta Arini sembari memegang koper yang ada di pangkuannya. Sebuah koper yang mungkin berisi uang yang ratusan juta atau mungkin genap satu milyar. Entahlah!Berapapun jumlahnya, itu semua tak akan membuat Arini gelap mata untuk memilikinya.Tanpa pengawalan seorangpun di sampingnya, arini berniat mengembalikan uang tersebut kepada kakek Rendra.***Dengan penuh perhatian dan hati-hati, Adelia merebahkan tubuh gendut yang kini menjadi prioritas dalam pekerjaannya."Akhirnya, dia tidur juga!" kata Adelia menggerakkan tangan dan tubuhnya untuk menghilangkan rasa penat yang datang menghampiri. Adelia duduk tepat di samping Alya sembari menyilangkan kedua kakinya. Se
Arini terdiam, menunduk menahan air mata yang tertahan di pelupuk mata.Devian menghela nafas panjang. Respon arini yang diam membuat ia sangat yakin jika kakeknya telah ikut campur dengan hubungan mereka."Apa Saka tau tentang semua ini?" Pertanyaan Devian yang membuat Arini mendongak menatapnya.Di rumah, Ayah dan ibu terkejut dengan kedatangan Saka secara tiba-tiba. Senyum manisnya, tata kramanya, membuat mereka tak mampu untuk mengusir lelaki yang seharusnya akan menjadi menantunya."Ayah, ibu!" panggil Saka menggoyangkan tangan tepat di depan wajah mereka."Iya!" jawab mereka serempak.Saka menyeringai. Begitu lucu melihat ekspresi mereka saat ini."Ayah, apa saka boleh tau, ke mana arini pergi?" tanya Saka penasaran.Ayah dan ibu saling menatap sama lain. Dahi mereka sama-sama mengernyit seakan sedang berdiskusi untuk menjawab pertanyaan dari saka."Ayah, ibu!" panggil saka kembali."Tadi, ibu lihat ...," kata ibu terhenti saat ayah memegang lengannya dengan keras."Saka, bukan