Dua hari berada di rumah sakit membuat Yasmin bosan. Seharian dia hanya berbaring dan membaca majalah yang sengaja Putra bawa. Sikap pria itu cukup menghibur Yasmin yang sedang emosi dan kesal pada Sean. Lebih tepatnya Yasmin merasa ada yang kurang saat Sean tak kunjung datang setelah hari itu.
Haruskah Yasmin menyesal atas sikap kasarnya dengan mengusir Sean?
“Kenapa bengong?” Suara lembut Putra mengejutkan Yasmin.
“Kamu masuk lewat mana?” Pertanyaan Yasmin membuat Putra tersenyum geli.
“Aku ini manusia, jadi sudah pasti aku lewat pintu. Karena aku bukan maling, jadi tidak lewat jendela.”
Kening Yasmin berkerut, candaan Putra sama sekali tidak lucu saat Yasmin merindukan orang lain. Sean, di mana pria itu sekarang? Ternyata rasa bencinya pada Sean hanya sebatas ini.
Pikiran Yasmin masih melayang, mencari tahu di mana Sean berada. Dia merindukan teriakan yang menggema dari Sean, bahkan tatapan tajamnya mem
Alferd baru saja selesai memeriksa kondisi Yasmin yang kembali menurun. Saat keluar dari rumah sakit, Yasmin terlihat bugar, bahkan tidak ada tanda-tanda jika kondisinya akan kembali seperti ini. Yasmin istirahat, semua orang berkumpul di ruang keluarga saat Sean baru saja kembali setelah meninjau proyek yang tidaklah jauh dari rumah sakit. Sean dan Putra sengaja berbohong. Pria tampan dengan wajah lelah itu melengos begitu saja, berjalan cepat menaiki tangga, ada sesuatu yang harus segera dia lihat. “Lihat! Sekarang dia bahkan mengabaikan kita karena khawatir pada istrinya,” cibir Anggara dengan santai. “Ahahah … Om benar sekali, bahkan Sean juga mengancamku untuk menjauhi Yasmin,” timpal Putra. Anggara dan Claretta tergelak mendengar perkataan Putra. “Ck! Anak itu memang mudah sekali jatuh cinta,” gumam Anggara. “Jadi gimana kondisi Yasmin, Al? Nggak ada masalah serius ‘kan dengan kesehatannya?” Kali ini Claretta yang bicara. “Tante nggak mau ada ya
Mendengar apa yang dikatakan Claretta, Sean tersentak, dia tidak percaya jika akan mendengar itu dari mulut Maminya sendiri. Kepalanya tiba-tiba bedenyut nyeri, membuat Sean berbalik dan berniat pergi dari sana, lalu menyendiri. Namun saat berbalik, Sean dikejutkan dengan keberadaan Anggara di depannya dengan wajah santai, namun menyiratkan kata sebagai tanda peringatan untuk Sean.‘Jangan bertindak bodoh, apalagi sampai merugikan dirimu sendiri!’ begitu kira-kira yang Sean lihat dari tatapan Anggara.“Papi …”“Istirahat dan dinginkan kepalamu! Kalau perlu yang lebih cepat, minta Bi Sumi bawakan es balok ke kamar,” Anggara terkekeh kecil, membuat Sean kesal karena Sang Papi hanya meledek tanpa memberikan solusi untuknya.Sean menjatuhkan tubuhnya di ranjang kamar tamu dan merenungi semuanya. Betapa selama ini dia sudah bersikap tidak manusiawi pada Yasmin, bahkan selalu saja menyusahkan dan menghina gadis itu tan
Di atas ranjang besar berbalut sutra, Sean dan Yasmin tidur begitu nyenyak, melupakan sejenak masalah yang mereka miliki. Seakan tempat ini berusaha untuk bisa mendekatkan keduanya.Claretta yang menjadi saksi merasa ingin menangis dan tertawa layaknya wanita yang kehilangan akal sehatnya, namun saat Anggara bertanya, rasa itu bisa dikendalikan.“Ma, ada apa sih?”“Kepo! Papa lihat aja sendiri,” Claretta mengerling nakal, setelahnya tersenyum lebar.“Hooo …” Anggara langsung menarik gagang pintu, menutupnya perlahan agar tidak menimbulkan keributan.“Mereka pelukan, Ma,” kata Anggara penuh semangat. “Jadi gimana nih, pisah atau lajut aja?”Keduanya terlihat berpikir keras, serius dan berhati-hati untuk mengambil keputusan. Namun saat keheningan menyelimuti, tiba-tiba Davin datang mengejutkan keduanya, berteriak di depan kamar Sean, membuat focus keduanya buyar.“
Menghabiskan waktu cukup lama di depan pintu kamarnya sendiri membuat Sean terlihat seperti orang bodoh. Ini bukan kebiasaannya, lagipula kamar itu tempat pribadinya, bahkan semua yang sekarang ia injak pun akan menjadi miliknya dan juga Davin.“Argghh … Kenapa aku ini?”Saat Sean dilanda frustasi, Bi Sumi diam-diam sudah berada di dekatnya membawa sebuah nampan yang berisi makanan untuk Yasmin, sesuai dengan yang Sean minta.“Den …”“Astaga! Bi Sumi, kenapa bikin aku kaget?” Sean melotot, namun Sumi hanya nyengir kuda tanpa rasa bersalah sedikit pun.“Bibi boleh masuk? Atau mau Aden yang …” Sumi melirik nampan yang ada di tangannya. “Aden sendiri yang bawa masuk?”“Simpan saja di meja, Bi, sebentar lagi aku masuk.”Sumi mengangguk, tidak berselang lama perempuan paruh baya itu keluar dan tersenyum jahil, seakan tahu apa yang sekarang sedang t
Jantung Yasmin berdegup kencang saat mendengar Sean menyematkan namanya keluarga Anggara di belakang namanya. Semua rasa bercampur menjadi satu, seperti nano-nano yang banyak rasa, membuat Yamsin bingung harus bersikap seperti apa.Beberapa saat Yasmin menunggu, namun ranjang sama sekali tidak bergerak, membuat Yasmin penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Sean. Diam-diam, Yamsin mengintip dari balik selimut.“Dia, kerja malam-malam begini?” Yasmin mengernyit bingung, bahkan Sean tidak mengijinkan dirinya untuk berjauhan dari laptop dan pekerjaannya meskipun malam telah datang.Sesekali terdengar helaan napas berat dari Sean, tentu saja itu memancing rasa penasaran Yasmin yang masih terjaga sampai pukul Sembilan malam. Tidur siang yang lelap ternyata membuat Yasmin kehilangan rasa kantuknya.“Hallo, Rita?”DEGHatinya tiba-tiba berkecamuk mendengar suaminya menghubungi wanita lain malam-malam.‘Apa Se
“Kenapa harus kayak gini saat semuanya akan berakhir?” Yasmin merasa dipermainkan olah takdir. Jika memang Sean bukanlah jodohnya, kenapa rasa ini hadir dengan mudahnya saat semua sudah di ujung tanduk. Beberapa kali Yasmin menghela napas berat, perpisahan jadi momok mengerikan untuknya. Selain itu, kemana dia akan pergi setelah berpisah dari Sean. Ke rumah pamannya? Yasmin menggeleng cepat, rumah pamannya jadi mimpi buruk yang mengerikan dan sampai kapanpun tidak akan pernah dia pijak kembali. “Dingin …” lirih Sean dengan mata yang terpejam. “Ya Tuhan, demamnya makin tinggi, gimana kalau dia sampai kejang?” gumamnya pelan. Yasmin tidak bisa tinggal diam melihat Sean seperti ini, tanpa meminta persetujuan pria itu, Yasmin keluar kamar dan berjalan cepat menuju dapur, menyiapkan air hangat. Bergegas Yasmin kembali ke kamar, membongkar lemari dan mencari sapu tangan atau kain yang bisa dia gunakan untuk mengopres kening suaminya.
Seketika Sean tersedak karena kelakuan Davin. Dia gelagapan karena tuduhan itu memang benar adanya. Selain itu Sean juga merasa kesal, kenapa pembahasan ini harus sampai ke meja makan dan Yasmin, sepertinya dia segaja memperlihatkan jejak Sean di lehernya. Batin Sean.Sean tidak ingin berkomentar banyak.Tersedak roti membuat wajah Sean merah seperti udang rebus, Yasmin yang melihat itu langsung memberikan segelas air untuk suaminya. Namun nyatanya Sean mengabaikan Yasmin dan pergi meninggalkan meja makan.“Aku sudah selesai,” Sean berdiri dan pergi begitu saja tanpa berniat untuk melirik Yasmin, membuat bunga cinta yang sedang mekar itu layu seketika.“Mi, Pi, Yasmin juga permisi dulu ya.”“Iya, tolong bujuk anak manja itu ya. Papi minta tolong sama kamu.”Yasmin hanya mengangguk menanggapi perkataan mertuanya. Meskipun jarang bicara, Anggara adalah sosok ayah yang hangat saat bersama keluarganya.
"Aku tidak berniat untuk menyakitimu," ucap Sean saat melihat Yasmin berlalu meninggalkan sendiri di taman belakang.Sean mengingat semua yang terjadi dengannya tadi malam. Bahkan Yasmin rela menjaganya sampai dirinya benar-benar terlelap. Hatinya mulai luluh dan Sean mengakui itu. Namun setiap kali menatap mata Yasmin, sekelebat bayangan pengkhianat yang di lakukan Hana membuat darahnya kembali mendidih.Punggung Yasmin tak terlihat lagi, membuat Sean menggeram tertahan, dia hanya bisa melayangkan tangannya ke udara untuk meluapkan amarahnya."Mami nggak nyangka, hanya karena wanita murahan itu kamu tega menyakiti perempuan seperti Yasmin," Claretta menatap putra sulungnya dengan nanar. Hatinya benar-benar terluka.Seperti inikah hasil didikan dan kasih sayang yang selama ini dia berikan pada putranya?"Mami benar-benar kecewa," Claretta menahan panas di matanya."Mi, ini semua nggak seperti yang Mami pikirin.""Cukup!