Share

5. Wihana Aurelya

Setelah kepergian Yasmin, seluruh keluarga masih berkumpul untuk membahas apa yang terjadi pada Sean dan gadis yang baru saja dibawa oleh putra sulung mereka.

“Ma, apa kamu yakin dengan keputusanmu? Maksudku ...” Anggara menatap istinya. “Kita sama sekali tidak tahu asal usul keluarganya, apalagi saat melihat penampilan gadis itu.” tanya Anggara.

“Untuk pertama kalinya Mama merasa yakin! Tapi meskipun begitu Mama akan mencari tahu asal-usul gadis itu. Mama juga tidak ingin mendapatkan masalah dikemudian hari hanya karena keputusan yang Mama ambil malam ini.”

Dalam mimpi sekali pun, Claretta sama sekali tidak menyangka jika wnaita itu, Wihana Aurelya akan tega meninggalkan putranya yang nyaris sempurna. Tapi Claretta benar-benar bersyukur, jika Hana sampai meninggalkan Sean setelah mereka menikah, entah apa yang akan terjadi pada putranya.

Bukan hanya Claretta, bahkan keluarga tidak percaya jika Hana akan bertindak bodoh dan meninggalkan pria seperti Sean. Pria yang bisa menerima status keluarga Hana yang tidak jelas.

“Ini sudah cukup larut, sebaiknya kita sekarang istirahat,” ujar Claretta, ia berusaha untuk menutupi kepalanya yang berdenyut nyeri.

Terdengar helaan napas dari beberapa keluarga, dan akhrinya mereka pergi menuju kamar mereka masing-masing.

***

Dalam kamar yang berbeda, saat ini Sean baru saja selesai melepaskan gaun basah yang masih melekat pada tubuh Yasmin dan menggantinya dengan kemeja besar miliknya.

Jantungnya berdegup kencang, karena mau tidak mau Sean harus melihat kemolekan tubuh Yasmin yang saat ini sedang tidak sadar karena demam yang semakin tinggi.

Sean adalah pria dewasa, dan ia mengerti semua hal mengenai adegan dewasa yang sudah tidak asing. Meskipun selama bersama Hana, Sean sama sekali tidak pernah berbuat sejauh itu.

“Tidak! Aku tidak akan lemah hanya dengan melihat tubuh gadis ini!”

Adegan yang menantang lelakinya harus segera ia selesaikan. Sean mempercepat gerakan tangannya dan menutupi tubuh Yasmin. Sean menarik napas dalam dan langsung memalingkan muka.

Yasmin dan Hana jauh berbeda. Namun setiap kali menatap Yasmin, bayangan Hana yang penuh tipu daya melintas, membuat rasa iba itu berubah menjadi benci.

Ceklek...

Pintu terbuka, mata Sean menatap tajam pada sosok yang saat ini sedang berdiri sedang menutup pintu.

“Apa kau sudah gila, Sean? Dini hari seperti ini kau memintaku datang ke hotel hanya untuk melihatmu yang baru selesai bercinta?” hardik pria berjas putih.

“Lakukan tugasmu dan pergi! Aku ingin istirahat,” jawabnya datar.

Pria itu mendekat dan mulai memeriksa suhu tubuh Yasmin tanpa bicara. Ia tidak tahu apa yang terjadi dan belum menyadari jika wanita itu bukanlah Hana.

“Suhu tubuhnya 39,50. Ini obatnya, dan jangan tutupi dia dengan selimut yang terlalu tebal,” jelasnya.

Yasmin melenguh, kepalanya bergerak dan wajahnya terlihat dengan sangat jelas.

“Sean, siapa dia? Bukankah malam ini kau dan Hana bertunangan?” tanya pria itu hati-hati.

“Jika kau sudah selesai memeriksanya, silahkan keluar! Atau perlu aku menunjukkan di mana pintu keluarnya?” tanya Sean dengan wajah yang muram.

Pria itu bungkam, ia memilih untuk membereskan perlatan medis yang dibawanya dalam diam.

“Jika terjadi masalah, segera hubungi aku kapan pun.”

“Hmmm...”

Sean sangat enggan untuk bicara apa-apa dengan orang lain. Meskipun ia sadar, jika pria yang baru saja keluar dari kamar tersebut adalah sahabat baiknya sendiri, Alfred.

Tapi Sean butuh waktu untuk meredam rasa sakit hati dan kecewanya akan sosok Hana. Semakin Sean berusaha untuk melupaka Hana, semua kenangan justru datang silih berganti. Sampai akhirnya kenangan pertemuan pertama mereka menjadi hal yang begitu menyakitkan.

Brukkk...

“Maaf, maaf! Saya nggak sengaja, sekali lagi maafkan saya pak.”

“Saya bukanlah bapakmu, jadi jangan panggil saya bapak!” tegasnya kalah itu.

Gadis berusia 24 tahun itu kini berdiri, setelah selesai memunguti barang belanjaan yang tercecer karena bertabrakan dengan tubuh kekar Sean. Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, dan satu kata meluncur dari bibir Sean saat itu.

“Cantik.”

“Ya, apa anda mengatakan sesuatu?” tanya Hana.

“Tidak!” jawab Sean dengan dingin.

Sean terdiam, ia begitu terpesona oleh kecantikan yang terpancar di wajah Hana. Untuk pertama kalinya Sean berani mengulurkan tangannya lebih dulu, ia ingin mengenal sosok cantik yang ada di hadapannya saat ini.

“Sean, CEO ANGHUA Corps.”

“Wihana Aurelya.”

Nama gadis yang menabrak Sean adalah Wihana Aurelya dan saat itulah Sean merasakan sebuah getaran aneh di dadanya, benih-benih cinta langsung tumbuh dalam hati pria berusia 34 tahun itu.

Setelah berkenalan dengannya, Sean segera melanjutkan langkahnya menuju sebuah butik di mana saat ini sang mami, Claretta sedang memilih beberapa perhiasan keluaran terbaru sebagai koleksinya.

Sejak pertemuan hari itu, ia meminta beberapa anak buahnya untuk mencari tahu latar belakang keluarga Hana, yang sudah berhasil mencuri hatinya pada pandangan pertama.

“Untuk apa Mami memintaku kemari? Aku sangat sibuk, Mam,” tanya Sean saat ia sudah menemukan di mana Claretta berada.

“Apa Mami harus menjawab pertanyaanmu? Kamu sendiri tahu apa jawabannya,” Claretta menjawab dengan ketus tanpa melirik si putra sulungnya itu.

“Mam tenang saja, aku akan segera membawa gadis itu untuk menemui seluruh keluarga besar kita.” Wajah Sean begitu cerah saat mengataka itu pada Claretta.

“Oke! Mam akan menunggu hari itu tiba. Tapi sampai kamu berbohong, bersiaplah untuk dijodohkan,” ancam Claretta dengan tangan yang masih sibuk memilih.

Sean hanya mengedikan bahunya acuh. Ini bukanlah ancaman pertama yang diberikan oleh Claretta padanya. Jadi hal itu tidak pernah Sean tanggapi dengan serius. Toh saat ia dikenalkan dengan para gadis, pada kencan pertama pun mereka sendiri yang selalu menolak Sean.

Setelah tahu siapa Wiahana, di mana ia bekerja dan di mana tempat tinggalnya, Sean semakin yakin jika ia jatuh cinta. Satu bulan penuh, Sean selalu saja memantau media sosial Wihana dan tidak ada tanda-tanda jika gadis itu memiliki kekasih. Maka tekadnya semakin bulat.

Sean memberanikan diri untuk muncul dan mendekati Hana secara langsung. Sungguh, Sean benar-benar dibutakan oleh rasa cintanya, hingga ia berani menentang Claretta , karena sang Mami tidak setuju dengan hubungannya bersama Hana.

***

“Arghhh ...!” Sean menarik rambutnya sendiri. “Wanita kurang ajar kau, Wihana! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkanmu atas semua yang sudah kau lakukan.”

“Penghinaan, penghiantanmu! Semua akan mendapatkan balasan yang setimpal.” Napas Sean memburu, ia benar-benar larut dalam amarah saat kenangan itu muncul. Ia merasa bodoh, karena selama ini begitu mencintai Hana yang ternyata justru menduakannya.

Sekarang Sean mengerti alasan dibalik setiap penolakan yang Hana lakukan selama ini. Setiap kali Sean berusaha untuk mendekat dan menyentuhnya, Hana selalu menolak dengan berbagai cara, sedangkan Sean tidak pernah curiga sedikit pun.

“Bodoh! Aku benar-benar bodoh karena sudah percaya pada jalang sepertimu!” gumam Sean dengan tangan yang mengepal kuat.

Saat pikiran sedang dipenuhi oleh Hana, tiba-tiba saja suara tangis terdengar. Di atas ranjang king size berbalut kain sutra itu, Yasmin terus saja meracau, seiring demam yang semakin tinggi.

“Yas mau ikut, jangan tinggalin Yas sendirian, Ma. Yas takut ...” racau Yasmin dengan mata tertutup.

Sean mendekat, ia melihat obat sirup yang diberikan oleh sahabatnya itu. Dengan perlahan, Sean menuangkan cairan berwarna biru itu dan memegang pipi Yasmin agar bibir gadis itu sedikit terbuka.

Dengan begitu telaten Sean memberikan obat, hingga semuanya berhasil masuk dalam mulut Yasmin. Sean hanya mendengus kasar, kenapa ia harus memberi Yasmin obat, justru yang seharusnya Sean lakukan adalah hal sebaliknya, membiarkan Yasmin sakit dan mati.

Tapi hal itu tidak terjadi.

“Demam ini adalah permulaan, Yasmin! Aku yakin kau tidak akan mampu bertahan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status