Share

6. Tiga bukti nyata

Yasmin mulai menggeliat, ia sudah lebih baik dalam selimut tebal. Tangan kekar yang ia jadikan bantal serta dada bidang yang menjadi tempat membenamkan wajanya benar-benar membuat Yasmin bisa tidur dengan nyenyak, seakan ada sang papa yang sedang memeluknya dengan erat.

“Papa, Yasmin kangen dipeluk kayak gini,” gumamnya pelan dengan membenamkan wajahnya semakin dalam.

Ia menghirup wangi yang begitu khas itu, menikmatinya hingga ia merasa tidak mau membuka mata. Takut jika semua itu akan berakhir, karena sejak lama ia merindukan momen seperti ini.

Sean seketika membuka matanya lebar saat ia merasakan sebuah kepala bergerak di dadanya. Jantungnya berdegup kencang, ia mengumpat kasar dalam hati saat melihat posisinya dan Yasmin saat ini.

Shit! Bagaimana bisa aku tidur di sini dan memeluknya? Sial!’ Sean membatin.

Dengan perlahan, Sean menarik tangannya dari perut rata itu dan juga tangan yang digunakan Yasmin untuk menjadi bantal. Sean menahan napas, tidak ingin gadis penipu itu bangun dan merasa menang karena mereka ada di ranjang yang sama, meskipun tanpa melakukan hal lain, selain berbaring pada ranjang yang sama.

Sean berhasil turun dari ranjang tanpa membuat Yasmin terbagun. Ia mengambil air mineral dan meminumnya hingga tak tersisa. Napas Sean sedikit memburu, rasanya ia ingin menyiramkan air dalam botol itu ke atas kepala Yasmin yang sudah berani masuk dalam kehidupannya.

“Apa yang terjadi padamu semalam baru permulaan, Yasmin! Kamu sudah bekerja sama dengan Hana, tanpa berpikir apa yang bisa aku lakukan pada mu di masa depan!”

Sean bergegas masuk ke kamar mandi. Kedua tangan kekar itu bertumpu pada tempat cuci tangan, ia menatap pantulan wajahnya dalam cemin berbentuk oval.

“Apa kurangnya aku, Hana? Sampai kamu tega meninggalkanku untuk pria lain di malam pertunangan kita?” gumam Sean, kedua tangannya tiba-tiba mengepal kuat, amarahnya kembali berkobar setiap kali nama Hana terucap dari bibirnya.

BUGH...

Kepala tangan itu melayang, mendarat pada tembok tepat di samping cermin. Tadi malam, bukan hanya Sean yang kecewa tapi semua keluarga besar benar-benar mengutuk apa yang sudah Hana lakukan. Semua orang seperti dilempar kotoran tepat di wajah mereka, maka dari itu Sean harus menyelamatkan kehormatan keluarganya dan balas dendam pada Hana dengan melampiaskan semuanya pada Yasmin.

Setelah rasa sakit terasa, akhirnya Sean melajutka niatnya untuk membersihkan diri. Ia mandi dan setelah itu bersiap untuk menemui seluruh keluarga besarnya, yang pagi ini pasti masih berkumpul.

**

Di ruangan yang berbeda, semua keluarga saat ini sedang berkumpul menikmati sarapan pagi mereka. Meskipun wajah kesal masih terlihat, tapi harga diri mereka tetap bisa terjaga.

“Dav, dimana kakakmu?” Claretta melirik putranya yang sibuk dengan sarapan paginya.

“Aku tidak tahu, Mam, mungkin Kak Sean masih tidur bersama tunangannya. Semalam aku lihat mereka masuk ke kamar yang sama,” celetuk Davin santai, seakan itu bukanlah masalah besar.

Semua orang saling menatap satu sama lain. Ada perasaan cemas. Sean saat ini masih dalam keadaan marah besar dan bukan tidak mungkin  ia bisa menyakiti Yasmin.

“Ma, kamu mau pergi kemana?” Angga menahan tangan sang istri.

“Mama khawatir dengan Yasmin, mama akan menemui Sean,” jelas Claretta.

“Kenapa Mami ingin menemuiku?” suara barithon itu menggema, membuat mereka menoleh secara bersamaan.

Claretta berucap syukur dalam hati saat melihat Sean baik-baik saja. Meskipun kesedihan masih sangat jelas terlihat pada sorot mata putra sulungnya.

“Mami ingin kita sarapan bersama, setelah itu kita pulang. Tapi nak, di mana Yasmin? Apa kamu tidak mengajaknya untuk sarapan bersama?” Claretta memperhatikan wajah Sean dengan seksama.

“Aku tidak tahu dan aku tidak ingin tahu apa pun mengenai gadis itu!” jawab Sean.

Sean mengambil tempat duduk di samping sang adik. Mereka tidak saling bicara dan sarapan dengan cepat. Situasi ini benar-benar menyebalkan, membuat Sean harus segera menyudahi semuanya.

“Aku ingin pernikahan digelar dua hari lagi!” seru Sean.

Claretta dan Anggara saling menatap, sedangkan yang lain memilih diam dan menatap pada titik yang sama. Baru semalam ia bertunangan dengan gadis asing yang tidak jelas asal usulny.

“Apa kamu sudah gila, Kak?” Davin menahan suapannya dan menyempatkan diri untuk melihat ke arah sang kakak.

“Jangan ikut campur! Atau aku akan membongkar semua rahasia mu bersama para wanita itu!” bisik Sean tanpa bisa terbantahkan.

Davin “....”

“Jadi diamlah!”

Davin hanya bisa mendengus sebal, beginilah jika semua rahasia yang selalu ia bagi dengan kakaknya. Maka beginilah jadinya, Davin diam dan kembali pada sarapannya.

Ia melanjutkan makannya dalam diam tanpa berani mengusik Sean. Tapi tidak dengan semua keluarga yang saat ini sedang menatap Sean.

“Apa kamu yakin? Mami rasa kamu mengatakan itu tanpa berpikir lebih dulu, Sean!”

“Aku sudah mengambil keputusan! Kalian menikahkan aku dengan Yasmin dua hari lagi, atau jangan salahkan aku jika pada akhirnya aku mendiurinya tanpa status dan membuangnya ke jalanan!”

“Sean!” bentak Claretta.

Sedangkan Anggara hanya diam dan memperhatikan. Sean hanya menggertak dan ia tahu itu. Maka biarlah mereka yang mengatasi hal ini.

“Tenang ma,” Anggara menyentuh tangan istrinya dan mengangguk perlahan.

“Apa Yasmin sudah tahu dan setuju dengan rencanamu ini, Sean?” Anggara akhirnya bersuara.

“Itu tidak penting! Dia setuju atau tidak, pada akhirnya dia tidak akan bisa menolak!”

Anggara tersenyum tipis saat memperhatikan Sean, putranya itu tidak berani menatapnya dan itu artinya memang benar, jika saat ini Sean hanya melakukan gertak sambal,

“Menikah bukan hanya penyatuan antara dua orang, tapi dua keluarga! Apa kamu sudah menemui keluara Yasmin, atau wali yang bisa menikahkannya denganmu?”

Sean bungkam.

Daddy rasa jawabannya adalah belum!” Anggara tersenyum penuh kemenangan.

“Aku bisa menemui mereka sekarang,” timpal Sean cepat.

“Tidak! Mami tidak akan membiarkanmu melakukan hal itu.” Tegas Claretta.

Claretta menatap putra sulungnya itu dengan tajam, tapi kemudian ia menarik napasnya dalam, berusaha untuk menurunkan egonya dan menuruti keinginan Sean.

“Baik! Mami setuju, tapi semua yang berkaitan dengan Yasmin dan keluarganya akan Mami atur sendiri. Kamu hanya perlu mengurus yang memang harus kamu urus saja.”

Sean hanya mengangguk singkat dan kembali melanjutkan sarapannya. Ia bukanlah tipe pria yang akan meninggalkan sarapan hanya karena sedang dalam sebuah masalah. Kesehatan yang utama, bahkan Sean tidak pernah menyentuh alkohol.

“Aku sudah selesai. Aku permisi,” ujar Sean dengan sopan.

Claretta dan Anggara mengangguk, mereka tidak bisa menahan Sean lebih lama hanya untuk mengurusi Yasmin ataupun sekedar membawanya pulang ke rumah.

Semua itu biarlah ia yang mengerjakan, Claretta merasa harus lebih dekat dengan calon menantunya dan memastikan jika semua baik-baik saja.

**

Sean berjalan menuju lift, ia memastikan tidak ada orang lain yang melihatnya. Setelah sampai di depan sebuah pintu kamar hotel, Sean masuk dengan tergesa. Ia cukup terkejut saat melihat Yasmin sudah duduk dengan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang sedikit terbuka.

“Siapa yang mengganti gaun itu dengan kemeja ini?” Yasmin sedikit berteriak panik.

“Kau pikir siapa?” Sean mendekati ranjang, menyeringai penuh kemenangan. “Tentu saja aku! Jadi turunkan selimut itu, jangan sok suci.”

“Kamu pasti bohong!”

Sean menjauh, duduk di atas sofa dan akhirnya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Yasmin. Ia bahagia, ternyata sangat mudah membuat gadis itu ketakutan.

Kepala Yasmin menggeleng pelan. “Enggak! Kamu pasti bohong ‘kan? Mana buktinya kalau memang kamu yang mengganti pakaian ku?” todong Yasmin.

Sean belum bisa menghentikan tawanya, “Kau yakin ingin bukti dariku?” tanya Sean.

“Iya, bisa saja kamu berbohong,” tuduh Yasmin.

Wajha Sean berubah serius, ia menatap Yasmin dengan penuh kebencian. “Baik! Tapi jangan salahkan aku atas rasa malu yang kau terima.”

“Satu! Ada tahi lalat besar tepat di tengan dada, di antara ...” Sean menjeda perkataannya saat melihat ekspresi Yasmin.

Mulutnya seketika menganga, tapi ia tidak langsung percaya, bisa saja pria itu mengintipnya bukan?

‘Itu hanya satu! Masih banyak tanda lainnya dan aku yakin dia tidak bisa menunjukkan buktinya.’

“Itu tidak cukup! Pasti kamu ngintip baju aku ‘kan?”

“Kedua!” Sean menjeda sedikit perkataanya. “Apa kau yakin ingin mendengar semuanya?” seringaian Sean semakin lebar.

Yasmin mengangguk, Sean sudah menunjukkan jika ternyata dan tidak tahu apa-apa, pikir Yasmin saat ini.

“Kedua! Kulitmu seputih susu dan halus, ada beberapa luka jahit kecil ciperut sebelah kananmu!”

‘Benar lagi! Luka itu bekas operasi usus buntuku dulu,’ Yasmin membatin.

“Ketiga! Bagian bawahmu bersih tanpa bulu, dan aku menyukai wangi bagian itu.”

Dunia seakan berhenti berputar. Yasmin diam membeku dengan tangan yang menggenggam erat selimut dan menjaga kain itu untuk tetap melindungi tubuhnya. Tapi siapa sangka, ekspresi yang ditunjukkan Yasmin berbeda dengan apa yang terjadi berikutnya.

Yasmin melemparkan semua bantal yang ada di dekatnya pada Sean. ia tidak peduli dengan dirinya sendiri, ia murka dan turun dari ranjang, mendekati Sean dan menghajarnya secara membabi buta.

“Kamu! Pria mesum kurang ajar! Berani-beraninya kamu melihat tubuhku, sebelum suamiku!” teriak Yasmin dengan tangan yang terus memukul badan Sean.

Sean mulai kewalahan menghadapi sikap Yasmin, dengan cepat Sean mencekal tangan Yasmin, membuat posisi mereka begitu intim.

“Aku adalah calon suamimu!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status