Share

7. Siapa Hana

Claretta ke kembali ke kamar hotel dan bersiap. Beberapa keluarga sudah pulang lebih dulu, sekarang hanya menyisakan dirinya, Anggara dan Davin.

Mereka berkumpul di lobi, hanya dua orang yang belum terlihat di sana, Yasmin dan Sean.

“Oh ya, dimana Sean? Bukannya dia juga harus ikut pulang bersama kita?” Anggara melirik istrinya sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel.

“Hampir saja lupa. Ya udah, kalau begitu Mama mau nyusulin dulu Sean dan Yasmin. Kalau Papa sama Davin duluan, silahkn.”

“Anak itu kalau nggak dilangsung ditodong mana mau ikut pulang,” gerutu Claretta setelah meninggalkan suaminya.

Hanya butuh waktu beberapa menit, sampai akhirnya Claretta berdiri di depan pintu kamar hotel di mana Sean tidur. Kening Claretta berkerut, ia heran kenapa pintunya tidak tertutup dengan rapat, membuat pikiran Claretta kemana-mana.

“Jangan-jangan ada yang berniat tidak baik,” gumamnya pelan.

Tanpa berpikir lagi, Claretta merangsek masuk, membuka pintu kamar hotel dengan lebar.

“Sean! Kamu nggak apa-apa nak ...?”

Yasmin yang berada di atas tubuh Sean terkejut bukan main. Malu luar biasa, itu sudah pasti. Dengan cepat Yasmin turun dan menunduk dalam, tangannya menggegam erat kemeja Sean yang masih melekat pada tubuhnya.

Claretta hanya bisa geleng kepala, ingin berkomentar, tapi rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan itu.

“Cepat bersiap! Kita harus kembali ke rumah untuk mengurus semua kebutuhan dan acara perikahan kalian.”

“Dan Yasmin ...” Claretta menelisik penampilan calon menantunya itu. “Kita akan langsung pergi ke butik, segera bersiap dan turunlah bersama.”

Claretta pergi meninggalkan Yasmin dan Sean. Ia sama sekali tidak tahu harus bicara apa. Pun Yasmin dan Sean yang  sama-sama terkejut dengan kemunculan Claretta yang tiba-tiba.

‘Jadi benar yang Davin katakan, jika semalam Yasmin masuk ke kamar Sean,’ Claretta membatin.

**

Setelah kepergian Claretta, Yasmin sedikit menjaga jarak. Hatinya masih merasa belum puas menghajar Sean, pria yang baru saja ia kenal beberapa jam lalu.

Kepalanya yang memang terasa sedikit nyeri, sekarang semakin berdenyut karena memikirkan apa yang dilakukan Sean padanya semalam. Dengan susah payah ia melepaskan diri dan menjaga kesucian dari bandot tua yang membelinya, tapi sekarang justru Sean melihat semua bagian tubuhnya.

Yasmin menjauhi sofa, ia duduk di lantai dan menangis sesegukan. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang bodoh, Yasmin merasa sudah kehilangan kesuciannya karena ulah Sean. Ia merasa kotor dan tidak berarti lagi.

“Air mata buaya! Jangan harap aku akan tertipu dengan wajah mu yang memelas itu. Menjijikan!” cibir Sean.

Pria itu bangkit dan meninggalkan Yasmin yang masih duduk dan menangis. Mendengar kata-kata pedas dari Sean, membuat Yasmin mengangkat wajahnya, lalu menyeka air matanya dengan kasar, sedikit ingus keluar dan sengaja ia bersihkan dengan menggunakan kemeja mahal yang dipakainya.

“Dasar pria nggak punya hati! Sudah unboxing anak orang, dia hina pula se-enak udelnya. Pria angkuh dan sombong seperti dia memang harus diberi pelajaran.”

Yasmin menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan, terus seperti itu sampai ia benar-benar tenang.

Ia bangkit dan berdiri menyusul kemana Sean pergi. Yasmin memang sudah menerima nasib buruk yang ia dapatkan setelah bersedia menikah dengan Sean, tapi ia harus menegaskan satu hal pada pria itu.

Brakkk...

Pintu kamar mandi dibuka secara kasar. Tentu saja Yasmin pelakunya, siapa lagi.

“Apa kau sudah gila?” Sean yang baru saja ingin mandi benar-benar dibuat terkejut dengan masuknya Yasmin.

“Ya, aku gila! Pria mesum sepertimu yang sudah membuatku gila!”

“Keluar!” bentak Sean dengan mata yang hampir melompat dari tempatnya.

Yasmin tak gentar, ia menatap Sean dengan berani. Sejak pertemuan pertama mereka disebuah rumah asing yang entah milik siapa itu, Sean selalu saja menudingnya bekerja sama dengan Hana.

Siapa Hana?

Bahkan Yasmin baru mendengar nama itu, tapi karena nama itu hidupnya menyedihkan seperti ini.

“Oke! Jika kamu tidak mau keluar, itu artinya kau ingin ‘kita’ mandi bersama,” Sean menekankan kata kita dengan sedikit mencondongkan tubuhnya pada Yasmin.

Sontak kedua mata Yasmin terbelalak. Kepalanya menggeleng pelan dan ia siaga.

Tolong di garis bawahi ‘mandi bersama’ itu artinya adalah Yasmin dan Sean akan mandi berdua diwaktu yang sama dan tempat yang sama pula. Lalu Yasmin akan semakin ternoda jika harus melihat semua milik pria mesum itu.

“Dasar mesum!” Yasmin hendak mendorong tubuh Sean agar menjauh, tapi bukannya berhasil menjauh, Yasmin malah saat ini jatuh dalam pelukan Sean, karena pria itu menarik tangannya. Mereka berdua berdiri tepat di bawah shower, maka akan lebih seru jika airnya menyala bukan?

Seketika, Sean memutar keran dan air mulai membasahi mereka berdua. Yasmin gelagapan, ia terkejut saat air itu semakin lama semakin membasahi kepala hingga ujung kakinya.

“Mandi bersama!” Sean menyeringai penuh kemenangan.

Mendengar itu Yasmin berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Sean. Kemaja putih yang basah itu sontak saja mencetak lekuk tubuh dan membuat semuanya nampak lebih jelas.

Tubuh indah itu sekarang terpampang  nyata, mengingat Yasmin hanya menggunakan kemeja tanpa dalam apa pun lagi. Dengan cepat Yasmin menyilangkan kedua tangannya di dada dan berbalik memunggungi Sean. Jantungnya berdegup kencang, tidak ada bedanya saat ia melakukan marathon.

“Ternyata Hana memang rendah, bahkan dia membuatmu rela serendah ini di hadapan pria asing sepertiku!” cibir Sean tengan suara gemericik air.

Hana, Hana, dan Hana.

Nama itu ternyata membuat Yasmin berbalik dan menatap tajam Sean yang saat ini sedang mandi dengan begitu santai. Sepertinya Sean masih memiliki otak yang sehat, karena ia mandi tanpa melepas boxer yang dikenakannya.

Geram, akhirnya Yasmin mematikan shower hal itu tentu saja membuat Sean menoleh dan menatapnya tajam.

“Kau berani mengusikku sampai sejauh ini, Yasmin?” Sean menekankan nama Yasmin, seakan ia sedang menunjukkan kemarahannya.

“Aku ingin menegaskan satu hal! Aku tidak tahu apa alasanmu membawaku dan menghinaku terus menerus. Tapi aku bukan perempuan seperti yang ada dalam otak mu yang dangkal itu.”

“Lagi pula aku tidak tahu siapa Hana dan apa urusan nama itu denganmu! Bahkan aku masuk ke rumah itu ...” Yasmin terdiam saat Sean meletakkan jari telunjuk pada bibir ranum milik Yasmin, layaknya drrama Korea.

“Kau masuk ke rumah itu untuk jadi pengganti. Benar bukan?”

Kali ini Yasmin semakin bingung. Ia sudah menjelaskan semuanya, tapi kenapa Sean membuat hal mudah jadi serumit ini, membuat Yasmin tidak tahu lagi harus beruat apa.

“Jangan pernah berpikir aku bodoh, Yasmin! Kau dan Hana sama-sama wanita menyedihkan, melakukan sandiwara dengan begitu menjijikan.”

Yasmin berusaha untuk tetap tenang, bagaimanapun juga masalah ini harus selesai. Ia tidak ingin tersiksa, meskipun mendengar hinaan yang terus dari Sean tak jarang melukai perasaannya. Tanpa sadar, kedua tangan Yasmin lepas dari dadanya dan semakin jelaslah semuanya.

“Lihatlah dirimu, bahkan aku bisa melihat semuanya dengan jelas.”

“Aku tidak tahu sudah berapa banyak pria yang melihat atau bahkan menyentuhmu! Berapa Hana membayarmu untuk bisa menggodaku? Aku akan membayar sepuluh kali lipat dari yang ia berikan padamu.”

Seketika itu, hatinya hancur lebur. Betapa Yasmin merasa dirinya benar-benar terhina, bahkan sebelum kejadian sang paman ingin menjualnya, Yasmin sama sekali tidak pernah memakai pakaian yang terbuka sedikit pun, meskipun ia tidak menggunakan hijab.

Napasnya mulai tersengal, dadanya naik turun saat amarah sudah semakin naik ke ubun-ubun.

Plak...

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Sean. Yasmin menangis tanpa suara. Jika bisa, ia ingin meminta pada Tuhan agar segera mencabut nyawanya, atau membuat ia bisa melupakan segalanya.

“Aku memang miskin dan yatim piatu,” katanya dengan suara yang berat karena menahan tangis.

“Tapi aku tidak serendah itu,” katanya lirih.

Yasmin mulai menangis, menatap Sean yang saat ini sedang memegangi pipinya. Tidak ada lagi yang tersisa dari dirinya, bahkan semuanya sudah hancur.

Tidak ada lagi yang bisa membuat Yasmin bertahan dalam hidupnya. Maka ia akan menyerahkan semuanya pada Tuhan, bagaimanapun takdirnya kelak, maka ia akan berusaha untuk menerima segalanya.

“Aku tidak akan memintamu untuk percaya,” Yasmin berusaha untuk tetap tegar. “Satu hal yang harus kamu ketahui, aku sama sekali tidak tahu siapa Hana. Apa urusanmu dengannya, sampai-sampai kamu bersikap seakan aku ini seorang penjahat dan jalang yang haus akan uang.”

Setelah itu Yasmin keluar dengan pakaian basah kuyup. Kepalanya masih terasa berat, tapi ia harus bertahan. Ia tidak boleh kalah dengan keadaan.

“Aku kuat, aku bisa!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status