Share

7. Aku Sudah Terbiasa Sendirian Di Sini

Hampir 2 jam berlalu, tapi Kana tetap saja tidak bisa memejamkan matanya. Selain suhu udara yang sangat dingin, beberapa kali kenangan buruk yang sudah menimpanya muncul kembali diingatannya.

Kana menghembuskan napas panjang, kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rasanya matanya langsung saja terasa panas.

'Kenapa nasibku seperti ini...' lirihnya dalam hati.

Kana hampir saja meneteskan air matanya, tapi dengan sekuat tenaganya ia berusaha menahannya.

"Aku tidak mau lagi menangisi semua itu, aku harus kuat, aku pasti bisa," gumamnya pelan.

Kana menggulirkan tubuhnya ke arah kanan kemudian memeluk bantal guling. Ia berusaha kembali mencoba untuk terlelap.

Tapi masih saja sulit, sesekali ia menoleh ke arah pintu. Masih ada perasaan was-was dalam dirinya. Ia takut jika pria yang sudah menolongnya dan memberikan tempat untuk tidur malam ini memiliki niat yang jahat.

Tapi, kursi yang di simpan untuk menghalangi pintu masih pada tempatnya. Dan tak ada upaya dari luar untuk membuka pintu tersebut.

Bukan hanya suhu dingin dan kenangan buruk yang menghantuinya malam ini saja. Tapi Kana juga merasa tubuhnya semakin tidak enak.

Kana mencoba merasakan panas tubuhnya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi dan lehernya.

"Sepertinya aku demam," gumamnya pelan.

Kana ingat, saat mengambil salep memar tadi, ia sempat melihat ada obat demam di sana.

Tapi Kana mengurungkan niatnya untuk mengambil obat tersebut sekarang. Ia takut jika pria itu memergokinya berkeliaran di dalam rumahnya di malam hari dan menuduhnya hendak mengambil atau mencuri barang miliknya.

"Besok pagi saja, saat Bi Enah sudah ada, aku akan minta padanya."

Kana kembali mencoba untuk tidur. Tapi semakin mencoba untuk memejamkan matanya ia semakin tak bisa terlelap. Tubuhnya semakin terasa tidak nyaman.

Dengan bermodal nekat, Kana bangkit dari tidurnya. Menggeser kan kembali kursi yang menghalangi pintu dan membuka kuncinya.

Sebelum keluar dari dalam kamar, Kana memastikan jika keadaan di luar cukup aman. Dengan sedikit mengendap Kana berjalan dengan sangat perlahan, agar langkahnya tidak menimbulkan suara.

Kana berhasil mencapai dapur, kemudian mengambil kotak obat tersebut. Ia lalu mengambil obat penurun demam yang ada di sana.

Tapi tiba-tiba saja Kana merasakan angin yang cukup kencang menerpa dirinya.

"Eh..." gumamnya sangat pelan.

Dengan obat di tangannya Kana melangkah keluar dari dapur. Mencoba memeriksa keadaan.

Tapi alangkah terkejutnya, saat Kana melihat salah satu pintu terbuka. Pintu yang mengarah ke bagian belakang vila.

Jantungnya berdegup kencang seketika. Ia takut jika ada orang lain yang masuk ke dalam Vila ini.

Dengan mengendap, Kana melangkah menuju pintu, dari tempat ia melihat jika pintu itu tidak ada kerusakan sama sekali.

'Apa mungkin dia lupa menutup pintunya?' Kana bertanya pada dirinya sendiri.

Kana melangkah semakin mendekati pintu, jika lupa menutupnya maka Kana akan menutup dan menguncinya.

Tidak ada suara apapun yang mencurigakan, semuanya tampak begitu hening. Hingga Kana bisa bernapas lega, dan yakin jika pria itu hanya lupa menutup pintunya.

Begitu Kana berdiri di dekat pintu yang terbuka lagi-lagi ia harus merasa kaget. Karena ia melihat jika ada seseorang yang sedang berdiri di luar dengan wajah yang menenggadah ke langit yang bertabur bintang.

Kana mencoba meyakinkan dirinya jika orang itu adalah Elvan, pria yang sudah menolongnya.

Dan benar saja setelah memastikannya, pria itu memanglah Elvan.

'Sedang apa dia di sana malam-malam seperti ini?' tanya Kana di dalam hatinya.

'Aku harus segera pergi dari sini sebelum dia melihatku, atau dia akan berpikir hal yang tidak-tidak padaku,' gumamnya lagi.

Malam ini entah mengapa Elvan kembali merasakan kerinduan yang begitu besar kepada istri yang sudah meninggalkan serta membawa anak mereka ikut bersama. Berulang-ulang Elvan menarik napas panjang dan menghembuskannya.

‘Kenapa kau tega meninggalkan ku sendirian, Dav…’ lirihnya dalam hati seraya memejamkan matanya.

Saat memejamkan matanya Elvan mendengar ada bunyi di belakangnya, dengan cepat ia memutar tubuhnya  ke belakang langsung terarah pada pintu yang tadi di bukanya. Ia tidak melihat siapapun di sana.

“Siapa itu?!” pekik Elvan sedikit menyeramkan.

Karena tidak ada jawaban, Elvan langsung melangkahkan kakinya dengan lebar berjalan menuju pintu. Ia melihat sekelebat orang yang hendak melarikan diri dan benar saja ia menemukannya.

“M-maaf, apa aku mengagetkanmu?” tanya Kana dengan bibir yang bergetar.

Elvan hampir saja lupa, jika saat ini ia tidak sendirian di villa nya.

“Kau sedang apa?” tanya Elvan sedikit ketus, tapi matanya melirik pada tangan wanita itu yang tersembunyi di belakang, seakan ia menyembunyikan sesuatu.

“Kau mencuri sesuatu di rumahku, hah?” geram Elvan.

Kana langsung mendongak untuk menatap Elvan meski sekarang ia merasa ketakutan, bahkan tubuhnya mulai gemetaran. “T-tidak!” sahut Kana takut-takut seraya menggelengkan kepalanya.

“Bohong!” bentak Elvan, yang semakin membuat Kana ketakutan. “Apa yang ada di tanganmu! Perlihatkan padaku!”

Kana meringis, mengetahui kebodohannya. Saat Elvan memergokinya dengan spontan tangan yang sedang memegang obat penurun panas ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Dan saat ini ia merasa sangat bodoh, karena tindakannya tersebut membuat orang lain curiga padanya.

“M-maafkan ak---” Kana hendak memperlihatkan tangannya, tapi Elvan sudah menarik tangannya terlebih dahulu untuk memastikan apa yang diambil oleh wanita itu.

Seketika keningnya berkerut saat melihat apa yang sedang di pegang oleh wanita itu.

“A-aku sedikit demam, t-tadinya aku mau menunggu sampai pagi untuk memintanya langsung padamu, m-maafkan aku. Aku tidak mencuri barang…” lirih Kana terbata-bata, bahkan matanya sudah memanas hendak menangis.

Tangannya masih menggenggam tangan wanita itu, dan Elvan bisa merasakan memang tubuh wanita itu sedikit hangat. Saat sadar ia masih memegang tangan wanita itu, Elvan segera melepaskannya.

Elvan sempat ragu, tapi saat merasakan hangat tubuh wanita itu melalui tangannya akhirnya ia percaya. Lagi pula sudah ada obat penurun panas di tangannya.

“Kalau begitu kau minum obat itu dan segera beristirahat,” ucapnya. Elvan segera menutup pintu dan menguncinya sebelum akhirnya meninggalkan wanita itu begitu saja.

Kana bisa bernapas lega karena bisa melewati menit-menit menegangkannya. Dan semua ini karena kebodohannya. Saat keberadaannya di ketahui pria itu kenapa ia harus kabur hingga kakinya tersandung dan hampir jatuh? Dan kenapa ia langsung menyembunyikan tangannya yang sedang memegang obat hingga pria itu mencurigainya.

“Aku benar-benar bodoh…” lirihnya pelan.

Setelah Elvan benar-benar meninggalkannya dan sudah tak terlihat lagi, Kana segera kembali berjalan menuju dapur untuk membawa segelas air. Lalu kembali ke kamar, minum obat dan segera tidur.

**

Elvan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, rasanya ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dan mengapa ia bisa lupa jika malam ini ada orang di sini, bukan hanya dirinya sendiri saja.

Elvan merasa marah dan sedikit malu karena ada seseorang yang melihatnya saat ia sedang termenung, mengingat nasib buruk yang sudah menimpanya. Di tinggalkan oleh istri yang di cintainya beserta calon anak mereka.

“Aku sudah terbiasa sendiri di sini, dan aku lupa adanya orang lain,” gumam Elvan pelan.

Elvan kemudian mematikan lampu tidur yang terdapat di atas nakas di samping tempat tidurnya. Lalu ia memutuskan untuk tidur malam ini, mencoba menenangkan kembali pikirannya.

- To be Continue -

Saran, kritik, Q&A I*: sr.novelll

Baca juga Love By Accident, Our Destiny, The Perfect Lust, Calamity Of Love, Unconditional Love.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status